KEBAIKAN YANG KELIHATAN BAIK
Ini bukan kisah nyata, melainkan hanyalah sebuah cerita
rekayasa. Akan tetapi, cerita ini jamak ditemui dalam kehidupan nyata. Karena
itu, jika ada kesamaan ide ataupun cerita dalam kehidupan nyata, itu hanyalah
kebetulan semata. Begini awal kisahnya.
Suatu siang seorang pimpinan, yang biasa disapa Boss,
mengajak rekan-rekan kerjanya, yang adalah bawahannya untuk makan-makan di sebuah
restoran. Katanya, lagi ada momen. Tak lupa juga sang boss menelpon beberapa
rekan akrabnya untuk bergabung. Siang itu, suasana ramai dan ceria. Semua makan
sampai kenyang dan, sudah tentu, puas.
Bagi seorang karyawan biasa, hal ini merupakan sebuah berkah.
Udah waktu kerja dipotong, dapat makan gratis lagi. Enak pula. Tentulah semua
karyawan sependapat bahwa sang boss itu adalah pimpinan yang baik. Bukan tidak
mustahil, akan muncul harapan agar sering-sering dilakukan seperti ini.
Akan tetapi, setelah pulang ke kantor, sang boss menyerahkan
nota biaya pesta tadi ke bendahara. Tak lama kemudian, bendahara menyerahkan
sejumlah uang kepada boss sesuai dengan angka yang tertulis dalam nota tadi.
Dia sudah mencatatkan dalam laporan pembukuan. Dalam laporan keuangan dia
menulis biaya syukuran. Itu hanya dia dan boss saja yang tahu.
Tak ada karyawan lain yang tahu soal peristiwa penggantian
uang itu, selain bendahara. Karyawan lain hanya tahu bahwa bossnya adalah orang
yang baik, pimpinan yang murah hati dan mau mentratir bawahannya. Mereka
berharap supaya para pemimpin itu sebaik boss mereka.
Karyawan lain tidak tahu kalau biaya pesta itu diambil dari
uang perusahaan. Uang perusahaan berarti juga uang mereka. Sang boss
menggunakannya agar terlihat kesan bahwa dia baik, suka memperhatikan bawahan.
Inilah kebaikan yang terlihat baik; atau kebaikan yang
seolah-olah baik. Dengan kata lain, kebaikan semu.
Dalam kehidupan bernegara, sering kita temukan kebaikan
seperti ini. Salah satu contohnya adalah BLT (Bantuan Langsung Tunai). Bantuan
ini diberikan pemerintah atas dampak kenaikan BBM yang berpengaruh kepada
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat. Di mata masyarakat, mereka
melihat SBY itu presiden yang baik, mau bagi-bagi duit. Karena itulah, SBY
terpilih lagi menjadi presiden untuk periode kedua. Salah satu alasan pemilih
adalah SBY bagi-bagi duit. Mereka tidak tahu kalau duit itu bukanlah duit SBY,
melainkan duit rakyat sendiri.
Jakarta, 2 Maret 2014
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar