Senin, 20 Januari 2020

PENGANTAR PERJANJIAN LAMA


Perjanjian Lama (PL) terdiri dari 46 buku dan merupakan bagian pertama dari dua bagian Kitab Suci, yang mempunyai paling banyak kitab. Perjanjian Lama mengisahkan bagaimana bangsa Israel disiapkan tahap demi tahap untuk menerima perjanjian yang definitif dan abadi yang akan dilakukan Allah dengan manusia dalam diri Yesus Kristus.
Sebelum berbentuk sebuah buku, PL merupakan suatu penggalaman manusiawi dan rohani, pengalaman akan Allah yang memanggil umat yang dipilih-Nya, dan membuat perjanjian dengan mereka. Umat terpilih ini menjadi saksi akan janji Allah di tengah bangsa-bangsa. Perjalanan Allah dengan bangsa Israel akan berlangsung selama berabad-abad. Dalam petualangan yang panjang ini orang-orang disemangati oleh Roh Allah akan mengungkapkan iman mereka dan menuliskan pengalaman unik akan Allah yang menyatakan Diri-Nya kepada manusia.
Barangsiapa membolak-balikan Kitab Suci, PL akan tampak sebagai deretan cerita yang kadang-kadang terulang, atau mengikuti suatu urutan yang kurang lebih ada pertalian,  yang sering mengagumkan dan kadang-kadang memalukan kita. Di antara tulisan-tulisan ini, ada yang bersifat mitos daripada kisah nyata, banyak hal disisipkan: wejangan-wajangan, peraturan-peraturan tentang moral, liturgi, kehidupan sosial, teguran-teguran keras, perkataan-perkataan yang penuh harapan atau suatu seruan kemesraan. Oleh karena itu, PL adalah salah satu teks yang paling bagus di antara sastra-sastra universal. Allah hadir dimana-mana, seolah-olah Ia disebut pada setiap halaman: sesungguhnya PL mengisahkan bagaimana Allah mempersiapkan manusa, dan khususnya bangsa Israel, untuk mengenal dan menyambut, dalam diri Yesus, Dia yang mengadakan Perjanjian dengan manusia, suatu Perjanjian yang tak terselami dan mengagumkan.

Perjanjian Lama adalah sekaligus sabda Allah dan Sabda Manusia. Dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Maka, tidaklah mungkin memahami kitab-kitab ini jika salah satu dari dimensi ini diabaikan. Dengan mengabaikan satu dimensi, yang lain dirugikan dan ada resiko nilai kitab-kitab itu akan turun sehingga mereka menjadi dokumen-dokumen historis belaka. Di lain pihak ada resiko juga bahwa kita lupa bahwa Allah menyatakan Diri-Nya kepada kita (dan masih terus menyatakan Diri-Nya sampai sekarang) di tengah-tengah sejarah jika kita menganggap sabda Allah ini hanya sebagai kumpulan peraturan-peraturan religius. Perjanjian Lama bukanlah suatu ajaran religius melainkan suatu penampakan kasih Allah yang adalah Bapa kita, suatu undangan untuk setiap orang masuk ke dalam suatu persekutuan (komunio) cinta kasih dengan Dia.
Perjanjian Lama bukanlah buku yang berbicara kepada kita tentang Allah, melainkan suatu buku dimana Allah berbicara kepada kita tentang Diri-Nya lewat saksi-saksi yang dipilih-Nya sendiri di antara umat-Nya, yaitu Israel. Orang Kristen perdana tidak keliru: ”Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam berbagai cara berbicara kepada para leluhur kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan anak-Nya.” (Ibr 1:1). Maka setelah membaca berbagai kitab PL, kita melihat betapa sabar Allah menyatakan Diri-Nya, dan betapa sabar Ia mempersiapkan umat-Nya untuk berjumpa dengan Yesus, Putera Allah yang menjadi manusia. Dalam Dialah berdiam seluruh kepenuhan Allah (Kol 2:9).
Hukum Taurat, Nabi-nabi dan Kitab Suci
Pengelompokan suatu perpustakaan bisa berbeda dari seorang pustakawan yang lain. Demikianpun pengelompokan 46 kitab PL telah dibuat secara berbeda secara berabad-abad pertama era kekristenan. Para redaktur Kitab Suci modern haruslah memilih antara dua dari pengelompokan yang paling sering digunakan oleh naskah-naskah kuno; urutan yang digunakan oleh kitab suci yang berbahasa Ibrani atau urutan yang digunakan oleh Kitab Suci yang berbahasa Yunani.
Pada umumnya, urutan kitab suci yang berbahasa Ibranilah yang digunakan untuk edisi yang sekarang ini. Oleh karena itu, pada awalnya kita menemukan kelima kitab dari PL yang disebut Hukum Taurat, atau disebut Torah oleh orang-orang Yahudi yang berbahasa Ibrani, atau Pentateukh oleh orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Kemudian menyusul Kitab Para Nabi dan akhirnya Kitab Kebijaksanaan, yang merupakan suatu kumpulan karya-karya yang beragam bentuknya yang mempersatukan kita dengan doa, kebijaksanaan, dan moralitas umat perjanjian pertama.
Ketika Allah menyatakan Diri-Nya kepada para bapa bangsa, yaitu Abraham, Ishak dan Yakub, mereka ini masih pengembara. Mereka memiliki agama yang sama dengan agama pengembara lain yang berciri khas kasih sayang kepada Allah leluhur mereka dan penghormatan terhadap sejumlah dewa kecil dari keluarga. Tetapi perjumpaan mereka dengan Allah yang hidup akan mengantar mereka ke suatu kesadaran baru: Allah menjaga mereka yang Ia pilih, Banyak pencobaan tampaknya berlawanan dengan janji Allah kepada mereka; tetapi setiap kali Allah turun tangan dan memihak kepada umat yang setia kepada-Nya. Hal ini menciptakan suatu hubungan khusus antara Allah dan bapa-bapa bangsa, yang ditandai oleh kesetiaan Allah pada sabda-Nya dan kepercayaan tak tergoyahkan dari umat yang setia kepada Allah lewat bapa-bapa bangsa. Israel didorong untuk merenungkan sepanjang sejarahnya baik karya-karya agung Allah di antara umat-umat pilihan-Nya dan iman yang tak tergoyahkan dari para bapa bangsa.
Enam abad kemudian sejumlah keturunan para bapa bangsa berada di padang gurun dan dipimpin oleh Musa menuju tanah terjanji. Perjalanan di Horeb bersifat menentukan: di Horeb suku-suku pengembara itu diminta menghayati suatu pengalaman rohani dan teks-teks Kitab Suci selalu mengacu pada pengalaman itu. Allah secara sungguh-sungguh membaktikan diri kepada umat-Nya pada saat Ia memberikan mereka suatu Hukum: Hukum perjanjian dengan Allah, suatu pedoman tingkah laku Israel secara perorangan maupun bersama. Sabda yang diucapkan Allah kepada Abraham diberi jawaban lewat (tanggapan) di Sinai. Janji, Perjanjian, Keselamatan akan menjadi ketiga tiang penyangga iman Israel, pokok-pokok yang sangat menonjol dalam kelima kitab PL.
Ketika masuk ke Tanah terjanji, Israel dihadang oleh bangsa-bangsa lain yang memiliki kebudayaan-kebudayaan yang lebih maju. Selama lebih dari dua ribu tahun bangsa-bangsa ini sudah memiliki pelabuhan kota, telah mengembangkan pertanian, telah menjalin hubungan perdagangan di wilayah Timur Dekat, dan bahkan lebih jauh lagi. Peradaban ini cerdik tetapi kafir, akan selalu menjadi batu sandungan bagi iman Israel. Lalu Allah mengutus nabi-nabi kepada umat-Nya; nabi-nabi ini adalah juru bicara Allah. Daud menguasai suatu kota Kanaan yang masih kecil dan menjadikannya sebagai ibukota: Yerusalem. Ia membawa tabut PL ke kota itu. Tabut Perjanjian adalah tanda lahiriah Allah di tengah-tengah umat-Nya. Sejak saat itu tidak hanya masuk ke dalam sejarah umat Allah tetapi panggilannya melampaui waktu dan sejarah sebagaimana tampak di halaman-halaman terakhir kitab Wahyu dimana kota itu melambangkan umat manusia yang telah didamaikan oleh Allah secara definitif. Salomo, dengan membangun Bait Allah di Yerusalem, yang selama dua abad berikutnya menjadi satu-satunya tempat kudus yang sah, memberikan umatnya suatu pusat berkumpul: ”Tempat kediaman Allah.”
Penghukuman terhadap ketidaksetiaan Israel yang terjadi banyak kali, peringatan akan belas kasihan Allah yang tak kenal lelah terhadap Yerusalem, terutama akan kebenaran dan ketulusan dalam peribadatan di Bait Allah, pewartaan akan keselamatan yang akan datang; semua ini merupakan pesan-pesan pokok para nabi.
Dalam pengelompokan sebagai bagian ”Para Nabi”, kitab-kitab yang dalam Kitab Suci berbahasa Ibrani disebut “Kitab-kitab sejarah”. Kitab Suci berbahasa Ibrani menyoroti keaslian teks-teks ini. Dalam PL maupun PB, setiap peristiwa mengandung sabda Allah; sejarah tidak ditulis demi memperoleh kesenangan dengan mengetahui kejadian-kejadian di masa lampau, melainkan demi memberi kesaksian tentang kesetiaan Allah kepada umat-Nya, untuk mengetahui kehendak-Nya, dan dengan demikian mempersiapkan kita untuk menyambut rahmat keselamatan, Dalam arti setiap teks Kitab Suci dapat disebut “profetis”.
Dengan mendekatnya zaman akhir, meditasi Israel lebih kuat. Banyak percobaan telah menghilangkan gagasan-gagasan palsu atau terlalu manusiawi. Dengan doa dari mazmur-mazmur, dengan cerita-cerita yang menyangkut akhlak atau pepatah-pepatah, dengan perkembangan manusia dan masyarakat, para orang bijak berusaha menuntun Israel pada tahap-tahap akhir perjalanan menuju dia yang akan memenuhi segala sesuatu. Kitab kebijaksanaan, yang adalah bagian ketiga dan akhir dari PL, bisa tampak ada kurang pertaliannya dibanding Hukum Taurat atau Nabi-nabi; sesungguhnya Kitab Kejadian adalah refleksi umat yang bingung sekali dan sering terpecah belah; pada masa itulah Allah membentuk ”Suatu sisa kecil” bagi Diri-Nya di tengah-tengah suatu bangsa yang tertarik dan terhanyut oleh godaan-godaan pengggunaan kuasa, dan kebingungan tentang kerajaan di dunia ini dan kerajaan Allah.
Demi mempermudah pembacaan dan pencariaan sebuah teks dalam kita-kitab dari Kitab Suci, pada awal abad ke-13 seorang Uskup Inggris mengusulkan membagi Kitab Suci atas bab-bab, dan pada tahun 1550, seorang pencetak buku berkebangsaan Perancis menyelesaikan karya itu dengan memberi nomor pada frasa-frasa dalam Perjanjian Baru - yang sekarang disebut ayat-ayat - tak lama kemudian hal yang sama dilakukan juga untuk PL.
Urutan buku-buku: suatu penjelasan
Dalam Kitab Suci Pastoral Umat Kristen, yang diterbitkan untuk kepentingan umat kristen, dipertahankan urutan biasa dari kitab-kitab Perjanjian Baru: keempat Injil disusul Kisah Para Rasul, lalu Surat-Surat Paulus, Surat kepada Orang Ibrani, Surat-surat Yakobus, Petrus, Yudas dan Yohanes dan akhirnya kitab Wahyu.
Dalam PL kami membuat suatu pilihan. Kalau urutan kitab-kitab Perjanjian Baru tidak pernah dipertanyakan, tidaklah demikian dengan PL. Naskah-naskah kuno PL memberikan urutan kitab-kitab yang terhitung sebagai Kitab Suci dalam naskah-naskah kuno tidak sama.
Akibatnya, memutuskan buku-buku mana yang adalah sabda Allah atau bukan, menyangkut dasar-dasar terdalam kitab Wahyu. Hanya mereka yang telah dipilih untuk memimpin umat Allah bisa membuat keputusan sepenting itu. Para pembesar Yahudi zaman Yesus dan Para Rasul belum bisa mengambil langkah itu. Ada Kitab Suci berbahasa Ibrani yang dipakai di Palestina dan ada juga Kitab Suci berbahasa Yunani yang diterjemahkan dari Kitab Suci berbahasa Ibrani, yang dipakai oleh orang-orang beriman Yahudi yang terpencar-pencar di seluruh Yunani. Kadang-kadang Kitab Suci itu berbahasa Yunani ini dipakai juga di Palestina. Kitab Suci Yunani berisi juga kitab-kitab terbaru yang aslinya berbahasa Yunani.
Baru setelah terjadi pergolakan pertama melawan Roma (66-71) pada tahun 95, orang Yahudi membuat daftar resmi atau yang disebut “Kanon” Kitab Suci. Mereka menolak buku-buku yang ditulis dalam bahasa Yunani. Namun Gereja pada pihaknya, tanpa membuat suatu daftar resmi, menggunakan Kitab Suci berbahasa Yunani sebagaimana dilakukan oleh penulis-penulis kitab-kitab Perjanjian Baru, tanpa membedakan antara kitab-kitab berbahasa Yunani dan Ibrani. Kemudian pada abad ke-16, dalam suatu usaha untuk ”kembali ke sumber-sumber asli” yang menandai zaman RENAISSANCE, orang protestan mengeluarkan kitab-kitab yang berbahasa Yunani dari Kitab Suci mereka. Kitab-kitab yang dikeluarkan itu disebut ”Deuterokanonika.” Orang protestan lebih suka memakai istilah “Apokrip.” Orang Protestan kembali kepada “kanon” Kitab Suci berbahasa Yahudi. Dalam Kitab Suci ini kami menerbitkan PL yang ditetapkan oleh Gereja, yaitu PL dengan 46 kitab.
Kitab-kitab ini disusun dengan urutan berbeda sejak abad-abad pertama era kekristenan. Redaktur-rekdaktur modern Kitab Suci memilih salah satu dari urutan yang lebih sering digunakan oleh naskah-naskah kuno; urutan Kitab Suci berbahasa Ibrani atau Kitab Suci berbahasa Yunani.
Di sini kami mempertahankan, secara garis besar, pembagian kitab-kitab menurut tiga kategori yang dipakai dalam Kitab Suci berbahasa Yahudi atau Ibrani. Ketiga kategori ini dapat ditemukan dalam sejumlah teks dalam Perjanjian Baru, khususnya Lukas 24:44 ”Kitab Taurat Musa, kitab Nabi-nabi dan Kitab Mazmur” atau menurut ungkapan Yahudi: ”Hukum taurat, nabi-nabi dan Tulisan.”
diambil dari: Iman Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar