Kitab
suci umat islam adalah Al-Qur’an. Umat islam yakin bahwa kitab sucinya berasal
langsung dari Allah, tanpa perantara. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an
merupakan kata-kata Allah sendiri, bukan perkataan manusia. Oleh umat islam
Al-Qur’an dijadikan pedoman yang menuntun setiap umat islam. Karena itu, tidak
heran jika ada orang mengatakan bahwa radikalisme dan kekerasan yang selalu
dikaitkan dengan islam mendapat pendasarannya dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain,
Al-Qur’an memang mengajarkan umat islam untuk bertindak keras, kejam bahkan
biadab. Salah satu bentuk kekejaman itu adalah membunuh.
Berikut
ini akan ditampilkan “ayat-ayat membunuh” yang ada dalam Al-Qur’an.
Pertama-tama perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “ayat-ayat membunuh”
adalah ayat dalam Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata dengan kata dasar
“bunuh” (membunuh, dibunuh, pembunuhan atau pembunuh). Kami mendasarkan pada Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen
Agama RI, Edisi Terkini Revisi Tahun 2006.
Ayat-ayat yang ada ini berdasarkan hasil tangkapan mata manusiawi. Sadar akan kelemahan dan keterbatasan, tentu ada ayat yang terlewatkan. Inilah “ayat-ayat membunuh” Al-Qur’an.
Kelompok
Surah |
Surah
dan Ayat |
Surah Makkiyyah |
QS 6: 137,
140, 151; QS 7: 127, 141, 150; QS 12: 9, 10; QS 17: 31, 33; QS 18:
74; QS 20: 40; QS 25: 68; QS 26: 14, 15, 157; QS 28:
9, 19, 20, 33; QS 29: 24; QS 40: 25, 26, 28; QS 81: 9; QS 85: 10 |
Surah Madaniyyah |
QS 2: 54, 61,
72, 84, 85, 87, 91, 154, 178, 191, 217, 251, 253; QS 3: 21, 112, 144, 152, 154, 156, 168, 181, 183, 195; QS 4: 29, 66, 89, 90, 91, 92, 93, 94,
155, 157; QS 5: 27, 28, 29, 30,
32, 33, 70, 71, 95, 110; QS 8: 17,
30; QS 9: 111; QS 22: 58; QS 33: 16, 26, 61; QS 48:
25; QS 60: 12; |
Tabel
– 10
Total
ada 23 surah membunuh, dimana terbanyak terdapat pada kelompok surah Makkiyyah
(13 surah). Namun ayat membunuh justru terdapat pada kelompok surah Madaniyyah,
yaitu 52 ayat dari total 78 ayat
(sekitar 66,6%). Ayat terbanyak (13 ayat) terdapat
dalam Surah al-Baqarah, dan ada 3 surah dengan ayat terbanyak kedua,
masing-masing 10 ayat, yaitu surah Ali Imran, an-Nisa dan al-Maidah. Semua ayat
terbanyak terdapat pada kelompok surah Madaniyyah. Jika kita kaitkan dengan “ayat-ayat perang”, maka akan
ditemukan sedikit ketimpangan. Dalam “ayat membunuh” ini, surah at-Taubah tidak
masuk ke dalam kelompok ayat terbanyak. Dari tabel di atas tampak jelas kalau
surah ini hanya memiliki 1 “ayat membunuh”. Ini kontras dengan “ayat perang”,
dimana surah ini diberi gelar surah perang. Padahal dalam setiap peperangan
selalu ada aksi bunuh membunuh. Kenapa “ayat membunuh” dalam surah at-Taubah
hanya ada 1 saja?
Sebenarnya jumlah “ayat-ayat
membunuh” bisa bertambah lagi jika beberapa kata lain yang
memiliki makna seperti membunuh dimasukkan. Ada beberapa kata dengan makna
seperti membunuh yang terdapat di dalam wahyu Allah. misalnya, kata
“membinasakan”, terdapat dalam 31 surah dengan total 53 ayat, sementara kata
“dibinasakan”, ada dalam 15 surah dengan
total 21 ayat. Selain itu ada kata “memusnahkan” (6 ayat) dan kata
“dimusnahkan” (3 ayat). Kata “membinasakan” dan “memusnahkan” bisa disejajarkan
dengan “membunuh”, sedangkan kata “dibinasakan” dan “dimusnahkan” bisa
disejajarkan dengan “dibunuh”. Semua kata tersebut biasa dipakai untuk manusia
dalam pengertian membunuh. Selain itu ada kata lain lagi yang artinya sama
seperti terbunuh, yang biasa dipakai dalam peperangan, yaitu gugur. Setidaknya
ada 11 ayat dengan kata “gugur” dalam Al-Qur’an.
Jika
membaca “ayat-ayat membunuh”
dengan akal sehat yang jernih, maka kita dapat menemukan beberapa poin penting.
1. Konteks waktu.
“Ayat-ayat membunuh”
dalam Al-Qur’an mempunyai 2 jenis konteks waktu, yaitu masa lampau dan masa
kini. Yang dimaksud dengan masa kini bukan saat sekarang ini, tetapi konteks
zaman Muhammad, sedangkan masa lampau adalah konteks zaman sebelum Muhammad. “Ayat-ayat membunuh” dengan konteks terjadi
pada zaman para nabi seperti Musa,
Daud dan nabi-nabi lainnya.
Kebanyakan “ayat membunuh” dengan konteks masa lampau berada dalam kelompok surah Makkiyyah, sementara konteks
zaman Muhammad lebih banyak
berada dalam kelompok surah Madaniyyah.
Banyaknya
jumlah “ayat
membunuh” dengan konteks jaman Muhammad hendak menegaskan
betapa pesan membunuh itu
sangat kuat dalam Al-Qur’an. Bukan tidak mustahil pesan
tersebut menjadi pedoman bagi umat islam dewasa kini. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan “ayat-ayat kafir” atau “ayat-ayat
perang” yang juga lebih banyak
konteks waktu kini ketimbang lampau. Umat
islam melihat Al-Qur’an sebagai pedoman dan tuntunan yang harus dijalani karena
merupakan perintah dan kehendak Allah. Dengan membunuh atau juga
dibunuh/terbunuh, umat islam telah melaksanakan perintah dan kehendak Allah.
2. Jenis ayat.
Tidak semua “ayat membunuh” mempunyai jenis yang sama.
Sama seperti “ayat-ayat perang”, kita dapat membagi jenis
“ayat membunuh” ini ke dalam beberapa kelompok,
seperti perintah, aktivitas atau kegiatan, keadaan atau situasi, dan jenis pelaku. Jenis perintah di
sini berarti ada nada ajakan untuk membunuh.
Jenis aktivitas atau kegiatan tampak pada kata-kata seperti “membunuh”, “dibunuh”, “terbunuh”, dll, sedangkan untuk
jenis keadaan terlihat pada kata “pembunuhan”.
Dari penelusuran “ayat-ayat membunuh”, jenis ayat perintah ada
sebanyak 8
ayat, tersebar dalam 2 surah Madaniyyah dengan 5 ayat, dan 3
surah Makkiyyah. Untuk
konteks waktu dari jenis ayat perintah ini, baik konteks lampau maupun kini
sama-sama mempunyai 4 ayat. Konteks lampau berkisah pada masa Ibrahim, Musa dan
Yusuf. Yang menarik adalah konteks masa kini. Karena
Al-Qur’an itu merupakan wahyu Allah yang langsung, maka dapatlah dikatakan
bahwa perintah untuk membunuh
itu langsung berasal dari Allah. Karena ini merupakan perintah, maka ia menjadi
kewajiban. Jadi, umat islam wajib untuk membunuh.
3. Sasaran Membunuh.
Sama seperti perang merupakan satu kewajiban islam,
membunuh pun demikian. Dan sama seperti perang memiliki sasaran, demikian
halnya dengan membunuh. Hal ini dapat dipahami mengingat dalam setiap
peperangan selalu ada aktivitas bunuh membunuh. Akan tetapi antara perang dan membunuh terdapat
perbedaan dalam sasarannya. Jika sasaran perang itu adalah orang di luar islam,
dalam membunuh sasarannya selain orang di luar islam adalah juga diri sendiri
(bunuh diri).
Dari penelusuran “ayat-ayat membunuh”, jenis ayat perintah dalam konteks kini, sasaran luar perintah membunuh
adalah orang kafir, orang munafik dan juga orang murtad. Lewat wahyu-Nya Allah menegaskan bahwa membunuh orang
kafir itu adalah hal yang wajar. Umat islam dilarang untuk menjalin relasi
dengan orang kafir karena ada bahaya pemurtadan. Agar umat islam tidak murtad
dan agar hanya islam yang ada, maka wajar bila orang kafir itu dibunuh. Demikian
pula halnya dengan orang munafik dan juga orang murtad. Allah meminta agar
mereka dibunuh tanpa ampun.
Selain
membunuh orang kafir dan orang munafik, Allah juga memberikan perintah untuk
membunuh diri sendiri. Tentulah tindakan “bunuh diri” ini dilakukan bukan tanpa
dasar atau tujuan. Jika hal itu dilakukan tanpa motivasi religius, maka hal itu
merupakan tindakan konyol; malah Allah tidak berkenan. Bunuh diri yang
dimaksudkan Allah di sini tentulah dalam tujuan mulia. Hal ini sering dijadikan
dasar bagi para teroris dalam aksi bom bunuh diri. Allah telah menyatakan bahwa
tindakan tersebut baik dan berguna untuk menguatkan iman, dan Allah akan
mengganjar dengan pahala yang besar di sisi-Nya.
4. Dampak atau hasil.
Patut diakui bahwa membunuh, yaitu menghilangkan nyawa
seseorang, merupakan tindakan yang jahat atau buruk. Umumnya setiap agama mempunyai perintah untuk tidak
membunuh. Akan tetapi, dalam islam tindakan membunuh ini dikehendaki oleh Allah,
sehingga membunuh
dijadikan suatu kewajiban. Dengan perkataan lain, umat islam dibolehkan untuk
membunuh. Ada 3 wahyu Allah yang membolehkan membunuh
asalkan dengan alasan yang benar (QS
al-Anam: 151, bdk QS al-Isra: 33; QS al-Furqan: 68).
Karena
membunuh itu merupakan suatu kewajiban, dalam arti melaksanakan kehendak atau
perintah Allah, maka orang yang melakukannya akan diganjar dengan pahala. Orang yang melaksanakan kehendak atau perintah Allah
merupakan orang yang taat kepada Allah. Dalam “ayat-ayat surga” terdapat 2 ayat
yang mengaitkan janji surga dengan ketaatan. Artinya, orang yang taat kepada
Allah akan diganjar surga. Jadi, orang islam yang membunuh orang kafir, orang
munafik dan juga orang murtad dapat dipastikan akan masuk surga. Jaminan surga
diberikan juga kepada mereka yang bunuh diri dengan motif religius. Hal inilah
yang menjadi inspirasi bum bunuh diri yang dilakukan para teroris.
DEMIKIANLAH
4 poin penting hasil telaah
atas “ayat-ayat membunuh”.
Dari hasil penelusuran dan penelaahan “ayat membunuh”
ini, satu kesimpulan kecil diperoleh, yaitu agama islam membolehkan untuk
membunuh, atau membunuh itu suatu kewajiban dalam islam. Sekedar diketahui,
wahyu Allah dalam Al-Qur’an
tidak hanya ditujukan untuk
umat islam pada masa nabi Muhammad saja,
tetapi berlaku hingga sepanjang masa. Karena
itu, sama seperti “ayat-ayat perang”, “ayat membunuh” juga berlaku hingga sama sekarang.
Umat islam terpanggil untuk membunuh (baik aktif maupun pasif)
agar wahyu Allah menjadi relevan dan hidup. Jika tak membunuh, sebagaimana yang diperintahkan Allah,
maka ayat Al-Qur’an menjadi mati. Tentulah hal ini berdampak bagi iman islam.
Banyak umat islam pastilah menolak kesimpulan kecil di atas. Mereka
berasionalisasi dengan mengatakan bahwa “ayat membunuh” dalam
konteks nabi harus dilihat pada konteksnya.
Artinya, membunuh
yang dimaksud dalam Al-Qur’an adalah membunuh pada zaman Muhammad, yang tidak lagi bisa diterapkan pada masa
sekarang ini.
Jadi, “ayat membunuh” itu harus dipahami pada konteks
dulu; orang kafir, orang
munafik dan juga orang murtad zaman dulu yang dibunuh, bukan orang kafir, orang munafik dan juga orang murtad
dewasa kini. Rasionalisasi ini jelas
sangat lemah. Jika pemahaman konteks seperti itu, maka pengharaman babi tidak lagi relevan sekarang. Ketika
babi dikatakan kotor (QS al-Anam: 145),
itu harus dilihat pada konteks dulu, sementara banyak babi sekarang bersih.
Karena itu, babi sekarang boleh dimakan.
Selain itu, pemahaman konteks seperti itu membuat wahyu Allah tidak lagi
relevan.
Rasionalisasi lain yang aneh mirip dengan rasionalisasi
atas tudingan terorisme atas nama islam. Biasanya umat islam mengatakan bahwa
terorisme terjadi juga pada pengikut agama lain. Demikian pula halnya dengan
membunuh. Pembunuhan juga dilakukan oleh umat agama lain. Rasionalisasi seperti
ini hanya melihat persamaan dalam tindakan tanpa melihat dasar dari tindakan.
Sama seperti terorisme, apa yang dilakukan oleh umat islam didasari pada ajaran
agama, sedangkan pada agama lain tidak ada pendasarannya pada ajaran agama.
Ada juga umat islam yang berasionalisasi dengan
mengatakan, “Jika memang benar umat islam diperintahkan untuk membunuh,
tentulah tak akan ada lagi umat agama lain di muka bumi ini.” Tentu ada
benarnya, namun tidak menyentuh inti persoalan. Perintah itu ada, tapi
persoalannya banyak umat islam tak berani melakukannya karena takut dengan
hukum sipil. Pada umumnya negara-negara memberlakukan hukuman pidana bagi
pelaku pembunuhan. Aturan ini atas dasar kemanusiaan, bukan pada ajaran agama
tertentu. Karena itu, tidak beraninya umat islam menjalankan perintah Allahnya
menunjukkan bahwa umat islam lebih tunduk pada hukum sipil daripada hukum
Allah.
Dabo Singkep, 4 Maret 2021
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar