DEVOSI KEPADA HATI YESUS MAHAKUDUS
oleh: Romo
William P. Saunders
Dalam kunjungan ke gereja paroki saya baru-baru ini,
seorang teman Protestan tertarik pada devosi kita kepada Hati Yesus Yang
Mahakudus dan makna di balik devosi. Saya mengatakan kepadanya bahwa Hati Yesus
Yang Mahakudus merupakan tanda cinta Yesus bagi kita. Adakah hal lain yang
perlu saya tambahkan? Bagaimana dengan asal-mula devosi ini?
~
seorang pembaca di Alexandria
Sebenarnya, jawaban Anda sungguh tepat. Katekismus
Gereja Katolik, dengan mengutip Ensiklik Paus Pius XII yang indah “Haurietis
Aquas” (1956) menyatakan, “Ia [Yesus] mencintai kita dengan hati seorang
manusia. Atas dasar itu, maka hati Yesus tersuci, yang ditembus oleh dosa kita
dan demi keselamatan kita dilihat sebagai tanda pengenal paling ampuh dan
sebagai lambang cinta, yang dengannya Penebus ilahi tetap mencintai Bapa abadi
dan semua manusia.” (No. 478).
Guna memahami kekayaan makna lambang hati, patutlah
kita ingat bahwa dalam adat-istiadat Yahudi, kata 'hati' mewakili pribadi
seseorang. Hati merupakan organ tubuh yang utama, di samping itu hati juga
dianggap sebagai pusat dari segala kegiatan rohani. Hati adalah pusat segala
emosi, terutama cinta kasih. Seperti dinyatakan dalam Mazmur, Tuhan berbicara
kepada manusia melalui hatinya dan Ia memeriksa serta menguji hati. Gambaran
hati menjadi jelas ketika kita membaca Kitab Ulangan 6:5-6, “Kasihilah
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah
engkau per-hati-kan.”
Hati bahkan memiliki makna yang lebih dalam ketika
direnungkan dalam terang inkarnasi. Kita percaya bahwa Yesus Kristus, pribadi
kedua dalam Tritunggal Mahakudus, bersatu dalam Bapa, masuk ke dalam dunia ini
dengan mengambil rupa manusia - sungguh Allah yang menjadi sungguh manusia.
Sementara hati Yesus secara nyata melaksanakan fungsi fisiologisnya, secara
rohani hati kudus-Nya juga mewakili kasih: kasih ilahi antara Kristus bersama
dengan Bapa dan Roh Kudus dalam Trinitas; kasih ilahi yang sempurna yang
dicurahkan Allah bagi kita; dan kasih manusia sejati yang dimiliki Kristus
dalam kodrat-Nya sebagai manusia. Menurut saya, salah satu ayat terindah dalam
Injil adalah Sabda Kristus yang mengatakan, “Marilah kepada-Ku, semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk
yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati
dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan
beban-Kupun ringan.” (Mat 11:28-30). Oleh sebab itu, sementara kita
merenungkan Hati Yesus Yang Mahakudus, kita dipanggil untuk saling berbagi
dalam kasih Kristus dan berjuang untuk menyatakan kasih sejati kita bagi Tuhan,
bagi diri kita sendiri, dan bagi sesama.
Sepanjang Injil, kita melihat kasih yang melimpah
dari hati-Nya, baik dalam kisah-kisah mukjizat, pengampunan orang-orang
berdosa, ataupun dalam belas kasihan-Nya kepada mereka yang menderita. Bahkan
dalam peristiwa salib, Kristus mencurahkan kasih-Nya sehabis-habisnya bagi
kita: lambung-Nya ditikam dengan tombak dan segera mengalirlah keluar darah dan
air (Yoh 19:34). St. Bonaventura mengatakan bahwa Gereja dilahirkan dari
lambung Kristus yang terluka dengan darah dan air yang melambangkan Sakramen
Ekaristi Kudus dan Sakramen Baptis. Paham ini diberi penekanan dalam
dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, teristimewa dalam Konstitusi Dogmatis
tentang Gereja: “Permulaan dan pertumbuhan [Gereja] itulah yang ditandakan
dengan darah dan air, yang mengalir dari lambung Yesus yang terluka di kayu
salib (lih Yoh 19:34). Itulah pula yang diwartakan sebelumnya ketika Tuhan
bersabda tentang wafat-Nya disalib: 'Dan apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku
akan menarik semua orang kepada-Ku.' (Yoh 12:32 yun). Setiap kali di altar
dirayakan korban salib, tempat 'Anak Domba Paska kita, yakni Kristus, telah
dikorbankan' (1 Kor 5:7), dilaksanakanlah karya penebusan kita” (No. 3).
Para Bapa Gereja perdana secara nyata menyatakan
hormat mereka akan makna Hati Yesus Yang Mahakudus. St. Yustinus Martir (wafat
165), dalam Dialogus cum Tryphone Judæo mengatakan, “Kami, orang-orang Kristen,
adalah Israel sejati yang muncul dari Kristus, oleh sebab kita diukir dari
hati-Nya bagai dari batu karang.” Demikian juga St. Ireneus dari Lyon (wafat
202) mengatakan, “Gereja adalah sumber air hidup yang mengalir bagi kita dari
Hati Kristus” (Adversus Haereses). Paulinus dari Nola (wafat 431) menambahkan,
“Yohanes, yang menyandarkan kepalanya dengan bahagia di dada Kristus, dirasuki
oleh Roh Kudus, dari Hati sumber segala Kebijaksanaan ia meneguk pengertian
yang melampui pengertian segala makhluk.” Meskipun pernyataan-pernyataan di
atas hanyalah sedikit contoh dari masa Gereja perdana, kita mendapati
penghormatan mendalam kepada Hati Yesus Yang Mahakudus sebagai bejana kasih-Nya
yang melahirkan Gereja dan terus-menerus memelihara para anggotanya.
Devosi ini terus berkembang sepanjang abad
pertengahan dan pada tahun 1353 Paus Inosensius VI menetapkan suatu Perayaan
Misa khusus guna menghormati misteri Hati Yesus Yang Mahakudus. Pada masa
gerakan Protestan, devosi kepada Hati Yesus Yang Mahakudus gencar dilakukan
dengan harapan memulihkan perdamaian dunia yang terpecah-belah akibat
penganiayaan politik maupun agama.
Segera sesudahnya, devosi ini berkembang pesat
sehubungan dengan adanya penampakan Kristus kepada St. Margareta Maria Alacoque
(1647-90). Sebagai contoh, pada tanggal 27 Desember 1673, Kristus mengatakan,
“Hati Ilahi-Ku terbakar dahsyat oleh kasih… hingga, tak mampu lagi menahan
dalam diri-Nya kobaran api kasih-Nya, Hati-Ku harus memancarkannya melalui
engkau, dan menyatakan diri dalam diri manusia, agar manusia diperkaya dengan
harta pusaka-Nya yang berharga yang Aku nyatakan kepadamu, dan yang di dalamnya
terkandung rahmat pengudusan dan rahmat-rahmat berguna yang dibutuhkan manusia
agar mereka diselamatkan dari jurang-jurang kebinasaan.” Keempat penampakan
Yesus kepada St. Margareta Maria Alacoque menawarkan sarana guna
menyebarluaskan devosi kepada Hati Yesus Yang Mahakudus, yaitu: suatu perayaan
khusus guna menghormati Hati Yesus Yang Mahakudus dan janji Kristus akan rahmat
keselamatan dan persahabatan bagi mereka yang ikut ambil bagian dalam Perayaan
Misa serta menerima Komuni Kudus selama sembilan kali berturut-turut pada hari
Jumat pertama dalam bulan.
Pada tahun 1899, Paus Leo XIII mempersembahkan dunia
kepada Hati Yesus Yang Mahakudus. Sejak itu, para penerusnya senantiasa
mendorong umat beriman untuk berpaling kepada Hati Yesus Yang Mahakudus dan
mempersembahkan diri secara pribadi. Mereka juga meminta dengan sangat agar
kaum beriman menyampaikan doa-doa dan silih kepada Hati Yesus Yang Mahakudus
sebagai silih atas dosa dunia yang begitu banyak. Seratus tahun kemudian, pada
tahun 1999, Paus Yohanes Paulus II dalam pesannya pada peringatan Seabad
Penyerahan Umat Manusia kepada Hati Yesus Yang Mahakudus menyatakan, “Saya
telah seringkali mendorong umat beriman agar bertekun dalam devosi ini, yang
mengandung pesan yang sungguh amat tepat dalam jaman kita ini, sebab musim semi
kehidupan yang tanpa akhir, yang membangkitkan harapan bagi setiap orang, telah
memancar tepat dari Hati Putra Allah yang wafat di kayu salib. Dari Hati Yesus
yang tersalib lahirlah umat manusia baru yang telah ditebus dari dosa. Umat
manusia tahun 2000 membutuhkan Hati Yesus untuk mengenal Tuhan dan mengenal
dirinya sendiri; ia membutuhkannya untuk membangun peradaban kasih.”
Mengingat masa dan jaman kita sekarang ini,
pencobaan-pencobaan dan dosa-dosa dunia, berkembangnya sikap apatis dan
sekularime, serta skandal memalukan yang terus-menerus menghantui Gereja, kita
juga sepatutnya berpaling kembali untuk mencintai devosi kepada Hati Yesus Yang
Mahakudus serta mohon pada-Nya untuk melimpahkan rahmat-Nya. Kita wajib
berjuang menjadikan hati kita serupa Hati-Nya, sebab Ia mengatakan, “Berbahagialah
orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8).
Semoga senantiasa tertanam dalam benak kita kata-kata Prefasi Misa dalam
perayaan menghormati Hati Yesus Yang Mahakudus: “Ditinggikan di atas Salib,
Kristus menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, begitu besar kasih-Nya kepada kita.
Dari lambung-Nya yang terluka mengalirlah darah dan air, sumber kehidupan
sakramen Gereja. Kepada hati-Nya yang terbuka, Juruselamat mengundang segenap
umat manusia untuk menimba dengan sukacita dari sumber air keselamatan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar