AGAR ANAK “SEHAT” DENGAN TELEVISI
Sebagai orang tua, wajar bila Anda ingin memberikan yang
terbaik untuk putra-putri tercinta, apalagi bagi suami istri yang bekerja. Pasangan
ini kerap dihinggapi perasaan “bersalah” karena tidak meluangkan banyak waktu
untuk berkumpul dengan si buah hati. Konsekuensinya,mereka kerap memberi
kebebasan atas apa yang anaknya inginkan, termasuk ketika melihat acara
televisi.
Alih-alih anak sering dianggap penurut bila mereka senang
beraktivitas di rumah, tidak suka melayap keluar. Namun, jangan salah, meski di
rumah pun, jika Anda kurang mengawasinya, akan ada saja bahaya mengintai.
Salah satu bahayanya berasal dari acara televisi yang bisa
memberi dampak negatif (terutama tayangan sarat aksi kekerasan, kejahatan dan
seksual) khususnya untuk anak-anak balita hingga usia sekolah dasar. Di usia
inilah mereka sangat responsif dan mudah meniru apa yang dilihat di depan mata.
Sejumlah riset menunjukkan bahwa menonton televisi bisa
mengganggu kesehatan fisik buah hati. Anak yang menonton televisi lebih dari
dua jam diduga beresiko lebih tinggi menjadi perokok dan mengalami gangguan
obesitas. Ketika mereka beranjak dewasa, kecenderungannya akan lebih beresiko
untuk memiliki kolesterol tinggi.
Televisi pun bisa mencegah anak untuk mempunyai daya
imajinasi yang tinggi. Menurut Dr Alicia Christine, dalam bukunya The Golden Rules to Raise Your Children, terdapat
penelitian terhadap anak pencandu televisi (menonton lebih dari tiga jam
sehari) cenderung kurang imajinatif ketimbang anak yang hanya menonton satu jam
atau kurang setiap hari.
Sebenarnya tidak semua program televisi berdampak jelek pada
anak karena ada banyak pula acara edukatif yang bisa dilihat. Akan tetapi,
sebagai orang tua, Anda perlu mengawasi si kecil agar kenyamanannya terjamin
penuh.
Ada beberapa resep praktis yang bisa dilakukan untuk
mengontrol tontonan si buah hati. Pertama, paling tidak Anda perlu menonton
satu atau lebih episode dari acara yang digemari anak Anda.
Cobalah diskusikan acara tersebut dan ajari anak untuk
mempertanyakan pesan acara itu. Masalah-masalah yang sensitif pun bisa Anda
bahas secara terbuka bersama anak seperti masalah stereotip, bias gender dan
perilaku destruktif dengan suasana yang akrab.
Langkah lainnya adalah menetapkan batas jam dan durasi
menonton. Misalnya, lewat pukul sembilan malam, anak harus sudah masuk kamar
untuk bersiap tidur. Paling tidak berikan waktu maksimal dua jam sehari untuk
menonton televisi dengan catatan anak sudah menyelesaikan tugas sekolah. Saat musim
liburan, anak-anak bisa diberikan “bonus” tambahan waktu untuk menonton satu
sampai dua jam (tidak sampai larut malam), asalkan Anda dapat menemani. Jika tontonan
dirasa tidak tepat, Anda wajib melarang si kecil untuk melihatnya.
Catatan lain, jangan pernah terpikir untuk menyediakan
televisi di kamar tidur anak. Apabila terwujud, hal ini justru akan menyusahkan
Anda untuk mengontrol acara apa yang dilihat anak. Jika perlu, Anda dapat
merekolasi televisi ke tempat yang kurang menarik bagi anak, misalnya di ruang
bawah tangga tanpa dilengkapi karpet dan sofa di depannya.
Bila Anda melihat anak tertarik dengan sebuah program
televisi yang menghibur dan mendidik, berikanlah “hadiah” dengan merekam
episode favoritnya. Tak lupa, Anda dapat mengajarkan anak untuk membuat jadwal
dan membuat pilihan tentang apa yang mereka tonton. Dengan cara ini, anak akan
merasa diberikan kebebasan sekaligus belajar bertanggung jawab. Langkah terakhir
biasakan untuk menghidupkan televisi jika acara yang terjadwal sudah dimulai
dan matikan jika sudah selesai. (AJG)
sumber: KOMPAS, 17
Juli 2012, hlm 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar