SANTA EUGENIA DE SMET, PERAWAN
Puteri berkebangsaan
Perancis ini lahir pada tahun 1825 dan dikenal sebagai pembina Tarekat
Suster-suster Pembantu Jiwa-jiwa di Api Pencucian. Sejak berusia 17 tahun ia
sudah berniat mengabdikan dirinya bagi kemuliaan Tuhan. Eugenia bersedia dan
rela menerima penyelenggaraan ilahi atas dirinya dengan melaksanakan apa saja
yang diperintahkan Allah, kendatipun kehendak Allah itu terasa berat baginya.
Sesudah menerima komuni
kudus pada hari peringatan jiwa-jiwa di api pencucian tahun 1853, ia merasakan
dalam hatinya suatu gejolak batin yang luar biasa kuatnya: ia merasa mendapat
panggilan Allah untuk membina suatu tarekat baru bagi suster-suster yang khusus
mengabdikan diri bagi kepentingan jiwa-jiwa yang masih bergulat dengan
penderitaan di api pencucian dengan doa dan tapa serta pekerjaan-pekerjaan amal
kasih. Gejolak batin itu tak tertahankan. Namun ia masih juga merasa ragu-ragu
akan panggilan ilahi itu. Guna mendapat kepastian akan pentingnya mendirikan
tarekat itu dan agar tarekat itu tidak didirikan atas dasar dorongan emosional
perseorangan belaka, ia meminta kepada Tuhan ‘lima buah tanda’ sebagai petunjuk
perihal apa yang dikehendaki-Nya dari padanya. Tuhan mengabulkan permohonannya
itu selama 2 tahun awal karyanya.
Kecuali itu ia pun
meminta petunjuk dari Santo Yohanes Maria Vianney, Pastor Ars, yang pada waktu
itu sudah masyhur namanya karena berbagai karunia luar biasa yang diberikan
Allah kepadanya. Kepada Eugenia, Pastor Ars yang kudus itu mengatakan bahwa
pendirian terekat baru yang diusulkannya berkenan kepada Allah dan sangat
berguna bagi pembebasan jiwa-jiwa di api pencucian. Kata-kata Yohanes
memberinya peneguhan untuk memulai karya agung itu.
Dengan izin Uskup Agung
Paris, rumah biara pertama tarekat itu dibangunnya di Paris pada tahun 1856. Sejak
itu ia mengganti namanya dengan nama baru “Maria,
Puteri Penyelenggara Ilahi”, karena segala yang terjadi atas dirinya adalah
berkat penyelenggaraan ilahi Allah. Kepercayaannya akan penyelenggaraan ilahi
tak pernah mengecewakan dia. Dalam beberapa tahun Tarekat Pembantu Jiwa-jiwa di
Api Pencucian tersebar ke seluruh dunia: Eropa, Amerika dan Asia. Akan tetapi
kemajuan ini tercapai tidak tanpa mengarungi sengsara. Banyak salib penderitaan
yang ditanggungnya: ia terserang penyakit kanker, mengalami berbagai kesulitan
dalam kepemimpinannya, kemiskinan, fitnahan dan olokan. Meskipun demikian
semuanya itu ditanggungnya dengan sabar penuh iman sambil tetap bersemangat
melaksanakan tugasnya. Bapa pengakuannya sendiri bersusah payah mengendalikan
dia agar tidak terlalu giat sementara ia dalam keadaan sakit. Namun Ibu Maria
toh tidak dikekang semangat pengabdiannya karena ia yakin bahwa Tuhan
menyertainya.
Setelah menerima
sakramen-sakramen terakhir dari tangan Pater Petrus Olivaint, yang beberapa
bulan kemudian meninggal sebagai martir di Tiongkok, Ibu Maria wafat dengan
tenang pada tanggal 7 Februari 1872. Kata terakhir yang ditinggalkannya kepada
suster-susternya ialah : “Cinta Kasih”. Ia digelari ‘beata’ oleh Paus Pius XII
(1939 – 1958) pada tanggal 26 Mei 1957.
Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar