PENGELOLAAN SAMPAH
Hidup kita tak pernah lepas
dari sampah. Ada begitu banyak jenis sampah di sekitar kita. Sampah :sering menjadi masalah. Timbunan sampah yang dihasilkan terus bertambah
seiring dengan bertambahnya penduduk kota. Sehari setiap warga kota menghasilkan
rata-rata 900 gram, dengan komposisi: 70% sampah organik dan 30%
sampah anorganik. Yang dimaksud sampah organik adalah sampah yang berasal dari
benda hidup, seperti sisa makanan, sisa sayuran, ikan, buah-buah, daun,
ranting, ampas kelapa dsbnya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda buatan seperti plastik, kaleng, besi, plastik air kemasan, plastik sisa sampo, kaca,
kain perca dsbnya.
Sebagian besar sampah di kota
dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Namun pengolahan di TPA yang sebagian besar dengan sistem open dumping, justru sering menimbulkan
masalah, mulai dari masalah kesehatan, pencemaran udara, air, tanah sampai
masalah estetika. Beberapa kajian membuktikan, penangganan sampah dengan cara
seperti itu akan menghasilkan gas polutan
seperti methan,
H2S dan NH3. Gas H2S dan NH3 yang
dihasilkan, walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak
enak.
Sementara itu, masih banyak warga
kota yang membuang sampah di sembarang tempat, misalnya sungai, saluran drainase atau rawa-rawa. Akibatnya
sampah akan menyumbat saluran sehingga menyebabkan banjir. Di sisi kesehatan
tumpukan sampah tersebut akan menjadi salah satu sumber penularan penyakit
seperti disentri, kolera, pes, dsbnya.
Selain itu ternyata tidak sedikit
warga kota yang menangani sampah dengan cara dibakar. Cara-cara seperti justru
dapat menimbulkan masalah serius. Karena sampah yang dibakar akan menghasilkan
zat atau gas polutan yang tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga
berbahaya langsung terhadap manusia. Polutan yang dihasilkan akibat pembakaran
sampah dapat menyebabkan gangguan kesehatan, pemicu kanker (karsiogenik) bahkan
kematian.
Sebagai gambaran, pembakaran 1
ton sampah akan menghasilkan 30 kg gas CO, gas yang jika dihirup akan
berikatan sangat kuat dengan hemoglobin darah sehingga dapat menyebabkan tubuh
orang menghirup akan akan kekurangan O2 dan menimbulkan kematian. Pembakaran
sampah organik juga akan menghasilkan gas methana. Membakar potongan
kayu akan menghasilkan senyawa formaldehida yang mengakibatkan
kanker. Sampah organik yang masih agak basah seperti daun, ranting, batang,
sisa sayuran atau buah jika dibakar tidak akan semua terbakar dan menghasilkan
partikel-partikel padat yang akan beterbangan. Satu ton sampah organik akan
menghasilkan 9 kg partikel padat yang mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya.
Salah satu di antaranya adalah benopirena. Menurut beberapa
kajian diketahui asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali
lebih besar dari asap rokok.
Sementara itu pembungkus kabel,
kulit, pipa paralon jika dibakar akan menghasilkan gas HCL yang bersifat korosif. Jika nilon, dan busa poliuretan yang terdapat
dalam matras, sofa, dan karpet berbusa dibakar akan menghasilkan gas berbahaya.
Jika pembakaran dilakukan pada suhu lebih dari 600 derajat Celcius, akan
menghasilkan HCN. Sebaliknya, jika dilakukan pada suhu kurang dari 600 derajat Celcius
akan dihasilkan isosianat yang sangat berbahaya.
Di sisi lain, tidak semua sampah
jika dibuang ke alam akan mudah hancur. Butuh waktu berbulan-bulan, bahkan ada
yang puluhan tahun baru bisa hancur. Akibatnya jika volume sampah yang
dihasilkan warga kota banyak dan lama hancur, maka akan dibutuhkan lahan yang
luas untuk TPA. Sebagai gambaran, kertas jika dibuang ke alam butuh
waktu 2,5 bulan untuk bisa hancur, kardus butuh 5 bulan, kulit jeruk
6 bulan, busa sabun (Deterjen) baru bisa terurai setelah 20-25 tahun, sepatu
kulit yang dibuang ke halaman baru bisa hancur setelah 20-40 tahun, kain nilon
30-40 tahun, plastik 50-80 tahun dan aluminium 80-100 tahun. Sementara itu ada
satu jenis sampah yang tidak bisa hancur sampai kapan pun, yaitu strefom.
Keberadaan warga miskin di kota
seringkali menjadi kambinghitam karena dituding sebagai penyebab kota kotor
dengan sampah. Padahal faktanya banyak perumahan atau kampung orang kaya yang
justru menjadi sumber sampah utama di perkotaan. Dan tidak sedikit
pemulung yang kerap dimasukkan sebagai bagian dari warga miskin kota yang
justru “mengolah” sampah di kota sehingga mengurangi jumlah sampah yang dibuang
ke TPA. Berdasarkan kajian di Surabaya, ternyata 11,75% (sekitar 1000 meter kubik per hari)
sampah kota Surabaya berhasil dikumpulkan oleh pemulung. Kontribusi yang
diberikan pemulung tersebut sangat jauh, dibandingkan “pengolahan” sampah oleh
pemkot Surabaya dengan incinerator -investasi Rp. 1 milyar- yang hanya mampu
membakar 270 meter kubik per hari.
Masalah sampah juga seringkali
dipakai sebagai alasan pembenaran pemerintah untuk mengusur warga miskin kota, misalnya
yang terjadi di Surabaya, karena dituding membuang sampah ke sungai sehingga
sungai kotor, tercemar dan dangkal. Padahal faktanya tidak seperti itu, karena
penyebab sungai tercemar justru limbah industri dan limbah dari pemukiman orang
kaya. Penyebab sungai dangkal justru karena penebangan liar atau perubahan
tataguna lahan di kota.
Manfaat
Mengolah Sampah
Dengan mengolah sampah, tentunya
akan berdampak positif terhadap masalah kesehatan. Kondisi kampung akan menjadi
lebih bersih dan warga akan sehat karena salah satu faktor penularan penyakit
tidak ada lagi.
Dampak lain jika warga miskin
kota mengolah sampah adalah menepis anggap negatif yang selalu
dikambinghitamkan ke warga miskin. Jika warga bisa mengolah sampah yg
dihasilkan, maka tidak akan ada lagi yang asal ngomong menuding warga miskin sebagai
penyebab sampah berserakan di kota.
Di sisi lain, dengan mengolah
sampah dapat memberi tambahan secara ekonomi. Kompos hasil olahan dari sampah organik dapat dijual. Sampah anorganik seperti kertas, plastik, besi, alminium, kaca dan botol
yang dikumpulkan juga dapat dijual untuk kemudian didaur ulang.
Pemakaian kompos atau pupuk cair
dari sampah organik akan memberi dampak positif terhadap kesuburan tanah.
Pemakaian kompos atau pupuk cair tidak akan menghabiskan unsur hara tanah
seperti pada pemakaian pupuk buatan. Kompos atau pupuk cair justru akan semakin
memperkaya unsur hara dan mikrooraginsme penghancur unsur hara di dalam tanah. (www.uplink.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar