Santo thomas, rasul
Thomas lahir di Galilea dan dikenal sebagai salah seorang
dari keduabelas Rasul Yesus. Perihal tempat dan waktu dia dipilih menjadi Rasul
tidak dibeberkan di dalam Injil-injil. Banyak keterangan tentang pribadinya
dapat ditemukan di dalam Injil Yohanes. Thomas – yang disebut juga “Didimus”
(artinya: kembar) – adalah seorang nelayan pembantu. Ia tidak memiliki perahu
sendiri seperti Petrus dan Andreas. Hidupnya hampir selalu serba kurang. Hal inilah
yang membuat dia bersikap selalu hati-hati, pesimis dan cepat menyangka akan
terjadi hal yang buruk atas dirinya. Banyak orang mempunyai gambaran yang
kurang tepat tentang Thomas. Meskipun demikian, Thomas dikenal berani.
Thomas hadir pada peristiwa kebangkitan Lazarus dan perjamuan
terakhir. Di antara keduabelas Rasul, Thomas dikenal sebagai orang yang tidak
mudah mempercayai sesuatu. Sikapnya ini terlihat dengan sangat jelas dalam
kaitannya dengan peristiwa penampakan Yesus setelah kebangkitan-Nya (Yoh 20: 24
– 29). Oleh karena itu di kalangan umat sering terdapat gambaran yang kurang
baik tentang Thomas. Setiap kali namanya disebut, yang terbayang di benak
mereka adalah seorang Rasul yang tidak mau percaya kepada sesuatu hal yang
belum disaksikannya sendiri.
Ketika Yesus mendengar bahwa Lazarus meninggal dunia, Ia
berkeputusan untuk kembali ke Yudea, padahal baru saja orang mau melempari-Nya
dengan batu di daerah itu. Sesudah para Rasul gagal menahan Yesus, Thomas
dengan tegas mengajak, “Ayo, kita pergi
juga! Biarlah kita mati bersama-sama dengan Dia.” Thomas tidak mau
membiarkan Yesus pergi sendirian menantang bahaya. Thomas seorang yang terus
terang, polos dan tidak malu-malu menyatakan ketidaktahuannya. Pada perjamuan
malam terakhir, ketika Yesus berpamitan, Thomas bertanya dengan polos, “Kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi
bagaimana kami tahu jalan ke situ?” Keraguan Thomas ini mengundang Yesus
untuk menyingkap rahasia tritunggal yang mendalam itu, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tak seorang pun datang kepada Bapa tanpa melalui
Aku. Kalau kamu mengenal Aku, kamu juga mengenal Bapa-Ku.” Sikap ragu-ragu Thomas
tampak jelas sekali dalam sikapnya terhadap berita penampakan Yesus kepada para
Rasul. “Sebelum aku melihat bekas paku
pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam lambung-Nya,
sekali-kali aku tidak akan percaya.”
Tentang sikap Thomas ini, Santo Agustinus menulis, “Dengan
pengakuannya dan dengan menjamah luka Tuhan, ia sudah mengajarkan kepada kita
apa yang harus dan patut kita percayai. Ia melihat sesuatu dan percaya sesuatu
yang lain. Matanya memandang kemanusiaan Yesus, namun imannya mengakui
ke-Allah-an Yesus, sehingga dengan suara penuh gembira tercampur penyesalan
mendalam, ia berseru: ya Tuhanku dan Allahku.”
Kepadanya Yesus bersabda, "Karena
engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak
melihat, namun percaya." Kata-kata Yesus ini masih berkumandang aktual
hingga saat ini.
Tentang karya kerasulan Thomas sesudah itu, Kitab Suci tak
menyebutkan apa-apa lagi. Juga tidak ada sepucuk surat peninggalan Thomas yang
sampai kepada kita. Menurut tradisi, yang dibenarkan Santo Ambrosius dan
Hieronimus, Thomas menyebarkan kabar gembira ke arah Timur dengan mengikuti
jalan para pedagang, yaitu ke Sirya, Armenia, Persia dan India. Dekat Madras,
di kota Malaipur, Thomas menerima mahkota kemartirannya. Orang kristen India
Selatan, lebih-lebih di sepanjang pantai Syro-Malabar, percaya bahwa Thomas menobatkan
Raja Goddaphur dan bahwa mereka keturunan orang-orang kristen abad pertama. Thomas mati ditusuk tombak dan relikuinya masih
tetap ada sewaktu makamnya dibuka kembali pada tahun 1523.
Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar