Senin, 20 April 2020

PAUS FRANSISKUS: TUHAN TIDAK BOSAN MENGANGKAT KITA BILA KITA JATUH

“Minggu lalu kita merayakan kebangkitan Tuhan. Hari ini kita menyaksikan kebangkitan murid-Nya.” Inilah kalimat pembuka Paus Fransiskus dalam misa Minggu Kerahiman Ilahi di Gereja Roh Kudus di Saxony, sekitar 200 meter dari lapangan Santo Petrus, pada 19 April 2020. Karena langkah-langkah keamanan covid-19, misa dirayakan tanpa kehadiran umat beriman.
Paus Fransiskus menceritakan satu minggu setelah Yesus bangkit dari mati, para murid masih “bersembunyi ketakutan di tempat dengan pintu-pintu terkunci.” Tanggapan Yesus terhadap ketakutan mereka adalah “Damai sejahtera bagi kamu!” Yesus memulai dari awal, jelas Paus Fransiskus. Kebangkitan murid-Nya dimulai dengan kesetiaan, belas kasihan yang sabar. Dengan cara itu kita belajar bahwa Allah tidak bosan mengangkat kita kalau kita jatuh. Allah seperti seorang ayah yang mengizinkan kita mengambil langkah-langkah tentatif dan mengangkat kita setiap kali kita jatuh.
“Tangan yang selalu membuat kita berjalan kembali adalah belas kasihan”, papar Paus Fransiskus. Allah tahu kita akan terus jatuh. Tetapi Dia akan selalu mengangkat kita karena “Dia ingin kita melihat kepada-Nya” bukan kegagalan kita. “Tuhan menunggu kita memberikan kepada-Nya kegagalan-kegagalan kita agar Dia bisa membantu kita mengalami kerahiman-Nya,” tegas Paus Fransiskus.
Semua murid telah meninggalkan Yesus. Mereka semua merasa bersalah. Tetapi, bukannya “memberi mereka kotbah panjang,” Yesus menunjukkan luka-luka-Nya kepada mereka, dimana Thomas tidak ada di tempat saat pertama kalinya. Namun ketika dia menyentuh luka-luka itu, “dia melewati para murid lainnya. Dia bukan hanya percaya pada kebangkitan,” tetapi juga pada kasih Allah yang tak terbatas.

Ketika “manusia yang terluka (Thomas) memasuki” luka-luka Yesus, dia bangkit dari mati, ungkap Paus Fransiskus. “Ketika Allah menjadi Allahku ... kita mulai menerima diri kita sendiri dan mencintai kehidupan apa adanya,” lanjut Paus Fransiskus. Thomas membantu kita memahami betapa berharganya kita bagi Tuhan dalam kerentanan kita, seperti kristal yang indah, rapuh, tetapi berharga. Kalau kita seperti kristal itu, “cahaya kerahiman Yesus akan menyinari kita dan menyinari dunia melalui kita.” Cahaya itu akan membantu kita menunggu orang lain, seperti Yesus menunggu Thomas, maka tidak ada seorang pun tertinggal saat seluruh dunia pulih dari krisis covid-19.
“Sikap acuh tak acuh yang mementingkan diri sendiri adalah krisis yang lebih buruk daripada pandemi,” papar Paus Fransiskus memperingatkan. Sikap itu “disebarkan oleh pemikiran bahwa kehidupan lebih baik kalau lebih baik untuk saya.” Paus Fransiskus memohon agar kita belajar dari umat kristen perdana. Karena mereka telah “menerima kerahiman dan hidup dengan kerahiman,” mereka mengumpulkan semua sumber daya mereka bersama-sama, dan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. “Ini bukan ideologi. Itulah agama kristen,” tegas Paus Fransiskus.
Paus Fransikus mengakhiri homili dengan mendorong kita menyambut krisis saat ini sebagai “kesempatan untuk mempersiapkan masa depan kita bersama.” Upaya pemulihan perlu merangkul semua orang. Kalau tidak “tidak akan ada masa depan bagi siapa pun. Paus Fransikus mengingatkan “Kasih Yesus yang sederhana dan melumpuhkan” menghidupkan kembali hati Thomas. Semoga kita juga menerima kerahiman Yesus dan menunjukkan kerahiman itu kepada orang-orang paling erntan. “Itulah yang menyelamatkan dan membangun dunia,” pungkas Paus Fransikus
diolah dari Pena Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar