Minggu, 24 Februari 2013

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (8)

Sambungan sebelumnya ....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

24. (Tugas para Uskup pada umumnya)
Dari Tuhan, yang diserahi segala kuasa di langit dan di bumi, para Uskup selaku pengganti para Rasul menerima perutusan untuk mengajar semua suku bangsa dan mewartakan Injil kepada segenap makhluk supaya semua orang, karena iman, baptis dan pelaksanaan perintah-perintah memperoleh keselamatan (lih. Mat 28:18-20; Mrk 16:15-16; Kis 26:17 dsl.). Untuk menunaikan perutusan itu, Kristus Tuhan menjanjikan Roh Kudus kepada para Rasul dan pada hari Pantekosta mengutus-Nya dari sorga supaya mereka karena kekuatan Roh menjadi saksi-saksi-Nya hingga ke ujung bumi, di hadapan kaum kafir, para bangsa dan raja-raja (lih. Kis 1:8; 2:1; dsl; 9:15). Adapun tugas yang oleh Tuhan diserahkan kepada para gembala umat-Nya itu sungguh-sungguh merupakan pengabdian, yang dalam Kitab suci dengan tepat disebut diakonia atau pelayanan (lih. Kis 1:17 dan 25; 21:19; Rom 11:13; 1Tim 1:12).

Para Uskup dapat menerima misi kanonik menurut adat-kebiasaan yang sah, yang tidak dicabut oleh kuasa tertinggi dan universal Gereja atau sesuai dengan hukum yang oleh kewibawaan itu juga ditetapkan atau diakui atau secara langsung oleh pengganti Petrus sendiri. Bila beliau tidak setuju atau tidak menerima mereka ke dalam persekutuan apostolis, para Uskup tidak dapat diterima dalam jabatan itu.[75]

25. (Tugas mengajar)
Di antara tugas-tugas para Uskup pewartaan Injillah yang terpenting.[76] Sebab para Uskup itu pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus. Mereka mengajar yang otentik, atau mengemban kewibawaan Kristus, artinya: mewartakan kepada umat yang diserahkan kepada mereka iman yang harus dipercayai dan diterapkan pada perilaku manusia. Di bawah cahaya Roh Kudus mereka menjelaskan iman dengan mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaan Perwahyuan (lih. Mat 13:52). Mereka membuat iman itu berubah dan dengan waspada menanggulangi kesesatan-kesesatan yang mengancam kawanan mereka (lih. 2Tim 4:1-4). Bila para Uskup mengajar dalam persekutuan dengan Imam Agung di Roma, mereka harus dihormati oleh semua sebagai saksi kebenaran ilahi dan katolik. Kaum beriman wajib menyambut dengan baik ajaran Uskup mereka tentang iman dan kesusilaan, yang disampaikan atas nama Kristus, dan mematuhinya dengan ketaatan hati yang suci. Kepatuhan kehendak dan akalbudi yang suci itu secara istimewa harus ditunjukkan terhadap wewenang mengajar otentik Imam Agung di Roma, juga bila beliau tidak beramanat ex cathedra; yakni sedemikian rupa sehingga wewenang beliau yang tertinggi untuk mengajar diakui penuh hormat dan ajaran yang beliau kemukakan diterima setulus hati sesuai dengan maksud dan kehendak beliau yang nyata, yang dapat diketahui terutama atau dari sifat dokumen-dokumen atau karena ajaran tertentu sering beliau kemukakan atau juga dari cara beliau berbicara.

Biarpun Uskup masing-masing tidak mempunyai kurnia istimewa tidak dapat sesat, namun kalau mereka – juga bila tersebar di seluruh dunia, tetapi tetap berada dalam persekutuan antar mereka dan dengan pengganti Petrus – dalam ajaran otentik tentang perkara iman dan kesusialaan sepakat bahwa suatu ajaran tertentu harus diterima secara definitif, merekapun memaklumkan ajaran Kristus tanpa dapat sesat.[77] Dan itu terjadi dengan lebih jelas lagi, bila mereka bersidang dalam Konsili Ekumenis serta bertindak sebagai guru dan hakim iman serta kesusilaan terhadap Gereja semesta; keputusan-keputusan mereka harus diterima dengan kepatuhan iman.[78]

Adapaun ciri tidak dapat sesat itu, yang atas kehendak Penebus ilahi dimiliki Gereja-Nya dalam menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan meliputi seluruh perbendaharaan Wahyu ilahi, yang harus dijagai dengan cermat dan diuraikan dengan setia. Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di Roma, Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif.[79] Oleh karena itu sepantasnyalah dikatakan, bahwa ketetapan-ketetapan ajaran beliau tidak mungkin diubah dari dirinya sendiri dan bukan karena persetujuan Gereja. Sebab ketetapan-ketetapan itu dikemukakan dengan bantuan Roh Kudus, yang dijanjikan kepada Gereja dalam diri Santo Petrus. Oleh karena itu tidak membutuhkan persetujuan orang-orang lain, lagi pula tidak ada kemungkinan naik banding kepada keputusan yang lain. Sebab di situlah Imam Agung di Roma mengemukakan ajaran beliau bukan sebagai perorangan prive; melainkan selaku guru tertinggi Gereja semesta, yang secara istimewa mengemban kurnia tidak dapat sesat Gereja sendiri, beliau menjelaskan atau menjaga ajaran iman katolik.[80] Sifat tidak dapat sesat yang dijanjikan kepada Gereja ada pula pada badan para Uskup bila melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti Petrus. Ketetapan-ketetapan ajaran itu tidak akan pernah tidak disetujui oleh Gereja berkat karya Roh Kudus itu juga, yang memelihara dan memajukan seluruh kawanan Kristus dalam kesatuan iman.[81]

Tetapi bila Imam Agung di Roma atau badan para Uskup bersama dengan beliau menetapkan ajaran itu mereka kemukakan sesuai dengan Wahyu sendiri, yang harus dipegang teguh oleh semua orang yang menjadi pedoman hidup mereka. Wahyu itu secara tertulis atau melalui tradisi secara utuh diteruskan melalui pergantian para Uskup yang sah dan terutama berkat usaha Imam Agung di Roma sendiri. Berkat cahaya Roh kebenaran wahyu itu dalam Gereja dijaga dengan cermat dan diuraikan dengan setia.[82] Untuk mendalaminya dengan seksama dan menyatakannya dengan tepat Imam Agung di Roma dan para Uskup sesuai dengan jabatan mereka dan pentingnya perkaranya harus memberi perhatian sepenuhnya dan menggunakan upaya-upaya yang serasi.[83] Tetapi mereka tidak menerima adanya wahyu umum yang baru, yang termasuk perbendaharaan ilahi iman.[84]

26. (Tugas menguduskan)
Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi”[85] terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya[86] dan yang tiada hentinya menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja. Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi para gembala mereka dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja.[87] Gereja-Gereja itu di tempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di situ umat beriman berhimpun karena pewartaan Injil Kristus dan dirayakan misteri Perjamuan Tuhan, “supaya karena Tubuh dan Darah Tuhan semua saudara perhimpunan dihubungkan erat-erat”.[88] Di setiap himpunan di sekitar altar dengan pelayanan suci Uskup[89] tampillah lambang cinta kasih dan “kesatuan tubuh mistik itu syarat mutlak untuk keselamatan”.[90] Di jemaat-jemaat itu meskipun sering hanya kecil dan miskin atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.[91] Sebab “keikut-sertaan dalam tubuh dan darah Kristus tidak lain berarti berubah menjadi apa yang kita sambut”.[92]

Adapun semua perayaan Ekaristi yang sah dipimpin oleh Uskup. Ia diserahi tugas mempersembahkan ibadat agama kristiani kepada Allah yang maha agung dan mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja, yang untuk keuskupan masih perlu diperinci menurut pandangan Uskup sendiri.

Demikianlah para Uskup, dengan berdoa dan bekerja bagi umat, membagikan kepenuhan kesucian Kristus dengan pelbagai cara dan secara melimpah. Dengan pelayanan sabda mereka menyampaikan kekuatan Allah kepada umat beriman demi keselamatannya (lih. Rom 1:16). Dengan sakramen-sakramen, yang pembagiannya mereka urus dengan kewibawaan mereka supaya teratur dan bermanfaat[93], mereka menguduskan umat beriman. Mereka mengatur penerimaan baptis, yang memperoleh keikut-sertaan dalam imamat rajawi Kristus. Merekalah pelayan sesungguhnya sakramen penguatan, mereka pula yang menerima tahbisan-tahbisan suci dan mengatur dan mengurus tata-tertib pertobatan. Dengan saksama mereka mendorong dan mendidik umat supaya dengan iman dan hormat menunaikan perannya dalam liturgi dan terutama dalam korban kudus misa. Akhirnya mereka wajib membantu umat yang mereka pimpin dengan teladan hidup mereka, yakni dengan mengendalikan perilaku mereka dan menjauhkan dari segala cela dan – sedapat mungkin dengan pertolongan Tuhan – mengubahnya menjadi baik. Dengan demikian mereka akan mencapai hidup kekal bersama dengan kawanan yang dipercayakan kepada mereka.[94]


[75] Lih. Kitab Hukum Kanonik untuk Gereja-Gereja Timur, kanon 216-314: tentang para Batrik; kanon 324-339:
Tentang para Uskup Agung yang lebih tinggi derajdnya; kanon 362-391: tentang para pejabat lainnya; khususnya kanon 238 par.3; 216; 240; 251; 255: tentang pengangkatan para Uskup oleh baterik.
[76] Lih. KONSILI TRENTE, Ketetapan tentang Pembaharuan, sidang V, bab 2 no. 9, dan sidang XXIV, kanon 4;
Conc. Oec. Decr., hlm. 645 dan 739
[77] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Dei Filius, 3: DENZ, 1792 (3001). Lih. Catatan yang dibutuhkan pada Skema I “tentang Gereja” (dikutib dari S. ROBERTUS BELLARMINUS): MANSI 51, 579C; Juga Skema Konstitusi II “tentang Gereja kristus yang telah di revisi, beserta komentar KLEUTGEN: MANSI 53, 313AB. PIUS IX, Surat Tuas Libenter: DENZ. 1683 (2879).
[78] Lih. Kitab Hukum Kanonik (lama), kanon 1322-1323).
[79] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Pastor Aeternus: DENZ 1839 (3074).
[80] Lih. Penjelasan GASSER dalam KONSILI VATIKAN I: MANSI 52, 1213 AC.
[81] Lih. GASSER, di tempat itu juga: MANSI 1214A.
[82] Lih. GASSER, di tempat itu juga: MANSI 1215CD, 1216-1217A.
[83] Lih. GASSER, di tempat itu juga: MANSI 1213.
[84] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis Pastor Aeternus, 4: DENZ. 1836 (3070).
[85] Doa tahbisan Uskup menurut tata-upacara (ritus) bizantin: Euchologion to mega, Roma 1873, hlm. 139.
[86] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Smirna, 8,1: terb. FUNK, I, hlm. 282.
[87] Lih. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17, dan di berbagai tempat lainnya.
[88] Doa mozarabis: PL 96,759B.
[89] Lih. S. IGNASIUS Martir, Surat kepada umat di Smirna 8,1: terb. FUNK, I, hlm. 282.
[90] S. TOMAS, Summa Theol. III, soal 73, art. 3.
[91] Lih. S. AGUSTINUS, Melawan faustus, 12, 20: PL 42, 265; Kotbah 57,7: PL 38, 389, dan lain-lain.
[92] S. LEO AGUNG, Kotbah 63,7: PL 54, 357C.
[93] Lih. Tradisi para rasul menurut Hipolitus, 2,3: terb. BOTTE, hlm. 26-30.
[94] Lih. “teks penyelidikan” pada awal tahbisan Uskup, dan Doa pada akhir Misa tahbisan itu, sesudah Te Deum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar