Senin, 05 Juli 2021

BERLAKU ADIL

 


Kata adil merupakan kata yang kerap kita dengar namun sekaligus juga merupakan situasi yang sangat menyedihkan. Mengapa? Karena setiap membuka mata, kita menemukan peristiwa ketidakadilan. Ketidakadilan terjadi dalam aneka kehidupan kita, baik dalam dunia pendidikan, kehidupan beragama maupun juga dalam bidang ekonomi dan politik serta kehidupan sosial masyarakat. Misalnya, kita mendengar ada perkampungan yang tidak mau menerima keluarga yang beriman lain untuk tinggal di kampung atau RT mereka.

Keadilan Tak Terpisahkan dari Belas Kasih

Sesungguhnya kasih melampaui keadilan, sebab mengasihi adalah memberi, menawarkan apa yang menjadi “milik saya” kepada orang lain. Sedangkan berlaku adil merupakan sikap hidup yang mendorong kita untuk memberi kepada orang lain, apa yang menjadi “miliknya”, apa yang menjadi haknya karena alasan keberadaannya atau perbuatannya (bdk. CV no. 6). Berlaku adil atau menjadi adil dalam kehidupan kristiani tidak berdiri sendiri, melainkan jalan menuju cinta kasih sebagai puncak spiritualitas kristiani. Dengan demikian, berlaku adil merupakan jalan untuk mencapai belas kasih. Sebagaimana doa Yesus dalam Injil Yohanes sangat jelas, “Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh 17: 25). Karena itu, menjadi diri yang berlaku adil berarti menjadi diri yang paham akan relasi dengan Allah dalam doa keseharian kita. Bagaimana mungkin kita bisa berbangga diri mengatakan bahwa saya saleh, saya selalu berdoa, saya mengenal Allah tetapi tidak bisa mewujudkan belas kasih Allah dalam berlaku adil? Bagaimana mungkin kita mampu berbagi dan berbelas kasih ketika rasa keadilan dan memberikan hak kepada orang yang berhak tidak kita lakukan? Misalnya, dalam soal pemberian upah yang adil.

Berbicara soal berlaku adil tidak lain adalah berbicara soal pengalaman spiritualitas, pengalaman doa dan bukan persoalan kegiatan. Maka benar apa yang menjadi kegelisahan Nabi Yesaya sampai ia menuliskan dalam loh batu bahwa Allah tidak suka kepada umat yang melakukan tindakan yang berlawanan dengan Allah (memberontak). Salah satu bentuk pemberontakan kepada Allah ketika kita melakukan ketidak-adilan dengan menolak ajaran Allah. ajaran Allah sangat jelas yaitu melakukan kebenaran dalam keadilan.

Coba kita renungan betapa indahnya ketika kita menangkap kehendak Allah dalam doa kita. Pasti wujud dari doa adalah menghayati hidup dalam belas kasih Allah dalam keadilan yang benar. Sangat jelas bahwa ketika kita melihat orang yang tidak bisa berbuat adil sebagai wujud belas kasih Allah, kita bertanya sejauh mana hidup doanya. Jangan-jangan dia hanya sampai pada mengupacarakan doa.

Keadilan yang Mewujud dalam Kasih

Kasih dalam kebenaran, yang dinyatakan oleh Yesus Kristus selama hidup-Nya di dunia, terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya, adalah kekuatan yang prinsip di balik perkembangan otentik setiap orang dan semua umat manusia. Kasih adalah kekuatan luar biasa yang memimpin manusia untuk memilih suatu kewajiban yang berani dan murah hati di bidang keadilan dan perdamaian. Ini adalah sebuah kekuatan yang berasal mula dari Tuhan, kasih abadi dan kebenaran yang mutlak.

Perjalanan iman dan hidup kristiani akan menemukan kebahagiaannya dengan mengikuti rencana Tuhan dengan mewujudkan kehendak-Nya dalam hidup keseharian. Berjuang untuk mewujudkan keadilan karena kasih akan memampukan kita untuk menemukan kebenaran. Dengan menemukan kebenaran dalam memperjuangkan keadilan karena kasih, maka kita akan menemukan diri sebagai pribadi yang bebas merdeka (lih. Yoh 8: 32). Karena itu, untuk mewujudkan kasih, apa pun alasannya, kita harus berbuat adil dalam hidup keseharian kita dengan nyata.

Mewujudkan sikap berlaku adil membutuhkan kesaksian hidup bukan sekedar kegiatan sosial belaka. Memang dampak berbuat adil harus dirasakan secara sosial oleh orang-orang di sekitar kita. Namun, dampak sosial yang paling kuat ketika berbuat adil itu muncul dari keteladanan hidup yang bersumber dari kerendahan hati kita. Kesaksian yang bersumber dari kerendahan hati untuk berlaku adil demi sebuah kebenaran merupakan cara yang paling tepat untuk menjawab situasi saat ini yang diwarnai oleh berbagai tindak ketidak-adilan. Inilah saatnya yang paling tepat untuk mewujudkan hidup doa dan kerendahan hati, yaitu menjadi pribadi-pribadi yang bersaksi dan hidup adil dengan perbuatan-perbuatan nyata.

oleh: RP. Aegidius Eko Aldilanto, O.Carm

diambil dari RUAH 2020, hlm 5 – 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar