Rabu, 03 April 2013

Agar Anak Sehat dgn Televisi

AGAR ANAK “SEHAT” DENGAN TELEVISI

Sebagai orang tua, wajar bila Anda ingin memberikan yang terbaik untuk putra-putri tercinta, apalagi bagi suami istri yang bekerja. Pasangan ini kerap dihinggapi perasaan “bersalah” karena tidak meluangkan banyak waktu untuk berkumpul dengan si buah hati. Konsekuensinya,mereka kerap memberi kebebasan atas apa yang anaknya inginkan, termasuk ketika melihat acara televisi.

Alih-alih anak sering dianggap penurut bila mereka senang beraktivitas di rumah, tidak suka melayap keluar. Namun, jangan salah, meski di rumah pun, jika Anda kurang mengawasinya, akan ada saja bahaya mengintai.

Salah satu bahayanya berasal dari acara televisi yang bisa memberi dampak negatif (terutama tayangan sarat aksi kekerasan, kejahatan dan seksual) khususnya untuk anak-anak balita hingga usia sekolah dasar. Di usia inilah mereka sangat responsif dan mudah meniru apa yang dilihat di depan mata.

Sejumlah riset menunjukkan bahwa menonton televisi bisa mengganggu kesehatan fisik buah hati. Anak yang menonton televisi lebih dari dua jam diduga beresiko lebih tinggi menjadi perokok dan mengalami gangguan obesitas. Ketika mereka beranjak dewasa, kecenderungannya akan lebih beresiko untuk memiliki kolesterol tinggi.

Televisi pun bisa mencegah anak untuk mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Menurut Dr Alicia Christine, dalam bukunya The Golden Rules to Raise Your Children, terdapat penelitian terhadap anak pencandu televisi (menonton lebih dari tiga jam sehari) cenderung kurang imajinatif ketimbang anak yang hanya menonton satu jam atau kurang setiap hari.

Sebenarnya tidak semua program televisi berdampak jelek pada anak karena ada banyak pula acara edukatif yang bisa dilihat. Akan tetapi, sebagai orang tua, Anda perlu mengawasi si kecil agar kenyamanannya terjamin penuh.

Ada beberapa resep praktis yang bisa dilakukan untuk mengontrol tontonan si buah hati. Pertama, paling tidak Anda perlu menonton satu atau lebih episode dari acara yang digemari anak Anda.

Cobalah diskusikan acara tersebut dan ajari anak untuk mempertanyakan pesan acara itu. Masalah-masalah yang sensitif pun bisa Anda bahas secara terbuka bersama anak seperti masalah stereotip, bias gender dan perilaku destruktif dengan suasana yang akrab.

Langkah lainnya adalah menetapkan batas jam dan durasi menonton. Misalnya, lewat pukul sembilan malam, anak harus sudah masuk kamar untuk bersiap tidur. Paling tidak berikan waktu maksimal dua jam sehari untuk menonton televisi dengan catatan anak sudah menyelesaikan tugas sekolah. Saat musim liburan, anak-anak bisa diberikan “bonus” tambahan waktu untuk menonton satu sampai dua jam (tidak sampai larut malam), asalkan Anda dapat menemani. Jika tontonan dirasa tidak tepat, Anda wajib melarang si kecil untuk melihatnya.

Catatan lain, jangan pernah terpikir untuk menyediakan televisi di kamar tidur anak. Apabila terwujud, hal ini justru akan menyusahkan Anda untuk mengontrol acara apa yang dilihat anak. Jika perlu, Anda dapat merekolasi televisi ke tempat yang kurang menarik bagi anak, misalnya di ruang bawah tangga tanpa dilengkapi karpet dan sofa di depannya.

Bila Anda melihat anak tertarik dengan sebuah program televisi yang menghibur dan mendidik, berikanlah “hadiah” dengan merekam episode favoritnya. Tak lupa, Anda dapat mengajarkan anak untuk membuat jadwal dan membuat pilihan tentang apa yang mereka tonton. Dengan cara ini, anak akan merasa diberikan kebebasan sekaligus belajar bertanggung jawab. Langkah terakhir biasakan untuk menghidupkan televisi jika acara yang terjadwal sudah dimulai dan matikan jika sudah selesai. (AJG)

sumber: KOMPAS, 17 Juli 2012, hlm 33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar