Sabtu, 03 Juni 2017

MELIHAT SISI LAIN PUASA UMAT ISLAM

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puasa berarti menghindari makan, minum dan lain sebagainya dengan sengaja. Wikipedia mengartikannya sebagai tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan, minuman atau keduanya untuk periode waktu tertentu. Dengan kata lain, menolak dari semua makanan dan cairan untuk periode tertentu. Dalam bahasa Arab, puasa itu disebut dengan kata shoum, yang artinya menahan diri. Menahan diri dari apa? Salah satunya adalah makanan dan minuman.
Secara sederhana, puasa itu dipahami dengan tindakan sukarela untuk tidak makan dan tidak minum pada periode waktu tertentu. Konsep puasa seperti ini sudah diketahui oleh hampir semua umat manusia. Bahkan orang ateis dan kafir pun tahu dan mengerti. Mereka tahu bahwa puasa itu identik dengan tidak makan dan tidak minum; ada pengurangan makanan dan minuman.
Akan tapi, kenapa di bulan puasa ini ada begitu banyak jenis makanan tersaji? Pada bulan-bulan biasa, tidak pernah ada muncul aneka jajanan takjil. Di bulan puasa ini ada begitu banyak bermunculan pasar kaget, yang membuat jalanan macet. Fenomena ini tidak pernah kita temukan di bulan biasa. Pada bulan puasa ini, iklan-iklan makanan di televisi begitu mendominasi. Artinya, bulan puasa ini identik dengan makan dan minum.
Apakah ini suatu penyimpangan dari ajaran agama atau hal ini sudah sesuai dengan ajaran agama? Bisa dipastikan bahwa fenomena ini tidak terdapat dalam ajaran agama, baik yang terkandung dalam Al-Quran maupun hadis. Dengan kata lain, fenomena tersebut salah. Namun, jika dikatakan suatu penyimpangan, kenapa tidak ada semacam teguran dari otoritas agama? Majelis Ulama Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah terkesan bungkam, malah bukan tidak mustahil turut menikmati fenomena ini.
Yang pasti orang ateis dan kafir kebingungan. Mereka bingung antara teori dan fakta saling bertentangan; antara ajaran dan kenyataan tidak sejalan. Seolah-olah tidak ada kejelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dan untuk mengobati kebingungan ini, umumnya orang ateis dan kafir hanya turut menikmati saja. Setiap sore ikutan memburu takjilan. Bahkan fenomena kenaikan harga di bulan puasa akibat kebutuhan akan barang meningkat, juga turut dirasakan.
Koba, 3 Juni 2017
by: adrian
Baca juga tulisan lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar