BEATO THEOFANUS VENARD, MARTIR
Misionaris muda ini dijuluki
Martir Gembira, sebab sepanjang kariernya yang penuh bahaya, bahkan sampai
akhir hidupnya sebagai martir, ia tetap menghadapi semuanya dengan gembira dan
lapang dada. Theofan lahir pada tahun 1829 di Perancis, di sebuah keluarga
katolik yang saleh. Semenjak muda ia suka membaca majalah misi, terutama tanah
misi di Tiongkok, sebagaimana yang dikisahkan pada majalah itu. Sejak itu,
hasrat hatinya untuk menjadi misionaris mulai bersemi.
Suatu hari ia berkata kepada
orangtuanya, “Saya juga ingin menjadi misionaris di Tonkin dan menjadi martir Kristus
di sana.” Akan tetapi tidak ada yang sanggup menyekolahkannya hingga menjadi seorang
imam. Orangtuanya miskin dan tak mampu menyekolahkannya. Tetapi rahmat Tuhan
menyertainya. Pastor parokinya rela membantu menyekolahkan dia. Mula-mula ia
belajar di pastoran dan kemudian pindah ke seminari. Dan akhirnya pada tahun 1852,
dalam usia yang 23 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam.
Tiga hari sesudah
ditahbiskan, ia bersiap-siap untuk berangkat ke Tonkin (sekarang: Vietnam),
Cina sebagai misionaris. Ia tidak sempat lagi bertemu dengan semua orang yang
dikasihinya: orangua, sanak saudara dan sahabat kenalannya. Oleh karena itu ia
menulis surat perpisahan kepada mereka dari Paris. Lebih dari setahun ia berada
di Hongkong untuk mempelajari bahasa setempat. Dari Hongkong ia secara gelap
menyusup ke Tonkin, karena penguasa setempat tidak memperkenankan orang-orang
asing termasuk para misionaris berkarya di sana, meskipun jumlah umat katolik
sudah cukup banyak. Dalam keadaan itu, tindakan nekad Theofan sungguh berbahaya
bagi dirinya.
Namun ia sendiri merasa
tidak ada masalah dan tetap bergembira. Kepada seorang sahabat ia menulis:
Hiduplah kegembiraan! Tentu engkau tahu semboyan Santa Theresia, apa saja yang
terjadi atas dirimu, janganlah bersusah hati, janganlah takut dan gelisah; pada
akhirnya segala sesuatu akan lenyap, dan hanya Tuhanlah yang tetap.
Tujuh tahun lamanya Theofan
bekerja di Tonkin secara sembunyi-sembunyi. Ia melayani umat dengan
sakramen-sakramen, mengajarkan agama dan meneguhkan hati mereka. Waktu-waktu
luangnya ia manfaatkan untuk menyalin seluruh perjanjian baru ke dalam bahasa
Annam. Lama kelamaan kehadirannya di sana diketahui juga. Oleh laporan seorang
yang mengetahui dengan baik kegiatan-kegiatannya, ia ditangkap dan dipenjarakan
pada 30 November 1860. Kepada seorang adiknya di Perancis ia masih sempat
menulis beberapa surat. Surat-surat itu diawalinya dengan kata-kata: “Dari
kurungan saja saya menulis surat kepadamu”, karena memang ia dipenjarakan di
dalam sebuah sel yang berterali besi dan dijaga ketat siang dan malam. Dari surat-suratnya
terbaca jelas wataknya yang tetap riang gembira. Dua bulan lebih ia tinggal di
dalam sel itu. Katanya dalam sebuah surat: “mungkin kepalaku akan dipenggal
oleh penguasa kafir yang lalim dan dengan demikian tamatlah riwayat hidupku. Namun
kematian itu sungguh merupakan suatu peristiwa iman yang membahagiakan sekali
hatiku. Kematian yang kurindukan sejak dahulu karena olehnya akan akan pindah
ke dalam kehidupan abadi bersama Tuhan.”
Pada tanggal 2 Februari 1861
ia dipenggal kepalanya karena iman akan Kristus dan kecintaannya yang luar
biasa pada umatnya. Sewaktu dihantarkan ke panggung tempat ia disiksa, ia
menyanyikan mazmur-mazmur dan lagu-lagu rohani.
sumber:
Iman Katolik
Baca
juga riwayat orang kudus 2 Februari:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar