MENUJU TITIK BALIK
Kematian berwajah ganda. Dia
adalah perpisahan yang mempertemukan, kepergian yang membuat orang berdatangan,
akhir yang menempatkan orang pada awal situasi baru. Kematian memisahkan kita
dari orang yang meninggal, namun serentak kita dipertemukan.
Kematian adalah akhir dari
sebuah kehidupan. Orang yang meninggal menghembuskan nafasnya terakhir, dan
biasanya para sahabat mempunyai kesempatan untuk memberikan penghormatan
terakhir untuknya. Sebagai akhir, kematian sering menimbulkan ingatan dalam
diri mereka yang ditinggalkan: ingatan akan pertemuan terakhir dengannya, akan
saat-saat terakhir dan akan pesan terakhir. Namun, akhir ini serentak merupakan
sebuah permulaan baru. Kita yang ditinggalkan mesti hidup dalam satu kondisi
baru tanpa dia dan mereka yang telah meninggal. Kita harus belajar hidup baru
lagi.
Ada relasi timbal balik
antara kehidupan dan kematian. Kualitas kehidupan akan ditentukan oleh
kesadaran akan kematian. Waktu hidup kita terbatas, kesempatan untuk berbuat
baik tidak selalu bisa diperpanjang, saat untuk minta maaf bukan tanpa akhir,
peluang untuk membalas jasa tidak selalu berulang. Sebab itu, kita berusaha
memanfaatkan waktu yang ada, sisa hidup kita dalam perjalanan menuju kematian.
Penyesalan yang sering muncul setelah kematian orang lain karena kita belum
sempat berbuat baik kepadanya adalah sisi lain dari kesadaran akan waktu yang
terbatas ini.
Karena waktu hidup dibatasi
oleh kematian, dan karena dari pembatasan ini dapat muncul dorongan untuk
mengisi kehidupan, maka bukan mustahil orang yang mengalami kematian dari orang
yang dikasihi merasa seakan ada dorongan dan panggilan untuk berbuat sesuatu
dalam hidupnya. Ada semacam tongkat estafet untuk melanjutkan perjuangan,
meneruskan idealisme, merealisasikan mimpi. Karena itu, sering orang memberi
nasehat peneguhan kepada orang yang ditinggal pergi orang yang dikasihi. Pesan
ini bukan nasehat saleh sekedar melupakan kesedihan, melainkan harus dimaknai
dengan melakukan kebaikan yang tidak sempat, kita lakukan terhadap dia.
Kematian tidak dapat diubah.
Yang bisa dibuat adalah mengambil pesan dari kematian tersebut. Kematian
mengingatkan kita untuk berusaha agar tidak lagi mengabaikan kesempatan untuk
berbuat baik, mengusahakan yang benar, menumbuhkan keadilan. Kematian orang
yang dikasihi adalah sebuah penugasan untuk meneruskan kasih. Dengan demikian
akan terjadilah proses kebangkitan.
by: Paul Budi Kleden, SVD,
dalam Spiritualitas di Tengah Badai
Baca
juga refleksi lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar