Jumat, 28 Oktober 2022

MEMAHAMI PENOLAKAN KAUM YAHUDI DAN KRISTIANI TERHADAP AL-QUR’AN

 


Dapat dipastikan hanya umat islam saja yang menerima Al-Qur’an sebagai wahyu Allah. Umat agama lain, teristimewa Yahudi dan Kristiani, sudah sejak kemunculan perdananya, sudah menolak. Karena tidak menerima Al-Qur’an sebagai kitab suci dan sebagai wahyu Allah inilah orang Yahudi dan Kristiani, serta umat agama lain, akhirnya dilabeli “kafir”. Suatu ironisme. Hanya karena berbeda pandangan, orang lain dicap “kafir”. Ini hanya terjadi pada islam. Sekalipun umat islam tidak menerima Taurat dan Injil sebagai kitab suci, malah mengklaimnya sudah dipalsukan, orang Yahudi dan Kristiani tidak mencap orang islam sebagai kafir. Orang Hindu dan Buddha juga tidak melakukan hal tersebut, meski umat islam berbeda dari mereka. Hanya islam yang tidak mau menerima orang berbeda darinya.

Seharusnya, jika memang bijak, sebelum melabeli dengan kata “kafir” terlebih dahulu umat islam perlu tahu dan memahami sikap kaum Yahudi dan Kristiani ini. Seperti apa ungkapan-ungkapan yang mencerminkan sikap orang Yahudi dan Kristiani terhadap Al-Qur’an?

Untuk mengetahui ungkapan-ungkapan yang mencerminkan sikap kaum Yahudi dan Kristiani terhadap kitab suci orang islam ini, kita tak perlu merujuk kepada sumber di luar islam. Apabila kita merujuk pada sumber non islam, dengan sangat mudah akan dilabeli “islamfobia”. Sumber utama mengetahui sikap umat Yahudi dan Kristiani ini adalah Al-Qur’an itu sendiri. Jika membaca kitab ini, akan dijumpai beberapa sikap dasar orang Yahudi dan Kristiani terhadap Al-Qur’an, yang intinya merupakan penolakan. Sikap-sikap dasar itu tercermin dalam ungkapan-ungkapan sebagai berikut:

1.    Al-Qur’an ada karena Muhammad mengada-ada. Pemikiran seperti ini bisa dibaca dalam QS Hud: 35; QS al-Ahqaf: 8; dan QS as-Sadjah: 3. Dengan kata lain, orang Yahudi dan Kristiani menilai ayat-ayat Al-Qur’an, yang katanya wahyu Allah, tak lebih merupakan hasil olahan Muhammad. Dialah yang mengada-adakannya.

2.    Al-Qur’an itu hanyalah kebohongan Muhammad. Pemikiran seperti ini bisa dibaca dalam QS al-Furqan: 4. Dalam surah Saba ayat 43 malah lebih tegas dikatakan sebagai kebohongan yang diada-adakan Muhammad. Dengan bahasa yang berbeda dalam QS ar-Rum: 58 dikatakan bahwa Al-Qur’an merupakan kepalsuan Muhammad. Jadi, orang Yahudi dan Kristiani waktu itu sudah bisa menilai ayat-ayat Al-Qur’an, yang katanya wahyu Allah, adalah hasil dari kebohongan Muhammad. Dengan perkataan lain, semua itu hanyalah perkataan Muhammad yang ditempatkan di mulut Allah sehingga seolah-olah Allah yang mengucapkannya.

3.    Dalam surah al-Anbiya ayat 5 dikatakan bahwa orang Yahudi dan Kristiani waktu itu mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan mimpi-mimpi Muhammad yang kacau, atau hasil rekayasa Muhammad. Artinya, ayat-ayat Al-Qur’an, yang katanya wahyu Allah, sebenarnya bukanlah wahyu Allah, tapi perkataan Muhammad sendiri. Dialah yang menciptakan “wahyu” Allah itu.

Demikianlah tiga ungkapan sebagai sikap penolakan atas Al-Qur’an oleh orang Yahudi dan Kristiani. Ungkapan ini terekam dalam Al-Qur’an. Jadi, jika umat islam yakin ayat-ayat Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, maka ungkapan-ungkapan itu pernah diucapkan Allah, meski berasal dari orang Yahudi dan Kristiani. Menjadi pertanyaan, apakah ungkapan-ungkapan tersebut ada dasarnya atau tanpa dasar. Bila ungkapan tersebut tanpa dasar berarti orang Yahudi dan Kristiani telah melakukan fitnah. Namun bila ada dasar, itu berarti ungkapan tersebut benar adanya.

Apa saja dasar dari ungkapan-ungkapan yang mencerminkan sikap kaum Yahudi dan Kristiani terhadap kitab suci orang islam? Atau alasan apa saja yang membuat orang Yahudi dan Kristiani menolak Al-Qur’an sebagai wahyu Allah? Berikut ini beberapa dasar atau alasan yang menjadi dasar lahirnya ungkapan itu.

a)   Penggunaan kata ganti untuk Allah. Kalau kita membaca Al-Qur’an, maka kita akan menemukan ada begitu banyak kata ganti yang digunakan untuk mengganti kata Allah. Selain kata “Allah”, masih ada kata “Kami”, “Aku”, “Dia” dan juga “Engkau”. Penggunaan aneka kata ganti ini bisa ditemukan dalam satu surah. Misalnya saja, surah al-Anam. Ada ayat memakai kata “Kami”, ayat berikutnya kata “Dia”, ayat berikutnya lain “Aku” lalu kembali lagi ke kata “Kami” atau “Dia”. Bagaimana mungkin dari sumber yang satu dan sama bisa muncul pemakaian kata ganti yang berbeda-beda. Selain itu, jika ditempatkan pada konteks Al-Qur’an, yaitu Allah berbicara dan Muhammad mendengar, beberapa kata ganti itu tidak pas; malah menunjukkan adanya Allah yang lain selain Allah yang berbicara.

Inilah yang membuat orang Yahudi dan Kristiani menolak Al-Qur’an sebagai wahyu Allah. Perlu diketahui, waktu dulu orang Yahudi dan Kristiani tidak termasuk kelompok orang yang buta huruf dan bodoh. Tidak seperti pengikut Muhammad, yang memang buta huruf sehingga hanya terbuai dengan keindahan bunyi dari “wahyu” Allah itu. Orang Yahudi dan Kristiani, karena paham soal bahasa, langsung menangkap keanehan “wahyu” Allah Muhammad. Katanya dari Allah, koq memakai kata “Dia” atau “Engkau”. Pemakaian dua kata ganti ini, yang dimaknai sebagai Allah, menunjukkan bahwa “wahyu” itu hasil rekayasa Muhammad.

b)   Bahasanya tidak jelas dan kacau balau. Kalau kita membaca Al-Qur’an, maka kita akan menemukan ada begitu banyak kata dan frasa yang ada dalam tanda kurung. Dapat dipastikan kata atau frasa itu bukanlah dari Allah, atau tidak pernah diucapkan oleh Allah. Semua itu berasal dari tangan manusia. Dengan kata lain, kata atau frasa itu merupakan penambahan kemudian yang berasal dari manusia. Dari seluruh surah Al-Qur’an, mungkin tak lebih dari 5 surah yang bebas dari penambahan tersebut. Menjadi pertanyaan, apa maksud penambahan itu? Kalau dilihat dengan seksama, terlihat jelas bahwa penambahan itu bertujuan untuk membuat jelas wahyu Allah. Tanpa itu, bahasa wahyu Allah tak jelas dan kacau balau.

Memang waktu dulu belum ada penambahan. Akan tetapi, orang Yahudi dan Kristiani sudah langsung menangkap ketidak-jelasan maksud “wahyu” Allah yang disampaikan Muhammad. Mereka juga bisa menangkap kekacauan bahasanya, karena ada beberapa “wahyu” yang sama sekali tidak punya korelasi. Inilah yang membuat orang Yahudi dan Kristiani menolak Al-Qur’an sebagai wahyu Allah. Harap diingat, waktu dulu orang Yahudi dan Kristiani tidak termasuk kelompok orang yang buta huruf dan bodoh. Tidak seperti pengikut Muhammad, yang memang buta huruf sehingga hanya terbuai dengan keindahan bunyi dari “wahyu” Allah itu. Orang Yahudi dan Kristiani, karena paham soal bahasa, langsung menangkap keanehan “wahyu” Allah Muhammad. Bukankah Allah itu maha sempurna, koq “wahyu”-Nya tak jelas dan kacau balau? Hal inilah yang membuat orang Yahudi dan Kristiani menolak Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, karena mereka menilai itu hanyalah karangan Muhammad.

c)   Bertentangan dengan tradisi. Kalau kita membaca Al-Qur’an, maka kita akan menemukan ada begitu banyak “wahyu” Allah yang bersentuhan dengan tradisi orang Yahudi dan Kristiani. Ada kisah Adam dan Hawa, ada kisah Nuh, Musa, Daud hingga Yesus. Perlu diketahui, orang Yahudi dan Kristiani dulu sudah sangat familiar dengan tradisinya. Setiap minggu mereka akan mendengar kisah-kisah dari kitab sucinya. Karena itu, ketika mendengar “wahyu” Allah Muhammad yang menyerempet tradisi orang Yahudi dan Kristiani, mereka bisa langsung menilai. Dan penilaian mereka, apa yang disampaikan Muhammad bertentangan dengan tradisi mereka. Misalkan saja, soal Adam dan Hawa. Bagi orang Yahudi dan Kristiani kisah Adam dan Hawa itu terjadi di bumi, sementara “wahyu” Allah mengatakan terjadi di surga.

Sebenarnya orang Yahudi dan Kristiani tidak hanya mempersoalkan perbedaan ini saja, tetapi dampak bagi iman juga, yang sebenarnya ini tertuju kepada islam sendiri. Ada dampaknya? Dikatakan surga itu bersifat kekal. Kalau kekal, orang yang di sana yah tetap di sana. Jika dikeluarkan, itu berarti tidak kekal. Kisah Adam dan Hawa yang dikeluarkan dari surga menunjukkan bahwa surga itu tidak kekal. Ini berarti Allah menyangkal dirinya sendiri. Inilah yang dilihat oleh orang Yahudi dan Kristiani, sehingga akhirnya mereka menolak Al-Qur’an sebagai wahyu Allah. Lebih parah lagi soal keberadaan setan dan iblis di surga. Jelas-jelas, ini bukan cuma perbedaan dengan tradisi orang Yahudi dan Kristiani, tetapi sungguh tidak masuk akal mereka. karena itulah, orang Yahudi dan Kristiani berani mengatakan Al-Qur’an hanyalah hasil mengada-ada Muhammad.

d)   Tak sesuai dengan fakta historis. Kalau kita membaca Al-Qur’an, maka kita akan menemukan ada begitu beberapa “wahyu” Allah yang tidak sejalan dengan fakta sejarah. Misalnya, ada “wahyu” Allah Muhammad mengatakan bahwa hukuman salib sudah ada sejak jaman Yusuf. Atau mengklaim Ka’bah sebagai makam Ibrahim (atau Abraham dalam tradisi orang Yahudi dan Kristiani). Yang paling parah adalah “wahyu” yang menolak bahwa Yesus mati di kayu salib. Perlu diingat, orang Yahudi dan Kristiani dulu bukanlah orang bodoh seperti pengikut Muhammad. Bukan tidak mungkin, di antara orang Yahudi dan Kristiani ada yang paham soal sejarah. Dan mereka tahu bahwa pada masa Yusuf belum ada bentuk hukuman penyaliban. Mereka juga tahu Abraham tidak pernah dimakamkan di Mekkah; karena itu, Ka’bah bukanlah tempat makamnya. Dan soal penyaliban Yesus, orang Yahudi dan terlebih orang Kristiani yakin bahwa yang mati di kayu salib itu adalah Yesus, yang bagi orang islam dikenal sebagai Isa Almasih. Dasar keyakinan mereka ini tidak hanya dari kitab suci orang Kristen, tetapi juga dari catatan-catatan sejarah dunia. Karena itulah, ketika mendengar “wahyu” Allah Muhammad yang tidak sesuai dengan fakta sejarah, orang Yahudi dan Kristiani langsung mengatakan bahwa itu hanyalah bualan Muhammad. Dengan itulah mereka akhirnya menolak Al-Qur’an sebagai wahyu Allah.

Demikianlah 4 alasan yang menjadi dasar lahirnya ungkapan-ungkapan yang mencerminkan sikap kaum Yahudi dan Kristiani terhadap Al-Qur’an. Semua itu bisa dinalar secara akal sehat. Dan ini juga kiranya yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Kristiani saat menolak Al-Qur’an. Mereka berani mengatakan bahwa kitab suci islam itu hanyalah kebohongan Muhammad. Artinya, apa yang disampaikan Muhammad, yang mengatakan wahyu Allah, langsung dirasakan secara akal sehat sebagai kebohongan belaka.

Harap disadari, kebohongan itu sangat dekat dengan kebodohan. Umumnya orang bodoh yang mudah dibohongi. Dan kebetulan para pengikut Muhammad rata-rata bodoh, sehingga mereka akhirnya mudah dibodohi. Berbeda dengan orang Yahudi dan Kristiani. Mereka masuk kategori pintar, sehingga langsung bisa menangkap kebohongan tersebut. Dan kebohongan yang diyakini terus-menerus akan dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Ahli propaganda NAZI, Joseph Goebbel berkata, “Kebohongan yang diucapkan satu kali akan berhenti sebagai kebohongan. Tapi kebohongan yang diulang-ulang akan diterima sebagai kebenaran.” Inilah yang terjadi hingga saat ini.

Pancur, 7 Agustus 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar