RELASI DEMI KENYAMANAN
No man is an island. Manusia adalah makhluk sosial. Kesosialan
membuat manusia hidup bersama dan berdampingan dengan orang lain. Agak susah
menemukan manusia yang hidup seorang diri dalam lingkungan manusia, karena
ketika lahir pun ia sudah berada dalam lingkungan sosial. Agar dapat terhubung
dengan orang lain, setiap manusia membangun sebuah relasi personal. Di mana pun
manusia berada, ia akan membangun relasi.
Waktu masih kuliah, beberapa rekan dari Flores sangat giat
menjalin relasi dengan beberapa keluarga di mana dia berada. Sekalipun ada
perbedaan latar belakang budaya, karena sifat sosial tadi, membuat relasi yang
dijalin terbangun. Dari jalinan itu banyak yang akhirnya menjadi erat sehingga
rekan itu dianggap sebagai anggota keluarga. Karena itu, sangat terkenal
istilah papi dan mami bagi rekan-rekan dari Flores. Dan umumnya, dari rekan-rekan
Flores saja yang memiliki mami dan papi ini.
Dengan adanya jalinan relasi ini, tentulah rekan-rekan ini mendapatkan
sesuatu yang agak sulit diperoleh dari keluarganya yang nun jauh di seberang. Ia
mendapat perhatian, dan tak jarang kebutuhannya pun terpenuhi.
Selesai kuliah dan akhirnya menjadi imam, beberapa rekan juga
masih meneruskan “tradisi” membangun relasi. Di mana ia berkarya, ia berusaha
menjalin relasi dengan umat. Dan kebanyakan relasi yang dibangun ditujukan
kepada orang-orang berada atau berpunya. Tentulah pengalaman kuliah memberi pelajaran:
relasi memberi perhatian dan terpenuhinya kebutuhan.
Karena itu, tak heran jika menemukan imam yang baru satu dua
tahun imamat sudah hidup bergelimang harta kekayaan. Kalau ditanya, selalu
jawabannya klasik, “Diberi umat.”
Tentulah bukan umat sembarangan yang mau memberi. Umat yang dimaksud adalah
umat kalangan tertentu yang sudah sedari awal dibina relasinya.
Akan tetapi, seakan ada sedikit pergeseran bangunan relasi
tersebut. Awalan relasi itu bersifat jalinan, sekarang berubah menjadi ikatan. Ada
orang tidak lagi sekedar menjalin relasi dengan umat, melainkan juga mengikat
relasi tersebut. Kalau masih bersifat jalinan, untuk memenuhi kebutuhannya, ia
hanya mengeluh di hadapan relasinya itu. Sabda menjadi daging. Keluhannya segera
berwujud. Namun bila sudah menjadi ikatan, ia tidak lagi mengeluh, tetapi
langsung meminta atau bahkan menuntut terpenuhinya keinginan.
Ada nuansa berbeda antara membangun, menjalin dan mengikat
sebuah relasi. Membangun merupakan kebutuhan setiap manusia sebagai makhluk sosial
untuk membuat relasi. Pada menjalin dan mengikat ada intensitas pada relasi. Mengikat
memiliki intensitas yang lebih tinggi daripada menjalin. Di balik jalinan dan
ikatan relasi itu ada interes pribadi.
Karena itu, relasinya hanya ditujukan kepada orang atau keluarga-keluarga kaya
saja.
Satu pertanyaan, kenapa orang selalu berusaha menjalin atau
bahkan mengikat relasi? Satu jawabannya adalah DEMI KENYAMANAN. Orang ingin
nyaman, baik secara fisik maupun psikis. Dia butuh diperhatikan. Dia butuh
harta benda yang tidak mungkin dapat diperoleh dengan mengandalkan kemampuan
sendiri. Artinya, jika hanya mengandalkan gaji sebulan, tak mungkinlah ia dapat
mempunyai harta benda yang berlimpah itu. Karena itu, setelah menjalin, ia
berusaha mengikat relasi.
Terlihat jelas bahwa dalam menjalin dan/atau mengikat relasi,
pusat relasi adalah AKU. Relasi yang telah tercipta harus terarah pada
kepentinganku. Aku diperhatikan. Keinginanku terpenuhi.
Hal ini bertentangan dengan orang yang hanya berusaha
membangun relasi. Karena sadar akan kesosialannya, maka ia akan membuat relasi
dengan siapa saja. Malahan orang kecil tersisih mendapat prioritas. Yesus
adalah contohnya. Selama hidupnya Tuhan Yesus selalu membangun relasi dengan
siapa saja: dengan orang bodoh dan pintar, orang berdosa dan tidak berdosa,
pria dan perempuan, orang dewasa dan anak-anak, orang sehat dan sakit, dll. Dalam
berelasi itu, Yesus tidak berusaha menjalin relasi, apalagi mengikat relasi dengan
mereka. Tak pernah Yesus meminta sesuatu dari mereka, justru Dia selalu memberi
dan memberi.
Pangkalpinang, 23 Juli 2014
by: adrian
Baca juga:
seperti ada asas manfaat
BalasHapusjaman sekarang, dimana budaya hedonis dan materialis menjaya, relasi manusia pun tak lagi semata sosial. Orang berelasi dengan orang lain untuk mendapatkan kenyamanan.
BalasHapusterkadang dalam berelasi itu ada simbiose mutualisme, meski keduanya sama-sama demi kenyamanan
BalasHapus