Selasa, 07 April 2020

LONCENG-LONCENG KUIL

Sebuah kuil dibangun di suatu pulau, tiga kilometer jauhnya dari pantai. Dalam kuil itu terdapat seribu lonceng. Lonceng-lonceng yang besar, sedang dan yang kecil, semuanya dibuat oleh para pengrajin terbaik di dunia. Setiap kali angin bertiup atau taufan menderu, semua lonceng kuil itu serentak berbunyi dan secara terpadu membangun sebuah simphoni. Hati setiap orang yang mendengarkannya pastilah terpesona.
Tetapi selama berabad-abad pulau itu tenggelam di dalam laut; demikian juga kuil itu bersama dengan lonceng-loncengnya. Menurut cerita turun temurun, lonceng-lonceng itu masih terus berbunyi, tanpa henti, dan dapat didengar oleh setiap orang yang mendengarkannya dengan penuh perhatian. 
Tergerak oleh cerita itu, seorang pemuda menempuh perjalanan sejauh beribu-ribu kilometer. Tekadnya telah bulat untuk mendengarkan bunyi lonceng-lonceng itu. Berhari-hari ini duduk di tepi pantai, di pulau tak jauh dari pulau, yang diyakini sudah tenggelam bersama kuilnya. Ia duduk berhadapan dengan tempat di mana kuil itu pernah berdiri dan mendengarkan -- mendengarkannya dengan penuh perhatian. Namun yang didengarnya hanyalah suara gelombang laut yang memecah di tepi pantai. Ia berusaha mati-matian untuk menyisihkan suara gelombang itu agar dapat mendengar bunyi lonceng. Namun sia-sia. Suara laut rupanya memenuhi alam raya.

Ia bertahan sampai  dua minggu. Ketika semangatnya mengendor, ia mendengarkan orang-orang tua di kampung. Dengan terharu mereka menceritakan kisah seribu lonceng dan kisah tentang mereka yang telah mendengarkannya. Dengan demikian ia semakin yakin bahwa kisah itu memang benar. Dan semangatnya berkobar lagi, apabila mendengar kata-kata mereka. Akan tetapi kemudian ia kecewa lagi, karena usahanya selama berminggu-minggu ternyata tidak menghasilkan apa-apa.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri usahanya. Barangkali ia tidak ditakdirkan menjadi salah seorang yang beruntung dapat mendengar bunyi lonceng-lonceng kuil itu. Mungkin juga legenda itu hanya omong kosong saja. Lebih baik pulang saja dan mengakui kegagalan, demikian pikirnya.
Pada hari terakhir ia duduk di pantai pada tempat yang paling disayanginya. Ia berpamitan kepada laut, langit, angin serta pohon-pohon kelapa. Ia berbaring di atas pasir, memandang ke langit dan mendengar suara laut. Pada hari itu ia tidak berusaha menutup telinganya terhadap suara laut, melainkan menyerahkan dirinya sendiri kepadanya. Dan ia pun menemukan suara yang lembut dan menyegarkan di dalam gelora gelombang laut. Segera ia begitu tenggelam dalam suara itu, sehingga ia hampir tak menyadari dirinya lagi. Begitu dalam keheningan yang ditimbulkan suara gelombang dalam hatinya
Di dasar keheningan itu, ia mendengarkannya! Dentang bunyi satu lonceng disambut oleh lonceng yang lain, oleh yang lain lagi dan oleh yang lain lagi...., dan akhirnya seribu lonceng dari kuil itu berdentangan dengan satu melodi yang agung berpadu. Dalam hatinya meluap rasa kagum dan gembira....
Jika kita ingin mendengar lonceng-lonceng kuil, dengarkanlah suara laut!!! Jika kita ingin melihat Tuhan, pandanglah ciptaan dengan penuh perhatian. Jangan menolaknya, jangan memikirkannya. Pandanglah saja!!!
diolah kembali dari tulisan 8 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar