Senin, 29 April 2013

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (23)

Sambungan sebelumnya....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA
IV. KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN DALAM GEREJA

66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)
Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam segala bahaya serta kebutuhan mereka Umat beriman sambil berdoa mencari perlindungannya.[1] Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus, lagi pula sangat mendukungnya. Sebab ada pelbagai ungkapan sikap bakti terhadap Bunda Allah, yang dalam batas-batas ajaran yang sehat serta benar, menurut situasi semasa dan setempat serta sesuai dengan tabiat dan watak-perangai kaum beriman, telah disetujui oleh Gereja. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – segala sesuatu diciptakan untuk Dia (lih. Kol 1:15-16), dan Bapa yang kekal menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya diam dalam Dia (Kol :19), - dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.

67. (Semangat mewartakan sabda & kebangkitan kepada S. Perawan)
Ajaran Katolik itu oleh Konsili suci disampaikan sungguh-sungguh. Serta-merta Konsili suci mendorong semua putera Gereja, supaya mereka dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Santa Perawan, terutama yang bersifat liturgis. Juga supaya mereka sungguh menghargai praktik-praktik dan pengamalan bakti kepadanya, yang disepanjang zaman oleh dianjurkan oleh wewenang mengajar Gereja; pun juga supaya mereka dengan khidmat mempertahankan apa yang di masa lampau telah ditetapkan mengenai penghormatan patung-patung Kristus, Santa Perawan dan para Kudus.[2] Kepada para teolog serta pewarta sabda Allah Gereja menganjurkan dengan sangat, supaya dalam memandang martabat Bunda Allah yang istimewa mereka pun, dengan sungguh-sungguh mencegah segala ungkapan berlebihan yang palsu seperti juga kepicikan sikap batin.[3] Hendaklah mereka mempelajari Kitab suci, ajaran para Bapa dan Pujangga suci serta liturgi-liturgi Gereja di bawah bimbingan Wewenang mengajar Gereja dan dengan cermat menjelaskan tugas-tugas serta kurnia-kurnia istimewa Santa Perawan, yang senantiasa tertujukan pada Kristus, sumber segala kebenaran, kesucian dan kesalehan. Hendaknya mereka dengan sungguh-sungguh mencegah apa-apa saja, yang dalam kata-kata atau perbuatan dapat menyesatkan para saudara terpisah atau siapa saja selain mereka mengenai ajaran Gereja yang benar. Selanjutnya hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengakui keunggulan Bunda Allah dan mendorong kita untuk sebagai putera-puteranya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya.

[1] Doa Di bawah perlindunganmu.
[2] KONSILI NISEA II, tahun 787: MANSI 13,378-379; DENZ. 302 (600-601). KONSILI TRENTE, Sidang 25:
MANSI 33,171-172.
[3] Lih. PIUS XII, Amanat radio, 24 Oktober 1954: AAS 46 (1954), hlm. 679. Ensiklik Ad coeli Reginam, 11
Oktober 1954: AAS 46 (1954) hlm. 637.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar