Kamis, 23 Desember 2021

MEMUTUS MATA RANTAI KEBENCIAN


Ketika Pastor Star menjabat sebagai Kepala Pastor Paroki, Bapa Uskup mengadakan kunjungan ke parokinya. Kebetulan Bapa Uskup belum lama ditahbiskan. Jadi euforia-nya masih kental terasa. Untuk memeriahkan kedatangan itu, di samping untuk mencari dana, Pastor Star memesan kaos dengan gambar dan moto Bapa Uskup. Namun sayangnya, rencana tersebut tak pernah dibicarakan bersama Pastor Moon, sebagai pastor pembantu.

Pastor Moon kecewa dan sedikit marah. Kekecewaan dan kemarahan itu diluapkannya ke luar. Kepada rekan-rekan imam atau juga beberapa umat dia katakan bahwa dirinya tidak tahu menahu soal kedatangan Bapa Uskup. Dia tidak pernah dilibatkan. Dan kritiknya terhadap Pastor Star adalah tidak bisa kerja sama.

Tak lama setelah kunjungan Bapa Uskup tersebut, ternyata terjadi mutasi. Pastor Star dipindahkan ke paroki lain, sedangkan Pastor Moon menjabat sebagai Kepala Pastor Paroki. Kepada Pastor Awan, yang akan menjadi pembantunya, yang ketika itu masih berada di paroki asalnya, Pastor Star menyakinkan kalau mereka nanti bisa bekerja sama. Faktanya, 3 tahun berkarya, Pastor Star lebih sering berjalan sendiri; tak pernah mengajak Pastor Awan berdiskusi.

Kepergian Pastor Star ternyata masih menyisahkan barang-barang yang sudah diusahakan saat menyambut kedatangan Bapa Uskup. Masih banyak baju kaos tersisa. Umat yang selama ini mengurus hal itu bertanya, tapi Pastor Moon tak menggubrisnya. Mereka menyampaikan persoalan tersebut kepada Pastor Awan, dan Pastor Awan menyampaikan kepada Pastor Moon. Dengan tegas Pastor Moon menjawab, “Saya tak mau urus barang yang tak jelas dananya dari mana?”

Dapat dipastikan penolakan Pastor Moon dilatar-belakangi 2 hal, pertama dia tidak tahu menahu masalah baju kaos itu karena sejak awal dia tidak dilibatkan. Kedua, dia tak mau urus masalah baju kaos itu karena dana pembeliannya tidak jelas. Apakah dari donatur atau dari kas paroki. Yang anehnya, Pastor Moon sama sekali tidak mau bertanya baik kepada Pastor Star maupun umat yang mengurusnya. Ketika Pastor Awan bertanya kepada umat, didapatkan jawaban bahwa pembelian baju kaos itu menggunakan uang kas paroki. Akan tetapi, Pastor Moon tetap tak menggubrisnya. Tentulah karena kebencian yang begitu mendalam.

Setelah 3 tahun menjabat sebagai Kepala Pastor Paroki, Pastor Moon pindah ke paroki lain, dan Pastor Awan menjabat sebagai Kepala Pastor Paroki. Ternyata, Pastor Moon meninggalkan sebuah proyek, yang sama sekali tidk diketahui oleh Pastor Awan. Proyek itu adalah meja altar. Saat menjabat Kepala Pastor Paroki, proyek itu masih berjalan. Pastor Awan sama sekali tidak pernah diajak diskusi terkait proyek ini, atau bahkan diberitahu secara utuh. Asal dana proyek ini juga tidak diketahui. Di sini, terlihat jelas kalau Pastor Moon mengulangi kesalahan Pastor Star yang dia kritik. Bagaimana sikap Pastor Awan?

Sebenarnya Pastor Awan bisa saja mengambil sikap seperti yang dilakukan Pastor Moon terhadap Pastor Star. Bukankah dia sama sekali tidak pernah diberitahu perihal proyek tersebut? Bukankah dia juga tidak tahu dari mana asal uang untuk proyek itu? Jika hal itu dilakukan, maka Pastor Awan yang jauh beda dengan Pastor Moon, sekalipun Pastor Awan tak pernah mengkritik Pastor Moon. Jika hal itu dilakukan, maka benih-benih kebencian akan terus tersambungkan.

Karena itu, Pastor Awan mengambil kebijakan untuk memutuskan mata rantai kebencian. Dia tak mau mempersoalkan proyek tersebut sekalipun dia tak pernah diberitahu dan tak tahu dari mana asal uangnya. Maka, ketika ada umat stasi melapor kepada Pastor Awan ada perintah dari Pastor Moon untuk mengambil altar, Pastor Awan dengan singkat mengatakan, “ambil saja.”

Dabo Singkep, 23 Desember 2021

by: adrian 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar