Rabu, 12 Januari 2022

MELIHAT ISI BUKU "MUSLIM PERTAMA: MELIHAT MUHAMMAD LEBIH DEKAT"

Buku dengan judul “Muslim Pertama: Melihat Muhammad Lebih Dekat” merupakan salah satu karya Lesley Hazleton. Tak ada reaksi protes dari kalangan umat islam atas buku ini, sebagaimana yang dialami dengan buku “Lima Kota” yang akhirnya dibakar oleh Gramedia. Hal ini dapat disimpulkan bahwa isi buku ini sesuai dengan kebenaran islam. Sebab jika tidak, pastilah muncul demo, protes yang berakhir pada pemusnahan buku, sebagaimana buku “Lima Kota”.

Dengan membaca buku ini tentulah orang mengetahui sesuatu kebenaran yang sesuai dengan apa yang diakui oleh umat islam. Selain itu, judul buku juga menjadi alasan saya membelinya. Judul besar buku ini: “MUSLIM PERTAMA”, menjadi daya tarik orang untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan muslim pertama. Memang awalnya orang sudah menyangka bahwa buku ini akan membahas riwayat hidup Muhammad (terlihat dari sub judulnya), namun bukan berarti muslim pertama itu adalah Muhammad. Jika Muhammad adalah muslim pertama, lantas para nabi sebelum Muhammad itu sebagai muslim keberapa? Adam, bagi orang islam, adalah manusia pertama dan diakui sebagai nabi dalam dunia islam (Yahudi dan Kristen tidak). Kenapa bukan Adam sebagai muslim pertama?

Terus terang frasa “muslim pertama” pada judul buku ini sedikit membingungkan. Dan sayangnya Hazelton sama sekali tidak menjelaskan maksud frasa itu. Walau bagaimana pun, fokus tulisan ini adalah mengulas isi buku ini yang berbicara tentang Muhammad. Kebetulan, kisah Muhammad yang diungkap Hazleton dalam bukunya ini, sama sekali tidak ada tanggapan negatif dari umat islam. Hal ini berarti riwayat tentang Muhammad dalam buku ini sudah benar, sudah sesuai dengan selera umat islam.

Mengkritisi Tulisan Hazleton, Memahami Muhammad

Riwayat Muhammad yang disajikan Hazleton dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu Bocah Yatim (hlm 3 – 101), yang mengisahkan latar belakang keluarga Muhammad hingga pernikahannya dengan Khadijah; Masa Pengasingan (hlm 105 – 302), yang mengisahkan kehidupan Muhammad dan pengikutnya di Madinah; dan Sang Pemimpin (hlm 305 – 350), yang bercerita kehidupan Muhammad setelah kembali ke Mekkah dan menjadi pemimpin islam.

Salah satu hal yang membuat buku ini kurang menarik adalah ketiadaan judul bab. Hazleton hanya membagi tiga bagian tadi ke dalam bab-bab yang tak berjudul. Hal ini membuat judul bagian buku terkesan lucu. Misalnya, bagian pertama dikatakan “bocah”, padahal uraiannya hingga Muhammad menikah. Saat menikah, Muhammad sudah bukan bocah lagi. Selain itu, tidak ada keterangan waktu dan lokasinya, yang membuat pembaca bingung. Misalnya, bagian pertama itu dari tahun berapa hingga berapa, demikian pula bagian dua dan tiga; lokasinya di mana.

Akan tetapi, setelah membaca buku ini saya akhirnya bisa memahami siapa Muhammad itu. Dan inilah yang menjadi tujuan telaah buku ini. Saya mengurai telaah saya tidak berdasarkan pembagian Hazleton, melainkan pembagian saya sendiri. Sebenarnya pembagian ini tidak jauh berbeda dengan pembagian yang dibuat Hazleton.

1.    Menjadi Nabi atau Rasul

Dari latar belakang keluarga besar Muhammad, dapat dikatakan bahwa mulanya mereka adalah kafir dan hidup dalam budaya kekafiran. Kafir di sini tidak sama dengan ateis, tetapi penyembahan berhala. Sekalipun kafir, orang Arab zaman dulu sudah memiliki sikap religius.

Ternyata, jauh sebelum Muhammad lahir sudah ada Ka’bah. Sekalipun sering dikaitkan dengan Ibrahim, tak kurang terjadi praktek penyembahan berhala di sana. Bahkan, beberapa tradisi haji sekarang ini merupakan pengembangan lanjut dari tradisi kafir itu. Dan ternyata dari dulu Ka’bah sudah sering diperebutkan.

Muhammad lahir sebagai bayi yatim. Ia dibesarkan oleh seorang wanita Badui. Dikatakan bahwa kehidupan suku Badui sangat tertanam dalam pembentukan diri Muhammad. Hal ini terlihat dari cara hidup Muhammad yang sederhana, pekerja keras, dll.

Membaca riwayat Muhammad saat masih kecil, kita dapat menyimpulkan bahwa Muhammad adalah anak yang tak diinginkan. Sejak bayi dia sudah ditolak oleh kaumnya. Penolakan ini tentulah membekas di dalam diri Muhammad.

Ketika masih kanak-kanak, ketika sudah kembali ke Mekkah, Muhammad melihat adanya ketidakberesan dalam kehidupan masyarakatnya. Yang suci dan profan bercampur dengan mudah; peziarahan Ka’bah bersatu dengan perdagangan. Muhammad melihat betapa orang berkuasa selalu Berjaya dan kaya, menguasai orang lain yang tak berdaya.

Semua situasi ini menimbulkan obsesi dalam diri Muhammad. Dia tak mau lagi menjadi orang terpinggirkan. Pengalaman penolakan masih membekas. Maka Muhammad berusaha untuk menjadi penguasa. Kekacauan teologis dan politik yang dia lihat menjadi inspirasi untuk menumbuhkan agama pemersatu. Muhammad menemukan jalan untuk berkuasa, yaitu melalui agama.

Perlu diketahui, pada masa Muhammad, di Mekkah sudah menyebar beberapa agama, seperti Yahudi dan kristen. Agama Kristen yang berkembang kuat di sana adalah yang berasal dari bidaah Arianisme dan Nestorian. Bukan tidak mungkin, ajaran Kristen yang diterima Muhammad dipengaruhi oleh dua aliran sesat ini. Karena menerima dari ajaran sesat, maka Muhammad juga salah memahami ajaran Kristen waktu itu. Semua bahan ini akhirnya dibawa Muhammad ke Goa Hira untuk direnungkan.

Karena sudah terobsesi ingin berkuasa, dan menemukan jalannya melalui media agama, maka Muhammad mulai membuat pengakuan-pengakuan atas kenabiannya. Muhammad mengatas-namakan wahyu. Awalnya, Muhammad mendapat penolakan atas kenabiannya. Muhammad sudah sejak bayi ditolak, karena itu penolakan warga atas peran kenabiannya tidak berpengaruh besar. Justru malah menambah semangat Muhammad.

Pada masa ini Muhammad berusaha tampil sebagai seorang nabi. Gambaran nabi yang sudah dipelajarinya, diterapkan dalam menghadapi penolakan itu. Salah satunya adalah sikap rendah hati dan berserah. Sekalipun dihina, ditolak dan dicela, Muhammad tidak membalas. Hal ini menimbulkan rasa simpati pada beberapa warga, sehingga mereka akhirnya ikut bergabung.

2.    Menjadi Pemimpin

Lama kelamaan pengikut Muhammad semakin bertambah banyak. Mereka mengikuti teladan hidup Muhammad dalam menghadapi cemoohan, hinaan dan penolakan. Penguasa Mekkah mulai merasa gelisah, karena ada indikasi Muhammad mau menguasai Ka’bah.

Demi keselamatan pengikutnya, Muhammad memutuskan untuk keluar dari Mekkah. Ini merupakan salah satu karakter seorang pemimpin: mengutamakan keselamatan anggotanya. Mulanya mereka menyingkir ke Ethiopia. Pada waktu itu Ethiopia adalah salah satu kerajaan Kristen. Kelompok Muhammad diterima dengan baik oleh Raja Negus.

Ada satu pernyataan menarik dari Hazleton yang perlu dikritisi. Dikatakan bahwa saat menerima kelompok Muhammad itu, Raja Negus, yang adalah penganut Kristen yang taat, menyatakan bahwa ajaran Muhammad merupakan ajaran Yesus juga. Perlu diketahui bahwa ajaran Muhammad saat itu masih sebatas monoteisme. Selain itu, pernyataan itu bertujuan supaya warganya menerima rombongan Muhammad.

Dari Ethiopia, kelompok Muhammad akhirnya menetap di Madinah. Di sinilah Muhammad menanamkan kepemimpinannya. Ketika Muhammad berhasil mendamaikan dua suku besar di Madinah, kepemimpinannya semakin kuat. Malah Muhammad menuntut semua orang untuk taat kepadanya, bahkan orang Madinah sendiri. Jadi, ketika datang pertama di Madinah, Muhammad hanya sebagai warga pendatang, namun akhirnya, dengan kelicikannya, ia menjadi penguasa di sana.

Karena kelompok yang dibawa Muhammad dari Mekkah bukanlah petani, maka untuk menghidupi kebutuhan hidup mereka, Muhammad memimpin mereka melakukan perampokan. Hal ini merupakan tradisi di kalangan suku Badui, dan Muhammad sudah terbiasa akan hal itu mengingat masa kecilnya ada di sana. Ternyata aksi perampokan ini bukan semata-mata bertujuan untuk mendapatkan penghasilan, tetapi juga sebagai “serangan” terhadap Mekkah.

Orang begitu mudah menerima kepemimpinan Muhammad karena sebelumnya mereka sudah menerima perannya sebagai nabi atau rasul. Di sini Muhammad banyak bermain peran dalam mempengaruhi orang. Obsesi Muhammad sedikit demi sedikit mulai terbentuk. Ia sudah memiliki kekuasaan atas orang. Untuk mendukung otoritas kepemimpinannya, Muhammad sering menggunakan alasan rohani mengingat orang sudah terlebih dahulu menerima dia sebagai nabi. Misalnya, untuk membenarkan tindakannya mengambil istri anaknya sebagai istri (Zainab), Muhammad mengunakan “wahyu”; hal yang sama ketika ia mau membela Aisyah.

Dan seperti biasa, dimana kekuasaan mulai ada, keserakahan pun mengiringinya. Demikian pula Muhammad. Mulailah ia menindas. Jika dulu, ketika masih minoritas, ada karakter pengampun dan toleransi, kini karakter itu hilang. Keserakahan Muhammad bukan hanya soal harta kekayaan dan kekuasaan, tetapi juga dalam hal istri. Ketika masih berstatus nabi dan rasul, Muhammad begitu setia pada Khadijah (menghayati monogami). Namun ketika menjadi pemimpin, Muhammad tak puas hanya beristrikan satu orang saja. Jadi, tampak jelas kalau pada awal-awalnya, wahyu digunakan Muhammad untuk pembenaran kenabiannya agar orang mengakuinya sebagai nabi. Setelah menjadi nabi, wahyu dipakai untuk pembenaran otoritasnya sebagai pemimpin.

3.    Menjadi Penguasa

Satu kerinduan Muhammad adalah kembali ke Mekkah dan menguasainya. Bukankah itu obsesinya sejak muda? Waktu itu Muhammad masih berada di Madinah. Ia belum bisa masuk Mekkah, tapi ia tetap terus berusaha. Kekuasaan sudah ada di tangannya. Dapat dikatakan bahwa saat di Madinah, Muhammad sudah menjadi “penguasa” kecil. Agar otoritasnya tidak hilang, sekalipun fisiknya sudah lemah dan tua, Muhammad meminta sumpah setia warga kepadanya. Sumpah setia ini bahkan menjadi salah satu syarat untuk menjadi anggota kelompoknya. Sumpah itu dikenal dengan syahadat. Orang yang mau masuk kelompok Muhammad, harus mengakui Allah sebagai mahakuasa, dan Muhammad sebagai utusannya. Ada banyak nabi dan utusan Allah dalam dunia islam, namun mereka tidak berbuat seperti Muhammad. Hanya orang yang takut akan kehilangan pengaruh saja yang melakukan hal itu.

Salah satu cara yang dilakukan Muhammad adalah dengan terus menanamkan pengaruh kepada banyak orang. Satu hal yang dilakukan Muhammad adalah pembantaian dengan cara sadis. Ini hendak dijadikan trade mark kelompok Muhammad sehingga menimbulkan efek takut bagi kelompok lain, termasuk warga Mekkah. Jadi, dengan pembantaian sadis itu Muhammad tidak hanya menanamkan pengaruhnya, tetapi juga menumbuhkan kekuasaannya.

Berhubung usianya sudah tak muda lagi, ditambah dengan luka akibat perang, Muhammad akhirnya menempuh cara “damai” untuk memasuki Mekkah. Namun perlu disadari bahwa cara ini merupakan bagian dari strategi perang. Sun Tzu, pakar strategi perang Cina, pada abad VI SM, sudah mengatakan bahwa perang adalah penipuan. Bukan tidak mungkin Muhammad sudah mengenal falsafah ini.

Menarik untuk Diketahui

Sekalipun buku ini kurang menarik, namun ada beberapa pernyataan Hazelton yang menarik karena membuka wawasan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1.    Ka’bah merupakan bagian dari kultus berhala. Ia sudah ada jauh sebelum Muhammad lahir. Bahkan tradisi haji sekarang merupakan bagian dari tradisi kafir pra-islam (hlm 31 – 56). Jadi, baik Ka’bah maupun ritus haji, bukanlah asli produk islam, melainkan milik kekafiran pra-islam.

2.    Postur sembahyang islam merupakan postur klasik tawanan di hadapan penakluk, dan masih terlihat sampai saat ini dalam prasasti-prasasti kemenangan Assyria kuno (hlm 117). Jadi, bisa dikatakan bahwa cara sembahyang (sholat) islam sekarang ini pengembangan postur tawanan jaman pra-islam. Postur itu diislamkan, sehingga sikap itu bukan ditujukan kepada penguasa dunia, tetapi kepada Allah.

3.    Pada halaman 122 dikatakan bahwa Muhammad menyampaikan pesan yang menyerukan nilai-nilai dan etika yang dulu pernah menjadi kebanggaan bangsa Arab. Sangat disayangkan kenapa Hazelton tidak menguraikan nilai dan etika yang bagaimana yang membanggakan itu. Sebab, Abu Thalib, paman Muhammad, yang adalah pendukung setia dan kuat akan Muhammad, sampai akhir hidupnya tidak memeluk islam. Malah ia tetap setia memeluk tradisi leluhurnya, sekalipun Muhammad sudah memintanya untuk mengucapkan syahadat (hlm 160).

4.    Hazelton mengurai ada kemiripan pewartaan Muhammad dengan Yesus (hlm 126 – 127). Ini salah satu bukti kalau Muhammad sudah mengetahui kisah Yesus dari Injil. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa Hazelton tidak memaparkan kemiripan itu.

5.    Ternyata ayat-ayat setan itu memang ada. Konon dikatakan bahwa saat itu Muhammad dirasuki oleh setan sehingga muncullah pernyataan pujian terhadap tiga anak perempuan Allah (hlm 152 – 156). Namun otoritas islam berusaha menutupinya, sehingga ketika Salman Rusdhie membuat novel dengan judul “Ayat-ayat Setan” otoritas islam menyatakan halal untuk membunuhnya.

6.    Halaman 163 – 172 bercerita tentang Isra’ Mi’raj. Ada catatan kritis dari Hazleton bahwa kisah itu tidaklah nyata, melainkan mimpi atau rekayasa. Bagi Hazelton dalam kisah tersebut ada ketidak-sesuaian geografis dan kronologis.

7.    Untuk pertama kalinya sejak turunnya wahyu pertama di Gua Hira sebelas tahun sebelumnya, Muhammad bertindak lebih dari sekedar seorang rasul (atau nabi, pen). Kini dia juga bertindak sebagai seorang pemimpin, mengemban peran politik yang selama ini dikhawatirkan oleh musuh-musuhnya di Mekkah. Di usianya yang memasuki lima puluhan awal, dia berkembang memasuki arena politik dalam misinya (hlm 181). Terlihat jelas kalau ada ambisi untuk berkuasa dalam diri Muhammad. Hal ini sudah tertanam dalam dirinya sejak kecil, mengingat masa kecilnya yang suram.

8.    Ada pernyataan Hazelton yang sedikit keliru. Ia mengatakan bahwa orang Yahudi saat ini akan terkejut oleh fakta keberadaan suku Yahudi di Arab pada abad VII (hlm 182). Saya menilai pernyataan ini berlebihan. Justru umat islam modernlah yang bakal terkejut.

9.    Ada ulasan singkat tentang jihad (hlm 207 – 210) dan perang Badar (hlm 211 – 221). Sangat menarik untuk diketahui.

10. Kerudung atau biasa disebut jilbab sebenarnya hanya dikhususkan untuk istri-istri Muhammad (hlm 226). Jadi, jika wanita islam dewasa ini memakai jilbab, itu bukan karena ajaran islam sebagaimana yang diperintahkan Al-Quran atau Muhammad, melainkan karena mereka ingin mengikuti gaya istri-istri Muhammad (hlm 320). Karena itu, patut dipertanyakan ketika kaum muslimah diwajibkan berjilbab.

11. Halaman 232 – 233 bercerita tentang perubahan kiblat, dari sebelumnya mengikuti tradisi Yahudi, yaitu mengarah ke Yerusalem, menjadi ke Ka’bah. Perlu diketahui bahwa pada saat perubahan kiblat, Ka’bah masih merupakan tempat suci orang pagan.

12. Sunat perempuan di Mekkah, praktek yang dipandang Hamzah sebagai praktek zaman kegelapan jahiliyah atau zaman kebodohan pra-islam (hlm 240). Tampak jelas bahwa sunat perempuan bukan tradisi islam, tapi kenapa beberapa daerah masih menerapkannya dengan dasar agama.

13. Pada pengujung usia paruh baya, lelaki (Muhammad) yang bersetia menikah begitu lama dengan istri tunggal, kini menikah berkali-kali (hlm 254). Bukan tidak mungkin hal ini disebabkan karena Muhammad sudah memiliki kekuasaan. Takhta itu dekat dengan wanita. Dengan kekuasaan yang ada Muhammad dapat menikah dengan siapa saja yang disukai, bahkan dengan gadis belia. Aisyah, contohnya. Ia ditunangkan dengan Muhammad pada usia 6 tahun dan menikah pada usia 9 tahun (hlm 256). Jadi, selisih usia antara Aisyah dan Muhammad adalah sekitar 50 tahun. Sepantasnya Aisyah itu berstatus cucu Muhammad. Namun karena nafsu, apapun disikat. Kekuasaan yang dimilikinya membuat Muhammad dapat melakukan apa saja demi meloloskan keinginannya, termasuk kebutuhan syahwat.

14. Tentang kehidupan berkeluarga Muhammad, ada satu skandal yang cukup heboh, yaitu skandal kalung Aisyah (hlm 257 – 268). Sangat menarik untuk diketahui dan direnungkan.

15. Wahyu post-factum. Ada banyak wahyu, yang menjadi bagian dari Al-Quran, bersifat post-factum. Terlihat jelas kalau wahyu ini hanya sekedar pembenaran atas suatu “skandal”. Misalnya, wahyu yang membela Aisyah atas skandal kalung (hlm 263 – 264). Wahyu ini berhasil menyelamatkan nyawa Aisyah, yang sebenarnya Muhammad yang mau menyelamatkannya serta reputasinya sendiri. Contoh lain adalah wahyu yang membela tindakan Muhammad yang mengawini Zainab, istri anak angkatnya. Supaya anak angkatnya tidak marah dan warga menerima tindakan itu, maka dibuatkan wahyu Al-Quran (hlm 266). Ada juga wahyu yang memberi dispensasi Muhammad  untuk poligami (hlm 267). Karena itu, bisa dipertanyakan, apakah wahyu itu dari Allah atau karangan Muhammad, demi meloloskan kepentingan pribadinya?

16. Pembantaian sadis terhadap kaum Yahudi sebagai contoh untuk masa depan (hlm 269 – 283). Dikatakan ada sekitar 400 – 900 orang Yahudi mati dibantai. Ini bukan saat perang, sehingga benar-benar menimbulkan gelombang takut ke seluruh Jazirah Arab. Pembantaian itu dibenarkan dalam Al-Quran. Metode inilah yang dipakai oleh kaum islam radikal seperti Taliban, Al-Qaeda, ISIS dan Boko Haram.

17. Soal poligami, sering dikatakan bahwa poligami diizinkan jika suami bisa berlaku adil. Banyak orang merujuk pada Muhammad. Padahal ketika berpoligami Muhammad sendiri tidak dapat mewujudkannya sehingga sering muncul kecemburuan (hlm 265) dan konflik di antara para isteri (hlm 321 – 322).

diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar