Jumat, 24 April 2020

HABIB BAHAR SMITH DAN WABAH KORONA

Di tengah pandemi virus korona atau covid-19, jagat media sosial dihebohkan dengan video ceramah keagamaan Habib Bahar Smith (lebih jauh isi videonya, langsung saja klik di sini). Hampir sepanjang ceramahnya, sang Habib meluapkan emosinya atas kebijakan penutupan masjid atau “pelarangan” shalat berjamaah di masjid. Karena masjid itu milik Allah SWT atau masjid itu rumah Allah SWT, kebijakan penutupan itu dinilai Habib sebagai menghalangi umat islam bertemu dengan Allah SWT.
Bukan hanya soal kebijakan penutupan masjid saja yang dipermasalahkan dalam ceramah keagamaannya. Habib Smith juga mempersoalkan pelarangan tabligh akbar. Sebagaimana diketahui, untuk mengurangi tingkat penyebaran virus korona, pemerintah melarang orang untuk berkumpul dalam kerumunan. Kebijakan ini dikenal dengan istilah social distancing atau physical distancing. Namun bagi Habib Smith, kebijakan tersebut membatasi hak umat islam untuk mengetahui risalah Nabi Muhammad SAW, karena dalam acara tabligh akbar, dimana orang banyak berkumpul, akan ada penyampaian risalah atau ajaran nabi. Melarang orang berkumpul sama saja artinya melarang orang mengetahui risalah atau ajaran nabi.
Setidaknya 2 poin inilah yang tampak dalam video tersebut. Dan sekali lagi, semuanya disampaikan dengan nada emosional. Bahkan sang Habib menantang “duel” satu lawan satu. Menyaksikan video tersebut, kita seakan langsung diingatkan akan pesan Ade Armando khususnya kepada umat islam, bahwa beriman itu perlu juga dengan akal budi, jangan hanya emosi (lebih lanjut mengenai pesan Ade Armando ini, silahkan kik di sini). Selain itu ceramah keagamaan Habib Bahar Smith menyadarkan kita bahwa umat islam memang masih hidup dalam abad ke-15, bukan abad ke-21. Jiwa dan raga ada di abad kini, namun otaknya masih di abad lampau.

Ketika pertama kali menyaksikan video ceramah keagamaan Habib Smith yang “membahas” virus korona, kesan pertama yang muncul adalah isi ceramah tersebut menyerang pemerintahan Jokowi. Maklum, selama ini Habib Smith berseberangan dengan pemerintah. Umat islam yang mendengarkan ceramahnya juga akan mempunyai kesan demikian. Mereka menyalahkan pemerintah. Bukan tidak mungkin ini menjadi pintu masuk bagi ideologi terorisme, karena yang melawan islam diidentikkan dengan kafir dan taghut.
Akan tetapi, jika ditelaah dengan akal sehat, ceramah Habib Smith sebenarnya menyerang banyak pihak. Pertama-tama, karena berada di wilayah Indonesia, yang diserangnya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagaimana diketahui, pada 16 Maret 2020, MUI mengeluarkan fatwa no. 14, Tahun 2020, tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Dalam fatwa tersebut ada beberapa pernyataan yang kemudian ditafsirkan dengan penutupan masjid; bahkan no. 6 menegaskan “larangan” menghadiri pengajian umum, majelis taklim, termasuk tabligh akbar. Yang menarik pada no. 8 dikatakan bahwa pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanganan covid-19 dan umat islam wajib mentaatinya. Hal ini sejalan dengan rekomendasi yang diberikan, yaitu bahwa pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat dan umat islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah. Jadi, jika ada polisi atau aparat yang “menutup” masjid, semua itu sesuai dengan fatwa MUI. Karena itulah, ceramah Habib Smith sebenarnya menyerang para ulama yang ada di MUI. Yang dikatakan Habib “bodoh atau bego” itu adalah MUI.
Menjadi menarik jika kita letakkan kata-kata Habib Smith tersebut dalam konteks global. Perlu disadari, wabah virus korona tidak hanya menyerang Indonesia, tetapi dunia. sebagaimana diketahui, menghadapi wabah virus covid-19 ini, Kerajaan Arab Saudi juga “melarang” umat islam melakukan shalat berjamaah; dengan kata lain masjid ditutup. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang banyak, seperti tabligh akbar, juga dihentikan. Bahkan umrah dan haji juga demikian. Karena itu, video ceramah keagamaan Habis Bahar Smith juga menyerang pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Demikian pula dengan negara-negara islam lainnya, yang juga menerapkan kebijakan social distancing atau physical distancing dalam menghadapi wabah covid-19.
Jadi, yang diserang Habib Bahar Smith dalam ceramah keagamaannya bukanlah pemerintahan Jokowi, tetapi para ulama yang ada di Indonesia, Arab Saudi dan negara-negara islam lainnya. Yang dikatai “bodoh atau bego” oleh Habib Bahar Smith bukanlah pemerintahan Jokowi, tapi .....
Inilah yang terlihat jika kita menggunakan akal sehat atau otak. Selain itu, kita memaklumi bahwa umat islam masih hidup dalam abad XV. Sekalipun tubuh mereka ada di abad XXI, namun pola pikir atau pemikirannya masih berada dalam abad XV. Hal ini terkait dengan mempelajari risalah Nabi Muhammad. Kita harus maklum bahwa teknologi pada abad XV belum secanggih abad kini. Pada abad XV belum ada internet, apalagi media sosial. Karena itu, mempelajari risalah atau ajaran nabi memang harus bertemu langsung dengan orang yang menyampaikan pengajaran itu. Karena itulah, kenapa Habib mempermasalahkan “pelarangan” tabligh akbar sehingga mereka tidak bisa menyampaikan risalah nabi. Namun jika pola pikir mereka juga berada di abad XXI, tentulah pelarangan itu tidak menjadi masalah, karena mereka masih bisa menyampaikan pengajaran tersebut melalui media sosial atau live streaming. Sekali lagi terbukti, akal sehat tidak digunakan.
Mempersoalkan kebijakan yang kemudian ditafsirkan sebagai penutupan masjid sebagai upaya pencegahan penularan virus korona, seharusnya Habib mempermasalahkan juga himbauan untuk menjaga kebersihan. Ada banyak cara untuk menjaga kebersihan tubuh kita. Salah satunya adalah mandi. Idealnya manusia mandi sehari dua kali. Jadi, dengan mandi dua kali sehari seseorang sudah menjaga kebersihan dirinya. Akan tetapi, hal ini bertentangan dengan risalah nabi. Dalam HS Bukhari dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, setiap muslim sudah menjadi kewajiban karena Allah Ta’ala untuk mandi satu kali dalam tujuh hari (HS Bukhari Vol 2, Bk. 13,no. 21). Jadi, mandi sehari dua kali bukanlah risalah Nabi Muhammad SAW, malah bertentangan. Lagi-lagi, ini bisa terjadi jika akal sehati tidak digunakan dalam beragama.
Dabo Singkep, 23 April 2020
by: adrian

2 komentar:

  1. “Jiwa dan raga ada di abad kini, namun otaknya masih di abad lampau.” It’s really interesting

    BalasHapus
    Balasan
    1. yeah, it's very smart. That’s like “live in Indonesian, but lifestyle is arabian.”

      Hapus