Telur emas
Bacaan dari sebuah kitab suci.
Inilah sabda dari Yang Mahatinggi:
Pada jaman dahulu kala adalah seekor
angsa
yang setiap hari bertelur sebutir
telur emas.
Isteri petani yang memiliki angsa itu
sangat gembira
karena telur-telur itu membuatnya
kaya raya.
Namun ia seorang wanita yang loba.
Ia tidak dapat menunggu dengan sabar
sebutir telur sehari.
Ia bermaksud menyembelih angsa itu
dan sekaligus mendapatkan semua
telurnya.
Maka akhirnya ia menyembelih angsa
itu.
Namun yang didapatkannya tidak lain
daripada
telur setengah jadi dan
angsa mati yang tidak dapat bertelur lagi.
telur setengah jadi dan
angsa mati yang tidak dapat bertelur lagi.
Demikianlah sabda dari Yang Mahatinggi:
Seorang ateis yang mendengar kisah
dari kitab suci itu mencemooh:
Dongeng seperti itu kau namakan sabda
dari Yang Mahatinggi?
Masakan seorang angsa bertelur emas!
Nah terbukti, berapa jauh seseorang
dapat percaya
akan apa yang disebut ‘Tuhan Yang
Mahatinggi.’
Seorang cedekiawan saleh yang membaca
naskah itu
menanggapinya demikian:
tuhan jelas mengatakan kepada kita,
bahwa dahulu kala ada seekor angsa yang
bertelur emas.
Jika Tuhan mengatakan hal itu,
tentulah harus benar-benar terjadi,
tentulah harus benar-benar terjadi,
meskipun tampaknya sulit diterima
oleh akal sehat manusia.
Penyelidikan arkeologi samar-samar
menunjukkan,
bahwa dalam sejarah kuno
sungguh pernah hidup seekor angsa ajaib
sungguh pernah hidup seekor angsa ajaib
yang betul-betul bertelur emas.
Nah, orang akan bertanya dan masuk
akal bertanya demikian:
bagaimana mungkin sebutir telur,
tanpa kehilangan sifat telurnya, sekaligus terdiri dari emas?
Hal ini tentu saja tidak dapat
dijawab.
Berbagai macam mazhab berusaha
menafsirkannya dengan cara yang berbeda-beda.
Tetapi yang pada akhirnya dituntut
adalah iman kuat terhadap rahasia yang menakjubkan bagi akal budi manusia ini.
Bahkan ada seorang pengkotbah yang
sesudah membaca kisah ini
menjelajah semua kota dan desa.
Tak bosan-bosannya ia mendesak orang
supaya percaya
bahwa Tuhan pernah menciptakan
telur-telur emas
pada suatu saat dalam sejarah
manusia.
Bukankah lebih berguna,
jika ia menggunakan waktunya untuk mengajar
orang
tentang buruknya sifat tamak
daripada untuk mengembangkan
kepercayaan akan telur emas?
Sebab, bukankah jauh lebih penting
melakukan kehendak Bapa yang ada di surga daripada hanya menyebut-nyebut “Tuhan!
Tuhan!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar