SAMUEL, IMAM & HAKIM ISRAEL
Samuel
dikenal sebagai hakim terakhir dalam masa Perjanjian Lama. Ia memimpin Israel
sebagai imam dan hakim dari tahun 1200 sampai 1020 sebelum masehi. Kisah
hidupnya diceritakan dalam Kitab Pertama Samuel. Samuel adalah anak pemberian
Tuhan sebagai jawaban atas doa yang tulus dari Hana ibunya yang mandul selama
bertahun-tahun. Ketika berdoa di Kenisah Allah di Silo, Hana berjanji bahwa
apabila Tuhan menganugerahi dia seorang anak laki-laki, ia akan mempersembahkan
anak itu kepada Tuhan dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya (1Sam 1: 11).
Ketika
Hana melahirkan, ia menamakan anaknya Samuel yang berarti ‘diminta dari Tuhan’,
seusai dengan janjinya kepada Tuhan. Hana mempersembahkan Samuel kepada Tuhan
untuk melayani Dia di kenisah Silo. Sebagai ucapan syukur, Hana menyanyikan
sebuah lagu pujian untuk Tuhan (1Sam 2: 1 - 10); lagu pujian ini berabad-abad
kemudian bergaung dengan sangat indah dalam Magnificat Maria (Luk 1: 46 - 55).
Di Silo, Samuel berada dalam penjagaan Eli (1Sam 2: 28). Eli dan keluarganya
dipilih Allah menjadi hamba-Nya untuk melayani Allah dan membawa persembahan
kepadaNya. Tetapi anak-anak Eli tidak menghormati jabatan imamat yang
dipercayakan Allah kepada mereka. Oleh karena itu, Tuhan memanggil Samuel dan
mengatakan kepadanya bahwa ia akan menghancurkan rumah Eli (1Sam 3: 10 - 14).
Tuhan mencintai Samuel dan menyertai dia, dan orang-orang Israel tahu bahwa
Samuel adalah seorang nabi yang diutus Allah kepada mereka (1Sam 3: 19).
Tindakan
pertama Samuel sebagai Nabi Allah ialah menghimbau seluruh umat Israel agar
kembali membaharui janji mereka dengan Yahweh (1Sam 7: 3). Orang-orang Israel
telah ditaklukkan oleh bangsa Filistin; tabut perjanjian sebagai tanda
kehadiran Allah di antara mereka pun direbut. Tetapi Tuhan menyiksa bangsa
Filistin; karena perbuatan mereka sehingga mereka mengembalikan tabut
perjanjian itu kepada bangsa Israel. Pada saat itulah, Samuel menghimbau
pembaharuan perjanjian dengan Yahweh, demi keselamatan mereka dari cengkraman
Filistin (1Sam 7: 10 - 14). Pertentangan di antara umat tentang hal pembangunan
sebuah kerajaan mencapai puncaknya pada masa Samuel. Setelah beberapa tahun
memimpin Israel sebagai imam dan hakim, Samuel mengurapi anak-anaknya untuk
menggantikan dia. Meski demikian mereka tidak pantas menjadi hakim atas Israel.
Oleh karena itu orang Israel meminta Samuel mengurapi seorang raja bagi mereka.
Permintaan
ini ditentang oleh Samuel yang tetap menghormati Yahweh sebagai satu-satunya
Raja Israel (1Sam 8; 10: 17 - 19; 12). Namun umat Israel bersikeras menuntut
seorang raja agar mereka sama dengan bangsa-bangsa lain (1Sam 8: 20). Akhirnya
Samuel mengurapi Saul sebagai raja Israel pertama pada tahun 1020 (1Sam 10: 18).
Sambil memperingatkan umat sekali lagi agar ‘takut akan Allah dan melayani Dia
dalam kebenaran dan dengan segenap hati’, Samuel meletakkan jabatannya sebagai
hakim Israel (1Sam 12).
Saul
diperintahkan untuk menyerang dan menghancurkan bangsa Amalek, musuh utama
Israel. Namun Saul enggan bahkan tidak menaati perintah Tuhan itu. Memang ia
menyerang bangsa Amalek, namun ia hanya menumpas rakyat jelata dengan pedang
dan ternak yang dilihatnya tidak berharga; sedangkan Agag, raja orang Amalek
dan kambing-domba serta lembunya yang tambun diselamatnya (1Sam 15: 19). Oleh
karena itu Tuhan kesal padanya dan segera mengutus Samuel untuk memberitahu
Saul bahwa ia tak akan lama menjadi raja atas Israel (1 Sam 15: 23). Hal ini
berarti bahwa jabatan kerajaan tidak bisa diturunkan kepada puteranya Yonathan.
Firman Tuhan itu akhirnya menjadi nyata. Sementara Saul masih hidup, Samuel
mengurapi Daud, putera bungsu dari keluarga Isai atau Yesse untuk menggantikan
Saul sebagai raja atas Israel (1Sam 16: 13). Saul marah dan bangkit menyerang
Daud, tetapi Daud selamat di bawah perlindungan Samuel (1Sam 19: 18). Ketika
Samuel meninggal dunia, semua orang Israel berkumpul dan meratapi dia. Mereka
menguburkan dia dalam rumahnya di Ramatha (1Sam 25: 1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar