Kamis, 18 Oktober 2012

Pengelolaan Sampah

PENGELOLAAN SAMPAH
Hidup kita tak pernah lepas dari sampah. Ada begitu banyak jenis sampah di sekitar kita. Sampah :sering menjadi masalah. Timbunan sampah yang dihasilkan terus bertambah seiring dengan bertambahnya penduduk kota. Sehari setiap warga kota menghasilkan rata-rata 900 gram, dengan komposisi: 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Yang dimaksud sampah organik adalah sampah yang berasal dari benda hidup, seperti sisa makanan, sisa sayuran, ikan, buah-buah, daun, ranting, ampas kelapa dsbnya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda buatan seperti plastik, kaleng, besi, plastik air kemasan, plastik sisa sampo, kaca, kain perca dsbnya.

Sebagian besar sampah di kota dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Namun pengolahan di TPA yang sebagian besar dengan sistem open dumping, justru sering menimbulkan masalah, mulai dari masalah kesehatan, pencemaran udara, air, tanah sampai masalah estetika. Beberapa kajian membuktikan, penangganan sampah dengan cara seperti itu akan menghasilkan gas polutan seperti methan, H2S dan NH3. Gas H2S dan NH3 yang dihasilkan, walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak.

Sementara itu, masih banyak warga kota yang membuang sampah di sembarang tempat, misalnya sungai, saluran drainase atau rawa-rawa. Akibatnya sampah akan menyumbat saluran sehingga menyebabkan banjir. Di sisi kesehatan tumpukan sampah tersebut akan menjadi salah satu sumber penularan penyakit seperti disentri, kolera, pes, dsbnya.

Selain itu ternyata tidak sedikit warga kota yang menangani sampah dengan cara dibakar. Cara-cara seperti justru dapat menimbulkan masalah serius. Karena sampah yang dibakar akan menghasilkan zat atau gas polutan yang tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga berbahaya langsung terhadap manusia. Polutan yang dihasilkan akibat pembakaran sampah dapat menyebabkan gangguan kesehatan, pemicu kanker (karsiogenik) bahkan kematian.

Sebagai gambaran, pembakaran 1 ton sampah akan menghasilkan 30 kg gas CO, gas yang jika dihirup akan berikatan sangat kuat dengan hemoglobin darah sehingga dapat menyebabkan tubuh orang menghirup akan akan kekurangan O2 dan menimbulkan kematian. Pembakaran sampah organik juga akan menghasilkan gas methana. Membakar potongan kayu akan menghasilkan senyawa formaldehida yang mengakibatkan kanker. Sampah organik yang masih agak basah seperti daun, ranting, batang, sisa sayuran atau buah jika dibakar tidak akan semua terbakar dan menghasilkan partikel-partikel padat yang akan beterbangan. Satu ton sampah organik akan menghasilkan 9 kg partikel padat yang mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya. Salah satu di antaranya adalah benopirena. Menurut beberapa kajian diketahui asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali lebih besar dari asap rokok.

Sementara itu pembungkus kabel, kulit, pipa paralon jika dibakar akan menghasilkan gas HCL yang bersifat korosif. Jika nilon, dan busa poliuretan yang terdapat dalam matras, sofa, dan karpet berbusa dibakar akan menghasilkan gas berbahaya. Jika pembakaran dilakukan pada suhu lebih dari 600 derajat Celcius, akan menghasilkan HCN. Sebaliknya, jika dilakukan pada suhu kurang dari 600 derajat Celcius akan dihasilkan isosianat yang sangat berbahaya.

Di sisi lain, tidak semua sampah jika dibuang ke alam akan mudah hancur. Butuh waktu berbulan-bulan, bahkan ada yang puluhan tahun baru bisa hancur. Akibatnya jika volume sampah yang dihasilkan warga kota banyak dan lama hancur, maka akan dibutuhkan lahan yang luas untuk TPA. Sebagai gambaran, kertas jika dibuang ke alam butuh waktu 2,5 bulan untuk bisa hancur, kardus butuh 5 bulan, kulit jeruk 6 bulan, busa sabun (Deterjen) baru bisa terurai setelah 20-25 tahun, sepatu kulit yang dibuang ke halaman baru bisa hancur setelah 20-40 tahun, kain nilon 30-40 tahun, plastik 50-80 tahun dan aluminium 80-100 tahun. Sementara itu ada satu jenis sampah yang tidak bisa hancur sampai kapan pun, yaitu strefom.

Keberadaan warga miskin di kota seringkali menjadi kambinghitam karena dituding sebagai penyebab kota kotor dengan sampah. Padahal faktanya banyak perumahan atau kampung orang kaya yang justru menjadi sumber sampah utama di perkotaan. Dan tidak sedikit pemulung yang kerap dimasukkan sebagai bagian dari warga miskin kota yang justru “mengolah” sampah di kota sehingga mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Berdasarkan kajian di Surabaya, ternyata 11,75% (sekitar 1000 meter kubik per hari) sampah kota Surabaya berhasil dikumpulkan oleh pemulung. Kontribusi yang diberikan pemulung tersebut sangat jauh, dibandingkan “pengolahan” sampah oleh pemkot Surabaya dengan incinerator -investasi Rp. 1 milyar- yang hanya mampu membakar 270 meter kubik per hari.

Masalah sampah juga seringkali dipakai sebagai alasan pembenaran pemerintah untuk mengusur warga miskin kota, misalnya yang terjadi di Surabaya, karena dituding membuang sampah ke sungai sehingga sungai kotor, tercemar dan dangkal. Padahal faktanya tidak seperti itu, karena penyebab sungai tercemar justru limbah industri dan limbah dari pemukiman orang kaya. Penyebab sungai dangkal justru karena penebangan liar atau perubahan tataguna lahan di kota.

Manfaat Mengolah Sampah
Dengan mengolah sampah, tentunya akan berdampak positif terhadap masalah kesehatan. Kondisi kampung akan menjadi lebih bersih dan warga akan sehat karena salah satu faktor penularan penyakit tidak ada lagi.

Dampak lain jika warga miskin kota mengolah sampah adalah menepis anggap negatif yang selalu dikambinghitamkan ke warga miskin. Jika warga bisa mengolah sampah yg dihasilkan, maka tidak akan ada lagi yang asal ngomong menuding warga miskin sebagai penyebab sampah berserakan di kota.

Di sisi lain, dengan mengolah sampah dapat memberi tambahan secara ekonomi. Kompos hasil olahan dari sampah organik dapat dijual. Sampah anorganik seperti kertas, plastik, besi, alminium, kaca dan botol yang dikumpulkan juga dapat dijual untuk kemudian didaur ulang.

Pemakaian kompos atau pupuk cair dari sampah organik akan memberi dampak positif terhadap kesuburan tanah. Pemakaian kompos atau pupuk cair tidak akan menghabiskan unsur hara tanah seperti pada pemakaian pupuk buatan. Kompos atau pupuk cair justru akan semakin memperkaya unsur hara dan mikrooraginsme penghancur unsur hara di dalam tanah. (www.uplink.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar