Sabtu, 08 Juni 2019

MENCERMATI SILAHTURAHIM POLITIK AHY DAN IBAS

Lebaran atau Idul Fitri memang identik dengan silahturahmi antar sesama umat muslim. Dalam aksi silahturahmi itu orang tidak hanya saling berkunjung dan salaman saja tetapi juga saling bermaaf-maafan. Itulah salah satu inti kemenangan; orang berhasil menekan kebencian, dendam dan kemarahan, dan menggantikannya dengan damai lewat bermaaf-maafan.
Karena itu, banyak apresiasi diberikan kepada dua anak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ibas Yudhoyono, yang melakukan kunjungan lebaran ke kediaman Presiden RI, Joko Widodo. Tak hanya berhenti di situ saja, silahturahim berlanjut ke rumah Ibu Megawati, Ketua Umum PDIP (partai pemenang pemilu 2019) sekaligus mantan Presiden RI kelima, dan ke kediaman (alm) Gus Dur.
Spontan orang langsung mengaitkan kunjungan Idul Fitri itu dengan situasi politik pasca pengumuman rekapitulasi pemilu, yang diwarnai aksi ricuh dari kelompok yang menolak pengumuman KPU itu. Panasnya persaingan pemilu yang masih terasa hingga kini sungguh membutuhkan siraman penyejuk, yang memang harus datang dari para elite politik. Sudah banyak seruan agar para petinggi politik dapat menyejukkan suasana politik Indonesia. Karena itulah, apa yang dilakukan AHY dan Ibas merupakan contoh positif bagi para elite politik lainnya.
Demikianlah kalau orang hanya melihat gambaran permukaan dari aksi silahturahim AHY dan Ibas. Di atas permukaan, kegiatan tersebut memang harus diacungi jempol; harus diapresiasi. Hal itu sangat positif di tengah suhu politik yang masih terasa panas. Akan tetapi, jika orang masuk lagi ke dalam, maka orang akan menemukan hal-hal yang di luar dugaan selama ini.
Kenapa kita harus melihat tidak hanya sebatas permukaan saja? Kenapa harus sampai ke kedalaman? Pertama-tama harus disadari bahwa yang melakukan tindakan silahturahim ini adalah dua tokoh politik, apalagi di belakang mereka ada tokoh politik besar, dan yang dikunjungi juga bukan sebatas tokoh politik biasa tetapi memegang peranan penting. Karena itulah, silahturahim tersebut harus dilihat sebagai silahturahim politik. Dan sebagai tindakan politik, maka tentu ada intrik dan kepentingan. Tidak ada makan siang gratis.
Apa yang membuat orang harus berpikir demikian? Melihat AHY dan Ibas bertemu Jokowi, dan pertemuan itu bersifat tertutup, orang harus bertanya kepada silahturahimnya bersifat tertutup. Demikian pula ketika mengunjungi Ibu Megawati, terkesan hanya kalangan terbatas. Jika memang kunjungan lebaran itu murni silahturahim, tentu terbuka, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi, dimana tokoh-tokoh lain juga hadir. Ketertutupan itulah yang membuat sebagian orang merasa perlu untuk mencermati acara AHY dan Ibas tersebut.
Apa yang dapat kita cermati dari silahturahim politik kedua anak SBY tersebut? Mungkin ada pengamat yang menilai bahwa kunjungan itu merupakan sinyal dukungan sekaligus merapatnya Partai Demokrat ke koalisi 01. Dan jika sinyal ini benar, bukan tidak mungkin juga adanya negoisasi soal kursi-kursi kabinat.
Akan tetapi, analisa lebih jauh terkait silahturahim politik AHY dan Ibas ini tak lepas dari kepentingan politik SBY dan juga Partai Demokrat. Setidaknya ada 2 kepentingan. Pertama, kasus Hambalang dan Bank Century. Umumnya orang mengaitkan kasus mega korupsi Hambalang dan Bank Century dengan SBY dan / atau Partai Demokrat. Dengan silahturahim itu sangat diharapkan agar penguasa nanti (dalam hal ini Jokowi dan Megawati) dapat meredam dua kasus tersebut. Hal ini tentu sudah tak asing lagi, karena di negara kita ini politik masih menjadi panglima, bukan hukum.
Kedua, politik pencitraan demi masa depan. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. SBY dahulu selalu diidentikkan dengan politik pencitraan. Karena itu, politik pencitraan itu diterapkan juga oleh AHY. Publik sudah mengetahui salah satu alasan SBY menarik putranya AHY ke dunia politik adalah persiapan untuk menjadi presiden (sepertinya Ibas sama sekali tak dapat diharapkan lagi). Karena itu, mulai sekarang harus ditanamkan citra baik dan positif. Soal kemampuan dan jiwa kepemimpinan itu urusan belakangan; apalagi masih banyak masyarakat Indonesia yang mudah terbuai oleh politik pencitraan.
Demikianlah dua kemungkinan kepentingan politik di balik kegiatan silahturahim dua putra SBY. Mungkin masih ada kepentingan politik lainnya; hanya merekalah yang tahu. Dalamnya laut dapat dikira, dalamnya hati siapa yang tahu. Semua ini berawal dari silahturahim yang tertutup dengan beberapa tokoh politik penting itu. Jika tidak tertutup, tentulah semuanya terang benderang.
Dabo, 8 Juni 2019
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar