SANTO PIUS X, PAUS & PENGAKU IMAN
Giuseppe Melchiore Sarto – demikian nama Paus Pius X – lahir di
Reise, Treviso, Italia, pada tanggal 2 Juli 1835. Anak kedua dari 10 bersaudara
ini lahir dalam suasana kemiskinan sebuah keluarga petani sederhana. Pendidikan
dasar ditempuhnya di Reise dan Castelfranco, Italia. Pada tahun 1858, ia
menempuh pendidikan imam di seminari Padua, Italia, hingga ditahbiskan menjadi
imam pada tanggal 18 September 1858.
Karier imamatnya dimulai di Paroki Tombolo, Italia, sebagai
pastor kepala. Setelah 9 tahun mengabdi di Tombolo, ia dipindahkan ke Paroki
Salzano. Umat senang sekali padanya karena kesalehannya, kefasihannya berbicara
dan kegiatan-kegiatan pastoralnya. Karena kesalehan dan kemampuannya, ia
diangkat sebagai imam kanonik di Gereja Katedral Treviso pada tahun 1875. Tak lama
kemudian ia ditunjuk sebagai pembimbing rohani, pengajar dan rektor di seminari
Treviso. Di Treviso karier Sarto benar-benar meningkat.
Semuanya itu perlahan-lahan menghantarnya ke atas jenjang
imamat tinggi sebagai uskup. Oleh Paus Leo XIII, Sarto diangkat menjadi uskup
di dioses Mantua, Italia, pada tahun 1884. Kondisi dioses Mantua kacau balau
ketika Sarto menduduki takhta keuskupan. Pendidikan seminari sudah ditutup
lebih dari 10 tahun karena situasi politik yang tidak menentu; banyak paroki
mengalami kekosongan kepemimpinan pastor; kaum buruh semakin tidak menghiraukan
hidup imannya karena pengaruh sosialisme; kaum intelektual sudah termakan
pengaruh liberalisme; aliran Freemasonry terus giat menyebarkan ajarannya, dan
di mana-mana muncul semangat antiklerikalisme.
Uskup Sarto yang saleh ini dengan tenang dan berani
menghadapi masalah-masalah itu. Dengan sangat berani, ia membuka kembali
pendidikan seminari dan meneguhkan imam-imamnya agar dengan tekun melayani umat
di parokinya masing-masing. Uskup Sarto pun tak kenal lelah mengadakan
kunjungan pastoral ke semua paroki untuk mengenal dari dekat situasi umatnya. Di
mana-mana ia berkotbah dan berjuang mengembalikan umatnya kepada penghayatan
iman yang benar.
Kunjungan pastoralnya itu menggerakkan dia untuk mengadakan
suatu sinode di Mantua. Sinode itu diselenggarakan pada tahun 1888 dan berhasil
merumuskan sebuah pedoman kerja dioses yang baru untuk membangkitkan kembali
kehidupan rohani umat seluruh dioses. Tuhan ternyata memberkati karya Uskup Sarto.
Di seluruh dioses, lahirlah kembali suatu semangat baru untuk menghayati iman
kristiani. Antara negara dan Gereja terjalin suatu hubungan yang baik;
pengajaran katekismus bagi orang dewasa dan anak-anak digalakkan di seluruh
dioses; perkawinan katolik ditegakkan kembali dan anak-anak sudah bisa menerima
komuni pertama sejak masa remajanya.
Melihat keberhasilan karya Uskup Sarto, Paus Leo XIII
mengangkat Sarto menjadi kardinal pada tanggal 12 Juni 1893. Tak lama kemudian
Paus Leo mengangkatnya menjadi Batrik Venesia. Di Venesia, Sarto tidak menemui
banyak masalah. Namun ia mengadakan beberapa pembaharuan di bidang pendidikan
seminari, musik liturgi dan metode pewartaan. Pelajaran agama yang dilarang
oleh kaum Freemansonry diberikan lagi di sekolah-sekolah umum. Gereja Venesia
benar-benar cerah di bawah kepemimpinan Batrik Sarto.
Sepeninggal Paus Leo XIII, para kardinal memilih Kardinal
Giuseppe Melchiore Sarto menjadi paus. Mulanya ia menolak menerima jabatan
mulia itu. Dengan rendah hati ia meminta para kardinal agar tidak memilihnya
menjabat martabat Gerejawi yang luhur itu, namun karena desakan para kardinal, Sarto
pun akhirnya menerima juga jabatan itu. Ia secara resmi menduduki takhta Petrus
pada tanggal 9 Agustus 1903.
Tekadnya yang utama sebagai Wakil Kristus di dunia ialah
membaharui segala sesuatu di dalam Kristus. Dua peristiwa penting yang mewarnai
masa pontifikatnya: Pertama,
pemisahan antara Gereja dan negara di Perancis yang mengakibatkan hampir
seluruh kekayaan Gereja dirampas oleh pemerintah, tetapi sebaliknya memberikan
kebebasan penuh kepada Gereja dari kekuasaan sipil. Kedua, kutukan terhadap gerakan filsafat dan teologi aliran ‘moderanisme’.
Paus Pius yang takut akan merosotnya otoritas rohani Gereja
mencela bahkan mengutuk aliran modernisme itu. Dalam dekritnya Lamentabili dan ensiklik Pascendi Dominici Gregis, Paus Pius X
secara resmi mengutuk modernisme. Sikap paus yang kelewat tegas ini
mengakibatkan banyak pembantunya yang licik menggunakan kesempatan dan
cara-cara yang tidak terpuji, bahkan tidak halal untuk ahli-ahli teologi yang
berpikir maju. Terhadap kegiatan kerasulan awam, khususnya di bidang sosial dan
politis, Pius selamanya bersifat curiga.
Di samping ketegasannya itu, patut dicatat pula bahwa Pius
juga melakukan berbagai tindakan penting yang membantu Gereja bersikap luwes
dan adaptif dengan situasi dan tuntutan zaman. Misalnya, kondifikasi hukum
Gereja, reorganisasi dan modernisasi kuria Roma, pendirian lembaga studi dan
pendidikan Kitab Suci dan usaha membaharui terjemahan Kitab Suci dalam bahasa
Latin (Vulgata: diselesaikan pada tahun 1979). Ia berusaha keras menghidupkan
ibadat umat terutama musik liturgi, mengajak umat untuk menerima Komuni Kudus
sesering mungkin, bahkan setiap hari. Ia juga memajukan devosi kepada Santa
Perawan Maria.
Meskipun ia seorang paus, namun ia tetap sederhana dan sayang
pada umat. Semasa hidupnya, ia beberapa kali menyembuhkan beberapa orang dari
penyakitnya secara ajaib. Sebelum meninggal dunia, dalam surat wasiatnya, ia
menulis: “Saya dilahirkan miskin, saya hidup miskin dan saya ingin mati secara
miskin pula.” Beliau meninggal dunia pada tanggal 20 Agustus 1914 di Roma, dua
minggu setelah pecah Perang Dunia I. Segera setelah ia meninggal terdengar
banyak permintaan agar dia dinyatakan ‘kudus’ oleh Gereja.
sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar