ANDAI PASTOR PAROKI SEPERTI JOKOWI: SEBUAH MIMPI
Jokowi (plus Ahok)
memang fenomenal. Hadirnya Jokowi dalam kampanye pemilihan Gubernur DKI hingga
tampilnya sebagai orang nomor satu di Jakarta itu sungguh menyedot perhatian
banyak orang, bukan saja di dalam negeri melainkan juga di luar negeri. Banyak
orang senang, simpati dan menaruh harapan perubahan pada wajah ibukota negara
ini. Semua rasa dan asa itu diletakkan di pundak Jokowi (plus Ahok), karena
kepribadian dan kinerja mereka sungguh mendukung terwujudnya rasa dan asa
rakyat itu.
Kehadiran Jokowi juga
menyita perhatian saya. Karena begitu kagum pada sosok Jokowi ini,
sampai-sampai terbawa ke alam mimpi. Yah,
saya pernah bermimpi soal Jokowi ini. Tapi mimpi itu bukan tentang Jokowi dan
Jakarta, melainkan sosok Jokowi yang merasuk dalam sanubari pastor paroki. Yang
menjadi landasan mimpi saya adalah pertanyaan, bagaimana seandainya Pastor
Paroki seperti Jokowi dalam mengelola paroki dan karya pastoral.
Jawaban atas pertanyaan
itu menghadirkan 7 adegan dalam mimpiku, mirip dalam tayangan film. Inti dari 7
adegan itu adalah perubahan. Yah,
sebagaimana Jokowi membawa asa akan Jakarta Baru, demikian pula pastor paroki
dapat menghadirkan perubahan dalam wajah parokinya. Perubahan apa saja?
1. Seperti
Jokowi yang mau berbagi peran dengan rekannya (Basuki Tjahaya Purnama, selaku
wakil gubernur), demikian pastor paroki mau menyerahkan sebagian urusan paroki
kepada rekannya (pastor pembantu atau asisten). Bukan tampil sebagai single fighter. Sikap single
fighter dapat menimbulkan kebingungan dan frustasi bagi rekan kerjanya dan
banyaknya program yang terbengkelai. Jika program terbengkelai, yang menjadi
korban adalah umat.
2. Seperti
Jokowi yang mau transparan dalam laporan keuangan dan hal-hal lain terkait
dengan uang, demikian pula pastor paroki mau transparan dalam laporan keuangan
paroki. Jangan hanya pastor paroki dan bendahara paroki saja yang tahu keuangan
paroki, sementara umat bahkan pastor pembantu pun tidak sama sekali. Harus
dipegang prinsip ini: Cinta akan uang merupakan akar kejahatan (1Tim 6: 10).
Dan setiap manusia (termasuk para imam, bahkan uskup sekalipun) sangat rentan
terhadap godaan uang.
3. Seperti
Jokowi yang mau ‘blusukan’ menemui
warganya, bahkan yang miskin, demikian juga pastor paroki mau mengunjungi
umatnya. Bukan enak-enakan saja di “istana”nya dengan tablet di hadapannya dan Galaxy
Note II di telinga. Dan yang dikunjungi itu bukan cuma umat yang kaya, yang
selalu mengantar makanan ke pastoran atau mengisikan pulsa, melainkan juga umat
miskin sederhana.
4. Seperti
Jokowi yang tanggap akan masalah, demikian pula pastor paroki akan segera
menyelesaikan masalah yang ada. Bukan dengan menumpuk masalah dan membiarkan
waktu yang menyelesaikannya. Di sini dibutuhkan sikap tegas dan kemauan untuk
berbagi dengan orang-orang yang berkompeten.
5. Seperti
Jokowi yang peduli pada rakyat miskin dengan mengeluarkan kebijakan yang pro
rakyat (misalnya Kartu Jakarta Sehat dan rumah susun) demikian juga pastor
paroki harus memiliki option for the poor
lewat karya pastoralnya. Bukan cuma sibuk mengurus misa, misa dan misa dengan
menekankan kolekte kepada umat. Jangan hanya menumpuk uang dan kekayaan untuk
diri sendiri dan keluarga. Yang harus diingat dan disadari adalah umat bukan
sapi perah bagi pastor.
6. Seperti
Jokowi yang ramah kepada siapa saja (orang miskin, biasa atau kaya, pejabat,
buruh, pedagang PKL, dll) demikian pula hendaknya pastor paroki kepada umatnya.
Jangan pilih kasih dalam bersikap ramah. Jangan hanya ramah dan tersenyum
dengan wanita cantik dan orang kaya saja sementara yang lain dipasang wajah bulldog. Senyum itu untuk semua umat.
Sama seperti perintah kasih Yesus, hendaknya sikap ramah dan senyum itu
ditujukan kepada sesama kita, bahkan orang yang membenci kita.
7. Seperti
Jokowi yang bisa bertindak tegas terhadap bawahannya yang kerja tidak benar,
demikian juga pastor paroki hendaknya tegas kepada karyawan yang tidak benar
dalam kinerjanya. Bukan dengan diam membiarkan sehingga sebuah kesalahan dan
pelanggaran menjadi kebiasaan. Hal ini akan menjadi beban tersendiri bagi calon
pastor paroki yang baru.
Demikianlah resensi
dari ketujuh adegan mimpi saya. Jika semua itu terwujud, bukan tidak mungkin akan
ada perubahan pada wajah paroki dan, seperti Jokowi yang disenangi dan dicintai
rakyatnya, demikian pula pastor paroki akan disenangi dan dicintai umatnya.
Dapatkan semua ini
terwujud? Maaf, ini hanyalah sebuah mimpi.
Moro, 21 Maret
2013
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar