Jumat, 14 Agustus 2020

SIAPA KREATOR AL-QUR’AN

Banyak orang meragukan keaslian Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT. Tak sedikit bahkan dengan tegas menyimpulkan bahwa Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah. Pernyataan seperti ini tentulah akan menimbulkan pertanyaan, siapa yang ada di balik kemunculan Al-Qur’an. Apakah ia merupakan karya makhluk halus, yang di dunia Arab dikenal dengan sebutan jin, ataukah hasil ciptaan tangan-tangan manusia.
Jika Al-Qur’an ditelaah, atau setidak-tidaknya dibaca dengan kritis, orang akan sampai pada kesimpulan bahwa ada tangan manusia di sana. Dan tangan manusia yang bertanggung jawab di sana adalah Muhammad. Harus jujur dikatakan bahwa Al-Qur’an merupakan rekayasa nabi Muhammad SAW. Hal ini sebenarnya sudah terungkap sejak kemunculannya pertama kali. Setidaknya ada tiga argumen untuk membuktikan kebenaran ini.
1.    Al-Qur’an bertentangan dengan ilmu pengetahuan
Pastilah semua orang, apapun agamanya, sepakat bahwa esensi Allah itu adalah Mahabenar, Mahatahu dan Maha Sempurna serta kekal. Karena itu, haruslah diterima bahwa Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah mestilah tanpa kesalahan, tidak ada kekurangan, harus lengkap dan benar. Akan tetapi, jika ditelaah dengan saksama Al-Qur’an tidak memenuhi standar tersebut.
Pertama, ada pertentangan antara wahyu Allah dengan ilmu pengetahuan. Misalnya soal matahari yang bergerak (QS 36: 38 dan 40; QS 14: 33; QS 21: 33; QS 55: 5; dan QS 10: 5), atau proses terbentuknya manusia (QS 40: 67; QS 35: 11; QS 23: 12 – 14; dan QS 22: 5). Al-Qur’an mengatakan bahwa matahari beredar pada orbitnya dan manusia terjadi dari campuran tanah dan setetes mani yang ditempatkan dalam rahim. Namun ketika dikonfrontasikan dengan ilmu pengetahuan, maka bisa dikatakan bahwa Al-Qur’an salah: matahari tidak pernah beredar tapi tetap, dan tidak ada unsur tanah dalam terbentuknya manusia. Jika Al-Qur’an sungguh wahyu Allah, maka seharusnya Allah mengatakan bahwa matahari tak beredar atau manusia terbentuk dari pertemuan sel sperma dan sel ovum yang kemudian ditempatkan dalam rahim. Keterbatasan manusiawi membuat Muhammad mengatakan soal matahari yang sesuai dengan pendapat umum yang berlaku waktu itu. Di samping itu Muhammad mencampur-adukkan informasi kisah Adam dan terjadinya manusia pada umumnya sehingga muncullah campuran tanah dan air mani. Bahan tanah adalah informasi yang Muhammad dapat dari kisah penciptaan Adam, sedangkan air mani adalah pengetahuan umum (setiap kali melakukan hubungan seks, dia selalu mengeluarkan cairan putih kental, yang disebut mani). Keterbatasan pengetahuan membuat dia mengatakan air mani, padahal ada perbedaan antara air mani dan sel sperma. Inilah bukti bahwa Al-Qur’an adalah rekayasa Muhammad.
Kedua, ada perbedaan antara wahyu Allah dengan ilmu sejarah. Al-Qur’an mengatakan bahwa yang mati di kayu salib bukan Yesus (Isa Almasih) tetapi orang yang diserupakan dengan Dia (QS an-Nisa: 157). Sejarah dunia mencatat bahwa yang mati adalah Yesus. Bukan hanya catatan sejarah orang Kristen tetapi juga orang non Kristen seperti Yahudi, Yunani dan Romawi; semua mengatakan Yesus mati di salib. Jika benar Allah SWT, yang menampaikan wahyu dalam Al-Qur’an, adalah maha benar dan sempurna, pastilah Dia memberikan informasi yang benar juga. Namun nyatakan, informasi tersebut salah. Inilah bukti bahwa Al-Qur’an adalah rekayasa Muhammad. Mungkin ada pertimbangan tertentu sehingga ia mengatakan informasi yang berbeda dengan sejarah dunia, bahwa yang mati itu orang yang diserupakan dengan Yesus
2.    Inkonsistensi dalam Al-Qur’an
Esensi Allah lainnya, yang juga diakui oleh semua umat manusia, adalah bahwa Allah itu kekal. Kekekalan Allah itu terlihat dari Allah tidak berubah-ubah. Karena itu, haruslah diterima bahwa di dalam Al-Qur’an akan tampak konsistensi Allah itu. Akan tetapi, jika ditelaah dengan saksama Al-Qur’an tidak memenuhi standar tersebut. Allah, dalam Al-Qur’an, suka berubah-ubah.
Misalnya informasi tentang sorga. Dalam banyak surah dikatakan bahwa penghuni sorga itu kekal. Artinya, mereka akan bahagia selamanya. Akan tetapi, Al-Qur’an juga menceritakan bahwa setan, Adam dan Hawa yang sebelumnya berada di sorga diusir keluar. Hal ini membuktikan Allah tidak konsisten. Kesimpulan sederhana adalah Al-Qur’an merupakan hasil rekayasa Muhammad. Informasi tentang kisah Adam dan Hawa didapat dari tradisi Kristen dan Yahudi, namun tidak sepenuhnya didapat sehingga dikatakan bahwa Adam, Hawa dan setan/iblis ada di sorga, lalu kemudian diusir keluar dari sana. Ketika mengatakan Adam, Hawa dan setan diusir dari sorga, Muhammad lupa kalau dia pernah mengatakan bahwa penghuni sorga itu kekal.
Contoh lain adalah soal kata ganti Allah. Setidaknya ada 4 kata ganti untuk Allah, yaitu Kami, Aku, Dia dan Allah. Keempat kata ganti ini tersebar di seluruh Al-Qur’an. Berubah-ubahnya kata ganti Allah menunjukkan bahwa nabi Muhammad ada di baliknya. Keterbatasan manusiawi membuat Muhammad terkadang lupa kalau beberapa hari lalu Allah berbicara menggunakan kata ganti Kami, sementara sekarang dipakai kata ganti Dia, dan beberapa hari kemudian Allah menggunakan kata ganti Aku.
Masih ada banyak contoh ketidak-konsistenan keterangan yang ada dalam wahyu Allah. Informasi yang berubah-ubah membuktikan bukan Allah yang menyampaikan wahyu, karena Allah itu kekal; Dia tidak akan berubah-ubah. Hanya manusia-lah yang bisa berubah-ubah. Semua ini karena kemampuan daya ingatnya yang terbatas. Dan manusia yang ada di balik Al-Qur’an ini adalah Muhammad. Dia-lah yang berkata-kata dan meletakkan kata-katanya itu pada mulut Allah sehingga orang menerimanya sebagai wahyu Allah.
3.    Wahyu post-factum
Ada beberapa wahyu yang bertujuan untuk membela nabi Muhammad, sehingga ia bisa lepas dari situasi problematik dan dilematik. Artinya, nabi Muhammad pernah menghadapi masalah, yang bisa menjatuhkan pamornya. Sepertinya nabi sudah kehilangan akal untuk mencari solusi. Maka, “diciptakanlah” wahyu, yang dikatakan dari Allah, dimana wahyu ini bertujuan untuk membelanya sekaligus membantunya keluar dari permasalahan yang dihadapi. Misalnya, ketika Muhammad menghadapi masalah hendak menikahi Zainab, yang adalah menantunya sendiri. Muhammad, ketika melihat aurat Zainab, langsung tinggi syahwatnya. Mau langsung menyalurkan, tak bisa karena jatuh dalam dosa perzinahan. Mau menikahinya juga tak etis, karena Zainab adalah menantunya. Menghadapi situasi pelik ini, “diturunkanlah” wahyu Allah (QS al-Ahzab: 36 – 40) sehingga Muhammad bisa menikahi Zainab dan menyalurkan gairah seksualnya tanpa menimbulkan gejolak di tengah umat. Contoh lain adalah ketika Muhammad menghadapi kasus perselingkuhannya dengan Mariah Kuptiah, yang adalah budaknya. Tentu orang akan bertanya, bagaimana mungkin sang nabi yang sudah punya istri banyak masih juga selingkuh. Untuk meredam gejolak ini, “diciptakanlah” wahyu Allah (QS at-Tahrim: 1 – 3) sehingga Muhammad terbebas dari masalah. Kita bisa menambah beberapa contoh wahyu Allah yang terkesan “diciptakan” untuk membantu Muhammad keluar dari masalah. Dari wahyu-wahyu tersebut terlihat bahwa semua itu hanyalah rekayasa Muhammad agar dia terbebas dari masalah dan tidak menimbulkan gejolak di tengah umat.
DARI semua uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah, melainkan wahyu Muhammad. Nabi Muhammad-lah yang menciptakan wahyu-wahyu yang ada dalam Al-Qur’an, dan kemudian dikatakan bahwa Allah-lah yang bersabda. Dengan kata lain, perkataan nabi Muhammad SAW diletakkan pada mulut Allah SWT sehingga terkesan seperti Allah yang bersabda.
Lingga, 20 Juli 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar