MENGATASI KELEMAHAN
Ada sebagian manusia yang kerap berlaku “tidak ramah” terhadap dirinya.
Ketika melihat diri sendiri di depan cermin, ketika merenungkan kembali
hidupnya, mereka merasa kecewa dengan apa yang mereka miliki. Mereka tidak puas
dengan realita hidup mereka. Segudang kelemahan seakan terpapar di hadapan
mereka.
Psikoanalis Maxwell Maltz dalam bukunya Psycho-Cybernetics menandaskan, “jangan
pernah menyerah pada kelemahan-kelemahan Anda.” Kekuatan manusia sesungguhnya
terletak pada penerimaannya terhadap kelemahan-kelemahannya dan berusaha
bangkit menuju keberhasilan. “Sukses merupakan sebuah proses mengatasi
kelemahan-kelemahan yang kita miliki, menembus padang
gurun menuju padang
hijau,” ujar Maltz.
Dengan berani menerima kelemahan-kelemahannya,
seseorang telah menerima dirinya secara total. Bagaimanapun, manusia selalu
punya kelemahan. Kelemahan seseorang berbeda dengan kelemahan orang lain. Tuhan
tidak menciptakan manusia secara massal. Tuhan telah membuat setiap manusia
menjadi individu yang unik.
Keunikan setiap manusia sebenarnya merupakan daya
hidup yang positif. Tetapi, sebagian manusia telah merusak hidupnya dengan
perasaan rendah diri karena keadaannya. Mereka telah membuat rintangan yang
menghambat mereka menjadi pribadi yang bahagia. Sebagai insan yang unik,
manusia tidak luput dari kelemahan. Bisa jadi kelemahan itu tampak pada
penampilan fisik, bisa jadi pada kepribadian. Di manapun letaknya, setiap manusia pasti punya
kelemahan.
Namun, yang passti, setiap manusia memiliki kualitas
positif tersendiri. “Jika kualitas itu masih merupakan harta terpendam,
ambillah sekop dan tembilang. Galilah semua keluar. Perlihatkan semua kepada
diri sendiri sehingga Anda bisa menghargainya dan menggunakannya sebagai
kekuatan,” pesan Maltz.
Erich Fromm dalam bukunya “The Art of Loving” mengingatkan bahwa manusia dianugerahi
pertimbangan akal. “Dia bertahan hidup karena menyadari dirinya sendiri, dia
memiliki kesadaran akan dirinya sendiri, sesamananya, masa lalunya dan
kemungkinan masa depannya.”
sumber: HIDUP, 13 April
2008, hlm 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar