Selasa, 31 Juli 2012

Orang Kudus 31 Juli: St. Ignasius Loyola


SANTO IGNASIUS LOYOLA, PENGAKU IMAN
Ignasius Loyola lahir di Azpeitia di daerah Basque, Provinsi Guipuzcoa, Spanyol Utara pada tahun 1491. Putera bungsu keluarga bangsawan Don Beltran de Onazy de Loyola dan Maria Sanchez de Licona ini diberi nama Inigo Lopez de Loyola. Semenjak kecil hingga masa mudanya, Ignasius Loyola mengecap kenikmatan hidup mewah di lingkungan istana. Dia dididik dalam tradisi dan kebiasaan hidup istana yang ketat.

Pada tahun 1517, Ignasius Loyola menjadi tentara Kerajaan Spanyol. Empat tahun kemudian, pada 20 Mei 1521, Ignasius Loyola menderita luka parah terkena peluru ketika mempertahankan benteng Pamplona dari serangan tentara Perancis. Penderitaan fisik dan mental yang hebat ini ditanggungnya dengan sabar dan berani dalam perawatan selama hampir satu tahun.

Masa pemulihan kesehatannya yang begitu lama menjadi baginya suatu masa berahmat, dimana dia menemukan ambang pintu bagi kehidupannya sebagai seorang “manusia baru”. Selama masa perawatannya, ingin sekali ia menghalau kebosanan dengan membaca buku-buku kepahlawanan. Sayang sekali bahwa buku-buku heroik yang ingin dibacanya tidak tersedia di situ. Satu-satunya buku yang tersedia adalah buku tentang kehidupan Yesus Kristus dan para orang kudus. Demi memuaskan keinginannya, ia terpaksa menjamah dan membolak-balik buku itu. Tanpa disadarinya apa yang dibacanya tertanam dan mulai bersemi dalam lubuk hatinya. Kalbunya terasa sejuk bila menekuni bacaan itu. Lambat laun ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh sisa hidupnya bagi Tuhan sebagai abdi Allah. Ia tidak ingin lagi menjadi pahlawan duniawi. Kepribadiannya berubah secara total. Dari suatu cara hidup duniawi yang sia-sia, ia menjadi seorang rohaniwan yang melekat erat pada Tuhan dalam cinta kasih yang mendalam. Ia bahkan bertekad melampaui pahlawan-pahlawan suci lainnya.

Pada tahun 1522, Ignasius Loyola pergi ke biara Benediktin Montserrat, Timur laut Spanyol. Selama tiga hari berada di sana, ia berdoa dengan tekun dan memohon ampun atas semua dosanya di masa-masa silam. Semua miliknya diberikan kepada orang-orang miskin. Niatnya yang sungguh untuk mengabdi Tuhan dan sesama ditunjukkan dengan meletakkan pedangnya di bawah kaki altar kapel biara itu pada 24 Maret malam hari.

Keesokan harinya setelah merayaan ekaristi dan menerima komuni kudus, Ignasius Loyola pergi ke sebuah gua dekat Manresa. Dia gua ini ia mengalami suasana tenang dan damai yang menyenangkan. Dan gua itu jugalah yang menjadi tempat kelahiran baru baginya sebagai seorang “manusia baru”. Meditasi dan doa-doanya selama berada di gua itu mengaruniakan kepadanya suatu pemahaman yang baru tentang kehidupan rohani. Pemahaman ini diabadikannya dalam bukunya berjudul “Latihan Rohani” yang masih relevan hingga sekarang. Dari Manresa, Ignasius Loyola bermaksud berziarah ke tanah suci untuk menobatkan orang-orang yang belum mengakui Kristus. Tetapi niat ini dibatalkan karena kondisi negeri Palestina yang tidak memungkinkan. Sebagai gantinya, ia kembali ke Barcelona, Spanyol.

Pada tahun 1524, Ignasius Loyola semakin yakin bahwa tugas pelayanan bagi Tuhan dan sesama perlu didukung oleh pendidikan yang memadai. Karena itu, selama 10 tahun ia berjuang memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan. Ia belajar di Alcala de Henares (1526 – 1527), Salamanca (1527 – 1528), dan Paris (1528 – 1535) hingga memperoleh gelar sarjana pada 14 Maret 1535. Masa pendidikan ini menjadikan dia seorang yang berkepribadian matang, penuh disiplin diri dan berpengetahuan luas dan mendalam. Kepribadian dan pengetahuan itu sangat penting bagi peranannya sebagai pemimpin di kemudian hari. Kadang-kadang ia memberikan pelajaran agama serta bimbingan rohani kepada orang-orang yang datang kepadanya. Tetapi kegiatannya itu menimbulkan kecurigaan para pejabat Gereja. Sebab, tidaklah lazim seorang awam mengajar agama dan spiritualitas.

Kariernya sebagai abdi Allah dimulainya dengan mengumpulkan beberapa orang pemuda yang tertarik pada karya pelayanan kepada Tuhan dan Gereja-Nya. Pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya yang pertama, antara lain Beato Petrus Faber, Santo Fransiskus Xaverius, Diego Laynez, Simon Rodriquez, Alonso Salmeron, dan Nikolas Bobadilla. Kelompok pertama dari Serikat Yesus ini mengucapkan kaul hidup religius di kapel biara Benediktin di Montmartre. Selain mengikrarkan ketiga kaul hidup membiara: kemurnian, ketaatan dan kemiskinan, mereka pun mengikrarkan kaul tambahan, yakni kesediaan menjalankan karya misioner di tanah suci di antara orang-orang islam. Ignasius Loyola sendiri kemudian ditahbiskan menjadi imam pada 14 Juni 1537.

Karena misi ke Palestina tak mungkin diwujudkan akibat perang waktu itu, maka kaul tambahan “kesediaan menjalankan karya misi di tanah suci” dibatalkan dan diganti dengan “pengabdian khusus kepada Sri Paus.” Untuk itu Ignasius Loyola bersama rekan-rekannya menawarkan diri kepada Paus Paulus III (1534 – 1549) untuk mengerjakan tugas apa saja yang diberikan oleh paus, dimana saja dan kapan saja.

Pada 27 September 1540, Paus Paulus III merestui keberadaan kelompok Ignatian, yang kemudian dikokohkan menjadi sebuah serikat rohaniwan dengan nama Serikat Yesus. Ignasius Loyola sendiri diangkat sebagai pemimpin pertama dalam sebuah upacara di basilik Santo Paulus.

Selama 15 tahun (1541 – 1556) memimpin Serikat Yesus, Ignasius Loyola memusatkan perhatiannya pada pembinaan semangat religius ordonya. Semboyannya – yang kemudian menjadi semboyan umum Serikat Yesus – dalam melaksanakan tugasnya ialah “Ad Maiorem Dei Gloriam”. Ia mendirikan banyak kolese antara lain Kolese Roma (yang kemudian menjadi Universitas Gregoriana) dan Kolese Jerman yang khusus untuk mendidik para calon imam untuk karya kerasulan di wlayah-wilayah katolik yang sudah dipengaruhi oleh reformasi protestan. Selama kepemimpinannnya, Ignasius Loyola melibatkan imam-imamnya dalam usaha membendung arus pengaruh protestanisme di Eropa Utara dan dalam pewartaan sabda kepada semua orang katolik tanpa memandang kelas sosialnya. Ia mengutus Fransiskus Xaverius, sahabat akrabnya, ke benua Asia yang masih kafir untuk membuka lahan baru bagi karya misioner Gereja.

Ignasius Loyola dikenal sebagai seorang rohaniwan yang ramah kepada sesamanya. Kasih sayangnya yang besar kepada orang-orang sakit dan lemah, anak-anak dan pendidikannya, terutama orang-orang berdosa banyak kali membuatnya menangis karena memikirkan kemalangan mereka. Karena itu ia menggugah hati imam-imamnya agar dengan tulus berkarya di tengah-tengah semua lapisan masyarakat demi menyelamatkan mereka. Ordo Yesuit yang didirikannya dipoles menjadi sebuah ordo religius yang bebas dari keketatan aturan hidup monastik lama yang kaku. Sebagai reaksi terhadap kekejaman Gereja Abad Pertengahan, yang melahirkan reformasi protestan, Ignasius Loyola menuntut ketaatan mutlak kepada Takhta Suci dan prinsip-prinsip katolik. Retret yang teratur diupayakannya sebagai suatu sarana ampuh bagi kedalaman spiritualitas orang-orang kristen.

Sebelum wafatnya pada 31 Juli 1556, Ignasius Loyola menyaksikan keberhasilan ordonya dalam mengabdi Tuhan dan Gereja-Nya. Provinsi serikatnya pada masa itu telah berjumlah 12 dengan 1000 orang imam dan kira-kira 100 buah biara dan kolese. Ignasius Loyola dinyatakan sebagai “beato” oleh Paus Paulus V pada 3 Desember 1609 dan kemudian oleh Paus Gregorius XV ia dinyatakan sebagai “santo” pada 12 Maret 1622. Ignasius Loyola diangkat sebagai pelindung semua kegiatan rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar