Minggu, 03 Maret 2013

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (9)

Sambungan sebelumnya....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

27.(Tugas menggembalakan)
Para Uskup membimbing Gereja-Gereja khusus yang dipercayakan kepada mereka sebagai wakil dan utusan Kristus[95], dengan petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat dan teladan mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci. Kuasa itu hanyalah mereka gunakan untuk membangun kawanan mereka dalam kebenaran dan kesucian, dengan mengingat bahwa yang terbesar hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan (lih. Luk 22:26-27). Kuasa, yang mereka jalankan sendiri atas nama Kristus itu, bersifat pribadi, biasa dan langsung, walaupun penggunaannya akhirnya diatur oleh kewibawaan tertinggi Gereja dan dapat diketahui batasan-batasan tertentu, demi faedahnya bagi Gereja atau umat beriman. Berkat kuasa itu para uskup mempunyai hak suci dan kewajiban di hadapan Tuhan untuk menyusun undang-undang bagi bawahan mereka, untuk bertindak sebagai hakim dan untuk mengatur segala sesuatu, yang termasuk ibadat dan kerasulan.

Secara penuh mereka diserahi tugas kegembalaan atau pemeliharaan biasa dan sehari-hari terhadap kawanan mereka. Mereka itu jangan dianggap sebagai wakil Imam Agung di Roma sebab mereka mengemban kuasa mereka sendiri dan dalam arti yang sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing.[96] Maka kuasa mereka tidak dihapus oleh kuasa tertinggi dan universal, melainkan justru ditegaskan, diteguhkan dan dipertahankan.[97] Sebab Roh Kudus memelihara secara utuh bentuk pemerintahan yang ditetapkan oleh Kristus Tuhan dalam Gereja-Nya.

Uskup diutus oleh Bapa-keluarga untuk memimpin keluarga-Nya. Maka hendaknya ia mengingat teladan Gembala Baik, yang datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani (lih. Mat 20:28; Mrk 10:45), dan menyerahkan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya (lih. Yoh 10:11). Ia diambil dari manusia dan merasa lemah sendiri. Maka ia dapat memahami mereka yang tidak tahu dan sesat (lih. Ibr 5:1-2). Hendaklah ia selalu bersedia mendengarkan bawahannya, yang dikasihinya sebagai anak-anaknya sendiri dan diajaknya untuk dengan gembira bekerja sama dengannya. Ia kelak akan memberikan pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa mereka di hadapan Allah (lih. Ibr 13:17). Maka hendaklah ia dalam doa, pewartaan dan segala macam amal cinta kasih memperhatikan mereka maupun orang-orang, yang telah dipercayakan kepadanya dalam Tuhan. Seperti Rasul Paulus ia berhutang kepada semua. Maka hendaklah ia bersedia mewartakan Injil kepada semua orang (lih. Rom 1:14-15) dan mendorong umatnya yang beriman untuk ikut serta dalam kegiatan kerasulan dan misi. Adapun kaum beriman wajib patuh terhadap uskup, seperti Gereja terhadap Yesus Kristus dan seperti Yesus Kristus terhadap Bapa. Demikianlah semua akan sehati karena bersatu[98] dan melimpah rasa syukurnya demi kemuliaan Allah (lih. 2Kor 4:15).

28. (Para imam biasa)
Kristus, yang dikuduskan oleh Bapa dan diutus ke dunia (lih. Yoh 10:36), melalui para Rasul-Nya mengikut-sertakan para pengganti mereka, yakni Uskup-Uskup, dalam kekudusan dan perutusan-Nya.[99] Para Uskup yang sah menyerahkan tugas pelayanan mereka kepada pelbagai orang dalam Gereja dalam tingkat yang berbeda-beda. Demikianlah pelayanan gerejawi yang ditetapkan oleh Allah dijalankan dalam berbagai pangkat oleh mereka, yang sejak kuno di sebut Uskup, Iman dan Diakon.[100] Para imam tidak menerima puncak imamat dan dalam melaksanakan kuasa mereka tergantung dari para Uskup. Namun mereka sama-sama imam seperti para Uskup[101] dan berdasarkan sakramen tahbisan[102] mereka ditahbiskan menurut citra Kristus, Imam Agung yang abadi (lih. Ibr 5:1-10; 7:24; 9:11-28), untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman dan untuk merayakan ibadat ilahi, sebagai imam sejati Perjanjian Baru.[103] Mereka ikut serta dalam tugas Kristus Pengantara tunggal (lih 1Tim 2:5) pada tingkat pelayanan mereka, dan mewartakan sabda ilahi pada semua orang. Tetapi tugas suci mereka terutama mereka laksanakan dalam ibadat Ekaristi atau synaxys. Di situ mereka bertindak atas nama Kristus[104] dan dengan memaklumkan misteri-Nya mereka menggabungkan doa-doa umat beriman dengan korban Kepala mereka. Dalam korban Misa mereka menghadirkan serta menerapkan[105] satu-satunya korban Perjanjian Baru, yakni korban Kristus, yang satu kali mempersembahkan diri kepada Bapa sebagai korban tak bernoda (lih. Ibr 9:11-28), hingga kedatangan Tuhan (lih. 1Kor 11:26). Bagi kaum beriman yang bertobat atau sedang sakit mereka menjalankan pelayanan amat penting, yakni pelayanan pendamaian dan peringatan serta mereka mengantarkan kebutuhan-kebutuhan dan doa kaum beriman kepada Allah Bapa (lih. Ibr 5:1-3). Dengan menunaikan tugas Kristus selaku Gembala dan Kepala menurut tingkat kewibawaan mereka[106], mereka menghimpun keluarga Allah sebagai rukun persaudaraan yang berjiwa kesatuan[107] dan dalam Roh menghantarkannya kepada Allah Bapa melalui Kristus. Di tengah kawanan mereka bersujud kepada-Nya dalam Roh dan kebenaran (lih. Yoh 4:24). Akhirnya, mereka berjerih-payah dalam pewartaan sabda dan pengajaran (lih. 1Tim 5:17), sambil mengimani apa yang dalam renungan mereka baca dalam hukum Tuhan; sambil mengajarkan apa yang mereka imani dan menghayati apa yang mereka ajarkan.[108]

Sebagai pembantu yang arif badan para Uskup[109] sebagai penolong dan organ mereka, para imam dipanggil untuk melayani Umat Allah. Bersama uskup mereka imam-imam merupakan satu presbiterium (dewan imam)[110], NAMUN DIBEBANI PELBAGAI TUGAS. Di masing-masing jemaat setempat, mereka dalam arti tertentu menghadirkan Uskup, yang mereka dukung dengan semangat percaya dan kebesaran hati. Sesuai dengan bagian mereka, mereka ikut mengemban tugas serta keprihatinan Uskup dan ikut menunaikannya dengan ketekunan setiap hari. Di bawah kewibawaan Uskup para imam menguduskan dan membimbing bagian kawanan Tuhan yang di serahkan kepada mereka. Mereka menampilkan Gereja semesta di tempat mereka, dan mereka memberi sumbangan sungguh berarti dalam membangun seluruh tubuh Kristus (lih. Ef 4:12). Sambil selalu memperhatikan kesejahteraan anak-anak Allah, mereka hendaknya mendukung karya pastoral seluruh keuskupan, bahkan seluruh Gereja. Karena keterlibatan mereka dalam imamat dan perutusan itu hendaklah para imam memandang Uskup sebagai bapa mereka dan mematuhinya penuh hormat. Sedangkan Uskup hendaknya memandang para imam, rekan-rekan sekerjanya, sebagai putera dan sahabat, seperti Kristus sudah tidak menyebut para murid-Nya hamba lagi, melainkan sahabat (lih. Yoh 15:15). Jadi berdasarkan tahbisan dan pelayanan, semua imam, baik diosesan maupun religius, digabungkan dengan badan para Uskup dan sesuai dengan panggilan serta rahmat yang mereka terima mengabdi kepada kesejahteraan segenap Gereja.

Oleh karena tahbisan suci dan perutusan bersama, semua imam saling berhubungan dalam persaudaraan yang akrab. Persaudaraan itu dengan ikhlas dan rela hati akan tampil dalam saling memberi bantuan, baik rohani maupun jasmani, di bidang pastoral maupun pribadi, dalam pertemuan-pertemuan maupun dalam persekutuan hidup, karya dan cinta kasih.

Hendaklah mereka sebagai bapa dalam Kristus memelihara kaum beriman, yang mereka lahirkan secara rohani dengan baptis dan pengajaran (lih. 1Kor 4:15; 1Ptr 1:23). Hendaklah mereka penuh semangat menjadi teladan bagi kawanan mereka (lih. 1Ptr 5:3), dan mengetuai serta melayani jemaat setempat mereka sedemikian rupa, sehingga jemaat itu layak dapat disebut dengan nama, yang menjadi lambang kehormatan bagi satu Umat Allah seluruhnya, yakni Gereja Allah (lih. 1Kor 1:2; 2Kor 1:1; dan di tempat-tempat lain). Hendaklah mereka menyadari bahwa dengan perilaku serta kesibukan-kesibukan mereka sehari-hari mereka harus memperlihatkan citra pelayanan imam dan pastoral yang sejati, kepada kaum beriman maupun tak beriman, kepada Umat katolik maupun bukan katolik dan wajib memberikan kesaksian kebenaran dan hidup kepada semua orang. Hendaklah mereka sebagai gembala baik juga mencari mereka (lih. Luk 15:4-7), yang memang dibaptis dalam Gereja katolik, tetapi tidak lagi menerima sakramen-sakramen bahkan telah meninggalkan iman.

Karena sekarang ini umat manusia semakin merupakan kesatuan di bidang kenegaraan, ekonomi dan sosial, maka semakin perlu pulalah para imam bersatu padu dalam segala usaha dan karya di bawah bimbingan para Uskup dan Imam Agung Tertinggi. Hendaklah mereka menyingkirkan apa saja yang menimbulkan perpecahan supaya segenap umat manusia dibawa ke dalam kesatuan keluarga Allah.

29. (Para Diakon)
Pada tingkat hirarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan “bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan”.[111] Sebab dengan diteguhkan rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada Umat Allah dalam perayaan liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan Uskup dan para imamnya. Adapun tugas diakon, sejauh dipercayakan kepadanya oleh kewibawaan yang berwenang, yakni: menerimakan baptis secara meriah, menyimpan dan membagikan Ekaristi, atas nama Gereja menjadi saksi perkawinan dan memberkatinya, mengantarkan Komuni suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya, membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman, mengajar dan menasehati Umat, memimpin ibadat dan doa kaum beriman, menerimakan sakramen-sakramentali, memimpin upacara jenazah dan pemakaman. Sambil membaktikan diri kepada tugas-tugas cinta kasih dan administrasi, hendaklah para diakon mengingat nasehat Santo Polikarpus: “Hendaknya mereka selalu bertindak penuh belaskasihan dan rajin, sesuai dengan kebenaran Tuhan, yang telah menjadi hamba semua orang”.[112]

Namun karena tugas-tugas yang bagi kehidupan Gereja sangat penting itu menurut tata-tertib yang sekarang berlaku di Gereja Latin di pelbagai daerah sulit dapat dijalankan, maka di masa mendatang diakonat dapat diadakan lagi sebagai tingkat hirarki tersendiri dan tetap. Adalah tugas berbagai macam konferensi Uskup setempat yang berwewenang untuk menetapkan dengan persetujuan Imam Agung Tertinggi sendiri, apakah dan di manakah sebaiknya diangkat diakon-diakon seperti itu demi pemeliharaan jiwa-jiwa. Dengan ijin Imam Agung di Roma diakonat itu dapat diterimakan kepada pria yang sudah lebih masak usianya, juga yang berkeluarga; pun juga kepada pemuda yang cakap tetapi bagi mereka ini hukum selibat harus dipertahankan.


[95] BENEDIKTUS XIV, Breve Romana Ecclesia, 5 Oktober 1752, par. 1: Bullarium Benedicti XIV, jilid IV, Roma 1758, 21: “Uskup membawa citra Kristus, dan melaksanakan tugas-Nya”. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, AAS 35 (1943) hlm. 211: “Mereka menggembalakan dan membimbing kawanan yang diserahkan kepada mereka masing-masing atas nama Kristus”.
[96] Lih. LEO XIII, Ensiklik Satis Cognitum, 29 Juni 1896: ASS 28 (1895-96) hlm. 732. IDEM, Surat Officio
sanctissimo, 22 Desember 1887: ASS 20 (1887) hlm. 264. PIUS IX, Surat apostolik kepada para Uskup di Jerman, 12 Maret 1875, dan amanat Konsistori, 15 Maret 1875: DENZ 3112-3117, hanya dalam terbitan baru.
[97] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi Dogmatis Pastor Aeternus, 3: DENZ. 1828 (3061). Lih. Risalah ZINELLI: MANSI 52, 1114D.
[98] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Efesus 5,1: terb. FUNK, I, hlm. 216.
[99] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Efesus 5,1: terb. FUNK, I, hlm. 218.
[100] Lih. KONSILI TRENTE, Tentang sakramen Tahbisan, bab 2: DENZ. 958 (1765), dan kanon 6: DENZ. 966
(1776)
[101] Lih. INOSENSIUS I, Surat kepada Desensius: PL 20,554A; MANSI 3,1029; DENZ. 98 (215): “Meskipun para imam itu imam tingkat dua, namun tidak menerima puncak imamat”. S. SIPRIANUS, Surat 61,3: terb.
HARTEL, HLM. 696.
[102] Lih. KONSILI TRENTE, Tentang sakramen Tahbisan, DENZ. 956a-968 (1763-1778), dan khususnya kanon 7: DENZ. 967 (1777). PIUS XII, Konstitusi apostolik Sacramentum Ordinis: DENZ. 2301 (3857-61).
[103] Lih. INOSENSIUS I, Surat kepada Desensius. S. GREGORIUS dari Nazianze, Apologia II,22: PG 35,432B.
Pseudo-DIONISIUS, Gereja Hie, 1,2: PG 3,372D.
[104] Lih. KONSILI TRENTE, Sidang 22: DENZ. 940 (1743). PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei, 20 November 1947: AAS 39 (1947) hlm. 553: DENZ. 2300 (3850).
[105] Lih. KONSILI TRENTE, Sidang 22: DENZ. 940 (1739-40). KONSILI VATI8KAN II, Konstitusi tentang Liturgi suci, Sacrosanctum Concilium, n. 7 dan no. 47, AAS 56 (1964) hlm. 100 dan 113.
[106] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mediator Dei, no. 67.
[107] Lih. S. SIPRIANUS, Surat 11,3: PL 4,242B; HARTEL, II,2, hlm. 497.
[108] Lih. Pontificale Romanum, tentang Tahbisan imam, pada pengenaan pakaian Misa.
[109] Lih. Pontificale Romanum, tentang Tahbisan imam, pendahuluan
[110] Lih. S. INNASIUS Martir, Surat kepada umat di Filadelfia, 4: terb. FUNK, I, hlm. 266. S. KORNELIUS I, S.
SIPRIANUS, Surat 48,2: HARTEL, III, 2, HLM. 610.
[111] “Ketetapan-ketetapan Gereja di Mesir”, III, 2: terb. FUNK, Didascalia (pengajaran), II, hlm. 103. Statuta Eccl. Ant. 37-41: MANSI 3,954.
[112] S. POLIKARPUS, Surat kepada Fil. 5,2: terb. FUNK, I, hlm. 300: Dikatakan bahwa Kristus “telah menjadi
pelayan semua orang”. Lih. Didache (pengajaran), 15,1: FUNK, I, hlm. 32. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada
umat di Tralles, 2, 3: FUNK, I, hlm. 242. “Ketetapan-ketetapan para Rasul”, 8, 28, 4: terb. FUNK, Didascalia, I,
hlm. 530.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar