Setiap
manusia pasti mempunyai cita-cita. Sadar tak sadar, tak jarang kehidupan
dibangun dari sebuah cita-cita. Kehidupan sekarang ini ada bukan terjadi begitu
saja, melainkan melalui proses. Dan proses itu berawal dari cita-cita. Cita-cita
menjadi motor pendorong manusia untuk membangun kehidupan sesuai dengan
keinginannya.
Karena
itu, tak heran kalau Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia, pernah
berujar kepada kaum muda Indonesia untuk “menggantungkan cita-citamu setinggi
langit!”. Bagi Bung Karno, cita-cita yang tinggi akan membuat manusia berusaha
keras meraihnya. Di sini bukan soal tinggi-nya
cita-cita, melainkan proses-nya yang
hendak ditekankan. Karena tanpa cita-cita, manusia seakan bergerak tanpa arah
yang jelas dan pasti.
Cerpen
“Cita-cita Warni” membahas soal
cita-cita. Sejak kecil cita-cita memang harus sudah dipupuk, meski tetap harus
disadari bahwa suatu saat cita-cita itu bakal berubah. “Kadang cita-cita pada masa
kecil pun tidak terlaksana. Berubah setelah dewasa. Aku dulu sebenarnya
bercita-cita jadi tentara, tapi kini…, cuma puas jadi pekerja pabrik.” Demikian
sepenggal dialog dalam cerpen ini.
Akan
tetapi, yang menarik dari cerpen ini bukan soal pembicaraan cita-citanya,
melainkan persoalan kehidupan manusia. Dengan kata lain, lewat pembahasan
cita-cita, cerpen ini mengungkap sisi-sisi gelap dan terang kehidupan manusia. Lebih
lanjut tentang cerpen ini, silahkan baca di sini: Budak Bangka: (C E R P E N) Cita-cita Warni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar