DILEMA KATA “IRI HATI”
Tentu kita sudah tak asing dengan kata “iri hati”. Kata ini
sering disejajarkan dengan kata “cemburu”. Jadi, orang yang iri hati sama saja
dengan orang yang cemburu. Tak jarang pula kata ini disamakan dengan kata “dengki”.
Kata ini masuk kategori kata moral. Yang dimaksud dengan kata moral adalah kata
yang mempunyai nilai-nilai moral. Penilaian moral itu menyangkut baik dan
buruk; baik dan jahat. Karena itu, dalam kata-kata moral itu ada penilaian baik
atau jahat. Beberapa kata moral lain adalah seperti: sederhana, dermawan,
menolong, membunuh, korupsi, fitnah, dengki, dendam, murah hati, mengampuni,
kasih, benci, iri hati, dll.
Selain terletak pada kata itu, nilai moral juga terletak pada
sesuatu yang kepadanya diarahkan kata-kata itu. Misalnya, kata “pencuri”. Di dalam
kata itu terkandung nilai jahat. Namun, jika kata itu ditujukan kepada
seseorang, misalnya “Umar pencuri”, maka nilai jahat itu melekat juga pada diri
si Umar. Contoh lain misalnya, kata “murah hati”, yang secara moral memiliki nilai
baik, jika dikenakan pada “Si Amir”, maka itu berarti si Amir itu orang baik,
atau memiliki nilai kebaikan.
Akan tetapi, kata “iri hati” sedikit bermasalah karena
membingungkan. Kebingungan itu bukan terletak pada penilaiannya, karena soal
nilainya sudah jelas. Kebingungan itu timbul dari efek penggunaannya, dan itu
terfokus pada orang yang menyandang atau kepadanya kata itu dilekatkan. Kata
ini mempunyai nilai buruk atau jahat. Orang yang menyandangnya, atau kepadanya
dikenakan kata ini, berarti yang bersangkutan itu buruk secara moral. Agama juga
mengajarkan agar umatnya tidak iri hati.
Kenapa kata “iri hati” membingungkan?
Kita ambil
contoh cerita SMK Fatamorgana tentang tokoh yang bernama Atikus. Dalam cerita itu dikatakan
bahwa guru-guru berpandangan negatif kepada sdr. Atikus yang sering pergi ke
luar kota dengan boss. Para guru merasa aneh dengan kebiasaan itu. Keanehan itu
dilihat dari keuangan, tugas dan urgensitasnya. Soal uang orang bertanya, biaya
perjalanan itu dari mana? Satu masalah kecil, tak satu orang pun yang bisa
mengetahui laporan keuangan kecuali boss dan Atikus. Soal tugas orang
bertanya, apa hubungan kepergian itu dengan tugas sdr. Atikus? Satu masalah
kecil, tugas sdr. Atikus sendiri memang kurang jelas. Soal urgensitas orang
bertanya, apa kepentingannya sehingga sdr. Atikus pergi ke luar kota bersama
boss? Bukankah kepergiannya itu mengganggu efektifitas kerjanya?
Terhadap keanehan-keanehan
yang dilontarkan para guru itu, sdr. Atikus menanggapinya dengan sederhana. Ia mengatakan
kalau pernyataan guru-guru itu lahir dari rasa iri hati. Mereka tidak senang
melihatnya bahagia bisa bepergian dengan boss. Mereka cemburu karena mereka
tidak mengalami nasib seperti dirinya atau tidak punya kesempatan seperti
dirinya. Jadi, sebenarnya ada keinginan di hati para guru untuk bepergian ke
luar kota bersama boss, namun tidak mendapat kesempatan.
Sdr. Atikus
meletakkan kata moral “iri hati” dan “cemburu” kepada guru-guru yang menilai
aneh kebiasaannya bepergian dengan boss ke luar kota. Pernyataan sdr. Atikus ini
menempatkan para guru itu sebagai orang yang buruk secara moral. Mereka, dalam
kacamata agama, masuk ke dalam golongan orang berdosa. Orang lain yang berada di
luar pusaran ini, setelah mendengar penjelasan dari sdr. Atikus, juga menilai guru-guru
tersebut sebagai jahat.
Namun,
benarkah mereka itu jahat secara moral? Inilah yang membingungkan. Memang kedua
kata itu (iri hati dan cemburu) memiliki nilai buruk; dan guru yang dikenakan
kata itu, mau tidak mau, dinilai sebagai buruk. Akan tetapi, jika ditelaah
dengan baik belumlah tentu demikian. Para guru itu sebenarnya mau bersikap
kritis karena melihat adanya keanehan. Salahkah orang bersikap kritis?
Maksud hati baik (bersikap kritis) namun akhirnya dituding
jahat. Tentu tidak ada orang yang dari awalnya ingin mendapat gelar jahat. Namun
efek jahat yang akan dikenakan sebagai dampak dari niat baik itu membuat orang
sering mengurung niatnya. Akhirnya kejahatan tetap terlestari.
Nah, tambah bingung kan?
Jakarta, 8 April 2014
by: adrian
Baca juga:
bahasa gaulnya: galau
BalasHapusSeprti lempar batu sembunyi tangan
BalasHapus