Senin, 08 April 2013

(Inspirasi Hidup) Mengelola Peran

MENGELOLA PERAN
Setiap manusia pasti memiliki peran dalam hidupnya. Peran yang melekat pada manusia tidak memandang suku, status sosial, ras dan agama. Siapapun orang itu, sesederhana apapun manusia itu, pastilah mempunyai peran. Peran yang dimiliki setiap orang biasanya lebih dari satu. Tidak mungkin manusia hanya memiliki satu peran. Sebagai contoh ibu saya. Selain berperan sebagai ibu, dia juga berperan sebagai istri, sebagai anak dari kakek nenek saya, sebagai anggota masyarakat, sebagai anggota Komunitas Basis Gerejawi, sebagai warga paroki, sebagai umat Allah, dan lain sebagainya. Ini belum lagi dihitung jika ibu saya sebagai wanita karier.

Setiap manusia tentulah mengharap yang terbaik pada setiap perannya. Menjadi istri yang baik sekaligus ibu yang baik dan anggota masyarakat yang baik dan sebagainya. Namun sayang, kita bukanlah manusia super. Sebagai manusia kita memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan inilah yang menyebabkan terjadinya kepincangan dalam menjalani peran kita.

Sering kita lihat ada orang sukses dalam satu peran namun gagal pada peran yang lain. Misalnya, ia seorang guru yang baik, namun rumah tangganya berantakan. Atau ada orang yang mahir dalam membuat konsep, tapi lemah dalam pelaksanaannya.

Sekalipun kita memiliki keterbatasan, kita tidak bisa begitu saja menghilangkan peran yang ada dalam diri kita dan membiarkan peran yang baik saja yang ada dalam diri kita. Sebanyak apapun peran itu, ia sudah melekat pada diri kita. Kepada kita diharapkan mampu mengelola peran-peran itu. Bagaimana mengatur peran-peran kita?

Pandailah membuat skala prioritas
Membuat skala prioritas berarti menempatkan yang paling utama dan yang terbaik di tingkat teratar dan terdahulu. Atau menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Misalnya, ketika kita berada di dalam gereja, maka peran kita sebagai umat Allah harus yang utama. Kita tidak boleh ngobrol dengan teman, apalagi asyik ber-sms-ria dengan kawan. Namun, saat kita berada di luar gereja, maka kita berperan sebagai warga gereja yang baik. Pada saat inilah kita menjalin komunikasi dengan sesama umat.

Berilah waktu pada orang yang dicintai
Setiap kita pasti mempunyai orang-orang yang dicintai. Harap disadari bahwa sukses yang kita dapat tak bisa dilepaskan dari energi cinta mereka. Oleh karena itu, sebelum menyesal berilah perhatian pada orang-orang yang dicintai. Jangan kalahkan kepentingan mereka dengan target-target kesuksesan yang kita buat.

Perlulah sesekali memanjakan diri
Tidak ada salahnya jika sesekali kita memanjakan diri sendiri. Sesibuk apapun diri kita dengan peran-peran yang dijalankan, kita harus memberi waktu luang bagi diri kita untuk refreshing. Memforsir diri secara berlebih akan membuat diri kita stress bahkan depresi. Luangkan waktu untuk diri sendiri. Ada banyak cara yang bisa dilakukan, misalnya mendengarkan musik, berolahraga, nonton film di bioskop, membaca buku, menonton acara konser, dll.

Buatlah perencanaan dengan realistis
Tak ada satu manusiapun yang mengharapkan kegagalan. Setiap kita pasti menginginkan sukses. Dan tak jarang  kita mengingininya dengan segera, bahkan instan. Akan tetapi kita perlu berusaha untuk tetap realistis. Realistis tadi dikaitkan dengan keterbatasan yang kita miliki. Jika kita memiliki 10 prioritas pencapaian pada satu hari, maka jika terpenuhi 3 teratas saja itu sudah cukup baik. Untuk itu, perlu dibangun sikap penuh syukur.

Penghargaan pada diri sendiri
Apa yang sudah kita pilih dalam hidup, jalanilah dan anggaplah itulah yang terbaik. Kita tak perlu menyesali sekalipun akhirnya kita mengalami kegagalan. Semua manusia pasti pernah mengalami kegagalan. Bahkan orang yang sukses pun berangkat dari sebuah kegagalan. Dengan kegagalan kita bisa belajar banyak hal dan tahu cara melakukan segalanya dengan lebih baik.

Setelah membaca uraian di atas, maka kita perlu mengevaluasi kita berperan selama ini. Apa peran yang menonjol dalam hidup kita dan apa yang gagal? Apakah peran yang gagal itu kita telantarkan? Bagaimana perhatian kita kepada orang-orang yang kita cintai? Apakah karena kesibukan peran kita mengabaikan mereka?

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kepada kita selalu diberi kesembatan untuk memperbaiki peran yang gagal. Selalu masih ada waktu untuk mengubah segalanya agar lebih baik. Tentu saja hanya dengan satu alasan, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.

by: adrian, dikembangkan dari email Anne Ahira
Baca juga refleksi lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar