Senin, 06 April 2020

PAUS FRANSISKUS: UBAH KEPAHITAN JADI AIR SEGAR UNTUK UMAT

Umat Allah mengenal gembala-gembalanya lebih baik daripada siapa pun. Umat Allah menghormati mereka, menemani mereka dan berdoa bagi  mereka. “Kita ikut berdoa bersama mereka, dan meminta kepada Tuhan untuk mengubah kepahitan kita menjadi air segar bagi umat-Nya,” demikian ungkap Paus Fransiskus dalam sambutan kepada para imam Keuskupan Roma yang berkumpul di Katedral Roma, Basilika Agung Santo Yohanes Lateran, 27 Februari 2020, untuk melaksanakan liturgi tobat disertai Sakramen Rekonsiliasi. Acara itu diawali dengan meditasi yang dibawakan oleh Vikaris Roma Kardinal Angelo de Donatis yang juga membicarakan sambutan Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus, sebagai Uskup Roma, biasanya hadir dan secara pribadi mendengarkan pengakuan beberapa imam. Akan tetapi, tahun ini, menurut pernyataan Direktur Kantor Pers Takhta Suci, Paus Fransiskus “lebih suka tinggal di sekitar Santa Martha,” karena “sedang kurang enak badan.” Pernyataan yang dipersiapkan Paus Fransiskus dibacakan kepada para imam Roma oleh Kardinal de Donatis.
“Mari memohon kepada Tuhan agar memberi kita kemampuan untuk mengetahui apa yang menyebabkan kepahitan dalam diri kita, dan dengan demikian membiarkan diri kita menjadi orang yang didamaikan, yang mendamaikan; orang-orang damai yang membawa kedamaian, orang-orang yang penuh pengharapan yang menanamkan pengharapan,” jelas Paus Fransiskus.
Dalam sambutan itu Paus Fransiskus merenungkan tentang “kepahitan” yang dialami beberapa imam, seraya berharap kepahitan itu boleh “menunjukkan kepada kita [klerus] cara lebih baik dalam menyembah Bapa, dan membantu kita mengalami lagi kekuatan pengurapan-Nya yang penuh belas kasih.”

Paus Fransiskus menemukan tiga penyebab kepahitan yang terfokus di seputar hubungan para imam: dengan imam, uskup dan para imam lainnya. Berkenaan dengan iman, Paus Fransiskus menyatakan kepahitan berakar pada kekecewaan, yang muncul dari harapan kita sendiri yang salah arah, bukan dari kegagalan di pihak Allah. Untuk beralih dari kekecewaan ke harapan, Paus Fransiskus, kita harus lampaui diri kita sendiri dan percaya akan Allah.
“Kelalaian” para uskup bisa juga menjadi sumber kepahitan bagi para imam, yang kadang-kadang melihat semacam “otoritarianisme lunak” saat orang berpandangan berbeda dengan uskup disingkirkan, atau saat kesetiaan terasa dihargai di atas kompetensi. Meskipun uskup harus membuat keputusan akhir, otorianisme bukanlah jawaban. Sebaliknya uskup harus mengkonsultasikan kebutuhan semua, dan melibatkan semua orang dalam keputusan menyangkut kebaikan bersama.
Hubungan di kalangan para imam dipengaruhi oleh berbagai skandal, terutama skandal seksual dan keuangan. Hal ini bisa mengarah pada “Donatis”, visi Gereja yang memisahkan yang “suci” dari yang bersalah dan yang berdosa, yang pada gilirannya mengarah pada semacam puritanisme eklesiologis. Sebagai tanggapan, Paus Fransiskus mengatakan, kita harus ingat bahwa dalam kehidupan ini “gandum dan sekam”, orang baik dan orang jahat, akan selalu ditemukan bersama dalam Gereja.
Semua hal itu lebih menyulitkan jalinan hubungan selain kesepian ada juga persoalan isolasi, isolasi berkenaan dengan rahmat, rasa jauh dari dunia spiritual, isolasi darisejarah, yang fokus di sini dan kini bukan pada gambaran lebih besar tentang sejarah keselamatan, isolasi dari orang lain, “ketidak-mampuan menjalin hubungan kepercayaan yang berarti dan sharing Injili.” Untuk mengatasi hal itu, para imam perlu mempunyai bapa rohani yang bijaksana untuk bisa berbagi beban, agar mereka tidak dekat pada diri mereka sendiri dan jauh dari orang lain, pungkas Paus Fransiskus.
diambil dari Pena Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar