MENIKAH DENGAN ORANG ISLAM
Pengasuh yang
terkasih, perkenalkan nama saya Maria asal Kalimantan. Kini, saya berumur 23
tahun dan bekerja di sebuah pabrik di Jakarta. Sudah tiga tahun ini saya
menjalin hubungan yang cukup serius dengan seorang cowok beragama Islam. Saya
sangat mencintai pacar saya itu, begitu juga sebaliknya dengan dia. Dua hari
yang lalu, kami membuat kesepakatan bahwa kami akan menikah dengan tetap
mempertahankan agama kami masing-masing. Apa yang harus kami lakukan agar kami
bisa menikah di Gereja secara Katolik? Syarat-syarat apa saja yang harus kami
penuhi agar kami bisa melangsungkan pernikahan beda agama tersebut? Susah tidak
mengurusnya?
Maria, Jakarta
Maria yang terkasih, sebelum
saya menjawab pertanyaanmu, terlebih dahulu saya mau menegaskan bahwa di dalam
perkawinan, suami-istri bersama-sama berusaha untuk membangun persekutuan
seluruh hidup. Persekutuan tersebut terarah pada kesejahteraan keduanya sekaligus
bersifat terbuka bagi hadirnya anak. Supaya persekutuan seluruh hidup bisa
dicapai dengan mudah, maka Gereja mengharapkan agar orang Katolik menikah
dengan pasangan yang juga Katolik. Perkawinan yang ideal menurut Gereja ialah
perkawinan Katolik dengan Katolik. Oleh sebab itu, Gereja menjadikan perbedaan
agama sebagai sebuah halangan agar seorang Katolik bisa menikah secara sah
dengan mereka yang tidak dibaptis.
Ada beberapa alasan mengapa
Gereja menjadikan perbedaan agama sebagai halangan untuk bisa melangsungkan
perkawinan secara sah secara Katolik, kecuali dengan dispensasi. Pertama, Gereja menyadari bahwa
hidup bersama dengan mereka yang tidak seiman bisa berpengaruh pada pihak
Katolik dalam menghayati dan menghidupi imannya. Kedua, ada kesukaran-kesukaran
konkret tak hanya terkait dengan penghayatan iman, tetapi juga dalam tugas dan
tanggung jawab orangtua mendidik anak-anak yang lahir dari perkawinan. Ketiga, ada kesukaran konkret
mengenai penghayatan perkawinan.
Nah, Maria telah menjalin hubungan
dengan laki-laki beragama Islam dan sangat mencintainya. Apa yang harus
dilakukan? Gereja memang dalam arti tertentu menghalangi orang Katolik menikah
dengan mereka yang tidak dibaptis. Tetapi, Gereja tak bisa menutup mata
terhadap kenyataan bahwa pihak Katolik mencintai mereka yang tidak dibaptis.
Jika hubungan itu dilanjutkan dengan perkawinan, maka Gereja memberikan
dispensasi supaya perkawinan tersebut diterima oleh Gereja sebagai perkawinan
yang sah. Maka, Maria sebaiknya menghubungi pastor paroki tempat di mana Maria
tinggal, dan menyampaikan bahwa calon suami Maria adalah pihak yang tidak
dibaptis.
Supaya dispensasi bisa
diusahakan, maka dibutuhkan beberapa syarat berikut ini: Pertama, Maria sebagai pihak
Katolik berjanji untuk setia pada iman Katolik. Kedua, berjanji untuk berusaha
sekuat tenaga mendidik dan membesarkan anak-anak yang akan lahir secara
Katolik. Ketiga,
pasanganmu diberitahu mengenai janji yang Maria nyatakan sehingga pasanganmu
juga sadar akan janji dan kewajibanmu sebagai orang Katolik. Keempat, tujuan dan sifat-sifat
hakiki perkawinan Katolik tidak boleh dikecualikan oleh pasanganmu. Maria yang
terkasih, perlu saya tambahkan di sini bahwa halangan perkawinan beda agama
bersifat gerejawi. Karena, itu hanya mengikat orang Katolik dan mereka yang
menikah dengan orang Katolik. Maria, sekian penjelasan dari saya. Saya
mendukungmu dalam doa-doa.
***
Pengasuh yang
baik hati, saat ini saya tinggal di sebuah dusun terpencil. Sudah tujuh tahun
ini saya hidup bersama layaknya suami-istri dengan tetangga perempuan yang
sangat saya cintai, tanpa suatu ikatan pernikahan yang resmi. Kami sudah
memiliki seorang anak. Teman-teman saya dari kota mengatakan, bahwa kami kumpul
kebo. Orang sekitar kami tidak mempedulikan hubungan kami, karena banyak yang
hidup seperti kami ini. Saya beragama Katolik tapi jarang ke gereja dan
pasangan saya beragama Kristen Protestan. Kami ingin mensahkan hubungan kami
ini secara Katolik, karena pasangan saya mau menjadi Katolik. Apa yang harus
saya lakukan?
Albertus, Kalimantan
Albertus yang terkasih,
terima kasih atas keterbukaanmu. Hidup bersama dengan seorang perempuan,
meskipun atas dasar cinta, jika belum disatukan dalam sebuah ikatan perkawinan
yang sah tentu saja tak dapat dibenarkan. Dalam pandangan Gereja Katolik,
sebuah perkawinan baru bisa dikatakan sebagai perkawinan yang sah jika
sekurang-kurangnya memenuhi tiga syarat berikut ini.
Pertama, seseorang harus bebas dari halangan nikah yang menggagalkan. Ada
sejumlah halangan yang menggagalkan seseorang untuk melangsungkan perkawinan
secara sah di dalam Gereja Katolik. Tetapi, di sini saya menyebutkan salah satu
saja, yaitu halangan nikah ikatan nikah. Semua orang yang telah melangsungkan
perkawinan tidak dapat melangsungkan perkawinan baru dengan pihak ketiga. Itu
berarti, selama perkawinan pertama masih ada, maka seseorang tak dapat
melangsungkan sebuah perkawinan baru secara sah. Halangan nikah ikatan nikah
bersumber pada hukum Ilahi, maka mengikat semua orang baik dibaptis maupun
tidak dibaptis.
Kedua, tidak cacat dalam konsensus. Pada dasarnya, konsensus atau
kesepakatan seorang laki-laki dan seorang perempuan merupakan dasar dari
perkawinan. Keduanya berjanji (bersepakat) untuk membangun kebersamaan seluruh
hidup, setia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang. Ada sejumlah hal
yang membuat seseorang tidak bisa membuat konsensus atau kesepakatan dalam
perkawinan secara benar dan penuh kebebasan. Misalnya, mereka yang mengalami
gangguan psikis serius tentu saja tidak dapat membuat konsensus yang benar dan
penuh kebebasan.
Ketiga, melaksanakan peneguhan perkawinan menurut ketentuan Gereja
Katolik. Artinya, sebuah perkawinan dikatakan sah jika dilaksanakan berdasarkan
tata peneguhan yang sah menurut Gereja Katolik.
Sekarang
ini, Albertus hidup bersama dengan seorang perempuan Protestan dan sudah
memiliki satu anak. Ada beberapa hal yang, menurut saya, baik untuk
diperhatikan. Pertama,
jika Albertus merasa yakin dengan kelanjutan hubungan ini, maka tidak ada
salahnya hubunganmu dengan perempuan tersebut disahkan di dalam Gereja Katolik.
Untuk itu, Albertus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pastor paroki di mana
Albertus tinggal. Kedua,
karena pasanganmu ingin menjadi Katolik, maka baik jika pada saat dia diterima
dalam Gereja Katolik, pada saat itulah perkawinanmu disahkan. Tetapi untuk hal
ini, sekali lagi saya menganjurkan Albertus untuk berkonsultasi dengan pastor
paroki.
sumber: Hidup Katolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar