Minggu, 03 Mei 2020

KENAPA MISA MINGGU SABTU SORE


Misa hari Minggu diadakan pada Sabtu sore bukanlah suatu hal yang baru bagi umat katolik. Di banyak tempat hal tersebut sudah terjadi puluhan tahun sebelumnya. Di Gereja Katolik Dabo Singkep juga demikian. Setidaknya 2 kali dalam sebulan perayaan ekaristi hari Minggu diadakan pada Sabtu sore. Namun sayangnya, masih ada umat yang mempertanyakan keabsahan dan hal lainnya. Berikut ini adalah penjelasannya.
Mengenal Medan Pastoral
Sebelum mengurai medan pastoral, ada beberapa kata kunci yang harus dipahami dan disadari. Kata-kata kunci itu adalah:
1.    Paroki subsidi. Sejak menjadi quasi paroki, Paroki Ujung Beting merupakan paroki subsidi. Hal ini disebabkan karena sumber pendapatan dari dalam sendiri tidak memadai. Masih banyak biaya pastoral disubsidi dari keuskupan.
2.    Paroki kepulauan. Karena kepulauan, maka transportasi utama adalah kapal. Sekarang paroki tidak punya kapal sendiri. Jadi, sepenuhnya bergantung pada angkutan umum.
3.    Pelayanan efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi ini berguna dalam banyak hal seperti keuangan, tenaga, dll
Selain 3 kata kunci di atas, perlu juga disadari bahwa satu pembeda Gereja Katolik dari protestan adalah ketaatan pada Magisterium. Menjalani ketentuan magisterium bukan dilandasi prinsip suka-tidak suka, tetapi ketaatan, dan dalam ketaatan itu ada sikap berserah.
Di seluruh Kepulauan Lingga umat katolik tersebar di banyak pulau. Setidaknya ada 11 gereja, yaitu Ujung Beting, Air Kelat, Pancur, Senayang, Mensanak, Pulau Senang, Limas, Pulau Manik, Pulun, Cempa dan Dabo. Selain tempat-tempat itu, masih ada beberapa tempat lain yang ada umat katolik, tapi tak ada gerejanya. Harus disadari, setiap umat memiliki hak yang sama dalam pelayanan ekaristi hari Minggu. Gereja mengajarkan bahwa ekaristi merupakan sumber dan puncak hidup kristiani (LG 11, KGK 1324). Soal jumlah menjadi relatif, mengingat 3 kata kunci di atas.
Sudah menjadi kesepakatan pastor, ada 2 pusat pelayanan, yaitu Ujung Beting dan Dabo. Demi 3 kata kunci di atas, maka pelayanan misa hari Minggu dari Dabo melayani Cempa, Pulau Manik dan Pulun, sedangkan sisanya dari Ujung Beting. Memang bisa juga melayani Limas dan Pulau Senang, namun menjadi tidak efektif dan efisien.
Karena itu, agar bisa memenuhi hak umat Cempa, Pulau Manik dan Pulun dalam merayakan misa hari Minggu, maka diputuskanlah misa di Dabo diadakan pada Sabtu sore. Memang sebenarnya semuanya bisa diadakan pada hari yang sama, yaitu hari Minggu, dengan catatan:
a.    Misa di Dabo diadakan jam 05.00. Misa selesai sekitar jam 06.00 dan pastor langsung ke Jagoh, tanpa ada salaman-salaman dengan umat. Tentulah hal ini tidak enak di umat.
b.    Misa di Dabo diadakan jam 18.00, setelah pastor kembali dari pulau. Tentulah hal ini tidak enak di pastor, karena lelah.
c.    Di Dabo hanya ada ibadat jam 08.00. Jika pastor ada hari Sabtu dan tidak merayakan ekaristi untuk hari Minggu, maka ia sudah melanggar Hukum Gereja (bdk. Kan 528, §1 dan Kan 534, §1).
Demi menjawab 3 kata kunci di atas, maka lebih masuk akal perayaan ekaristi hari Minggu diadakan pada hari Sabtu Sore. Selain menjawab 3 kata kunci, penyelenggaraan misa pada Sabtu sore juga mengajak umat untuk mau bersolider atau berbagi dengan umat di Cempa, Pulau Manik dan Pulun. Bayangkan, mereka hanya dilayani sekali dalam sebulan, sedangkan Dabo setiap minggu. Karena itulah, di sini ada semangat melawan egoisme.
Apakah Misa Hari Sabtu Salah?
Mengikuti perayaan ekaristi pada hari Minggu merupakan suatu kewajiban bagi umat katolik. Kewajiban ini tertuang dalam sepuluh perintah Allah (kuduskanlah hari Tuhan) dan lima perintah Gereja (ikutilah misa pada hari Minggu dan hari raya wajib lainnya). Muncul pertanyaan, benarkah perayaan ekaristi hari Sabtu sore tidak sama dengan hari Minggu? Apakah umat yang misa Sabtu sore berarti tidak menjalankan kewajiban hari Minggu?
Pertama-tama harus disadari bahwa Gereja Katolik tidak hanya memakai perhitungan penanggalan berdasarkan pergerakan matahari (solar system) saja, melainkan juga bulan (lunar system). Jika solar system menghitung hari dimulai dari pukul 24.00 atau 00.00, hitungan hari berdasarkan sistem pergerakan bulan dimulai sore hari ketika matahari mulai terbenam. Jadi, berdasarkan sistem pergerakan bulan, misa yang diadakan pada Sabtu sore sudah terhitung sebagai hari Minggu.
Ketentuan ini bisa ditemukan dalam beberapa dokumen resmi Gereja, misalnya Kitab Hukum Gereja (kan. 1247 dan 1248, §1), Katekismus Gereja Katolik no. 2180, Pedoman Umum Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi no 3, Seruan Apostolik Paus Benediktus XVI, Sacramentum Caritatis no 73, dan Norma Komplementer Gereja Partisipatif Keuskupan Pangkalpinang (hlm 119). Dari kutipan-kutipan dokumen Gereja itu terlihat jelas bahwa misa hari Sabtu sore sama dengan misa hari Minggu. Jadi, umat yang merayakan ekaristi pada Sabtu sore tidak melanggar perintah Allah dan perintah Gereja tentang kewajiban hari Minggu. Mereka sudah menjalankan kewajiban hari Minggu, yaitu menguduskan hari Tuhan, dengan mengikuti perayaan ekaristi pada Sabtu sore.
Pastor paroki menghormati dan menghargai kebijakan umat yang tidak bisa datang hari Sabtu sore tapi datang hari Minggu walau hanya sekedar doa rosario. Ini masuk dalam kategori “kesalehan” umat yang dipuji Gereja. Namun janganlah hendaknya lantas menghakimi bahwa yang misa hari Sabtu sore tidak mengikuti perintah Allah dan perintah Gereja atau memaksa agar mereka harus datang lagi hari Minggu. Orang yang mengatakan bahwa yang misa Sabtu sore melanggar perintah Allah dan perintah Gereja atau misa Sabtu sore tidak sama dengan hari Minggu harus berani menunjukkan dokumen Gereja untuk menguatkan argumennya. Jangan hanya pakai selera atau kemauan pribadi.
Apa Kata Orang Nanti?
Rm. Philips Seran mengatakan orang yang ngotot misa hari minggu harus hari Minggu tanpa peduli dengan kebutuhan pastoral umat lain adalah orang yang egois. Dan biasanya orang egois selalu banyak alasan untuk membenarkan dirinya. Salah satunya adalah dengan mengatas-namakan orang lain. Bagaimana nanti kalau orang gereja atas bilang koq orang katolik tidak mengindahkan hari Tuhan (hari Minggu)? Umat katolik ini malas. Hari Minggu, yang seharusnya ke gereja, malah tinggal di rumah. Lalu ada yang mengaitkan citra buruk ini dengan efek sosial. Selalu ada banyak alasan untuk membenarkan diri.
Pertama-tama, hiduplah berdasarkan kebenaran, jangan didasari pada perkataan orang, yang jelas-jelas tidak benar. Misa Sabtu sore sama nilainya dengan hari Minggu adalah sebuah kebenaran, kenapa harus takut pada suara-suara tak benar. Yohanes berkata, “Barangsiapa yang berbuat benar adalah benar.” (1Yoh 3: 7). Jika hidup ini selalu berdasarkan kata orang, andai itu baik, pastilah banyak orang masuk katolik. Banyak orang melihat dan berkata (mungkin dalam hati) hebatnya orang katolik ini mau mengasihi, mau mengampuni, tidak suka berkelahi, sayang sama suami/istrinya, dll; karena itu saya masuk katolik saja.
Di depan sudah dikatakan bahwa Gereja Katolik berbeda dari Gereja Protestan. Masing-masing Gereja otonom. Gereja Katolik punya 2 sistem perhitungan hari, sedangkan protestan hanya berdasarkan pergerakan matahari. Orang katolik tidak boleh memaksakan orang protestan agar sama seperti katolik, demikian pula sebaliknya. Coba bayangkan, tiba-tiba ada seseorang mengambil dan membuang semua patung yang ada di gereja karena katanya, temannya dari gereja atas mengatakan itu penyembahan berhala; dan kebetulan juga di gereja atas tidak ada patung. Atau, tiba-tiba ada umat mengatakan hari Minggu cukup hanya ibadat saja, karena di gereja lain tak ada ekaristi. Bagaimana reaksi Anda?
Menghadapi perkataan orang ini, adalah tugas umat untuk menjelaskan, bukannya tunduk pada perkataan orang. Gereja katolik punya aturan tersendiri yang berbeda dari orang lain. Bagaimana dengan perkataan orang yang tidak kita ketahui? Itu artinya, hasil imajinasi atau rekayasa kita sendiri. Sungguh malang hidup ini jika hidup berdasarkan omongan orang lain, apalagi orang itu hanyalah ilusi pribadi kita.
Akhir kata.....
Misa hari Sabtu sore tidak menyalahi aturan. Dengan merayakan misa hari Sabtu sore, seseorang sudah menjalani perintah Allah dan Gereja terkait dengan kuduskanlah Hari Tuhan, yaitu hari Minggu. Karena itu, dalam satu bulan Gereja Dabo akan mengadakan misa hari Sabtu sore setidaknya 2 kali, agar kebutuhan umat di Cempa, Pulau Manik dan Pulun bisa terpenuhi. Sangat dibutuhkan kebesaran hati dan jiwa umat Dabo untuk hal ini. Jika masih ada yang mempertanyakan hal ini, silahkan langsung berhubungan dengan Bapak Uskup.
Bagi umat yang selalu dikuasai oleh ilusi dan imajinasi akan adanya suara-suara sumbang, masih terbuka kesempatan untuk datang ke gereja pada hari Minggu pagi. Gereja selalu dapat dibuka. Pintu gerbang tak pernah dikunci. Dengan demikian umat bisa memuaskan diri dan orang yang ada dalam ilusinya. Namun harus diketahui dan disadari bahwa jika tidak datang pada misa hari Sabtu sore, tapi baru datang pada Minggu pagi, orang ini tidak mengikuti ajaran Gereja, yang mengatakan bahwa ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kristiani. Demi memuaskan selera diri dan juga orang yang ada dalam imajinasinya, orang mengorbankan ekaristi. Sungguh memprihatinkan.
3 Mei 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar