Jumat, 10 November 2017

BENARKAH AL-QURAN ITU DARI SORGA?

Dulu sering dikatakan bahwa kitab suci orang islam itu berbeda dari kitab suci orang kristen dan Yahudi, sekalipun ketiga agama ini masuk dalam satu rumpun, yaitu agama samawi. Jika kitab suci orang Yahudi dan kristen itu ditulis oleh manusia, atas inspirasi Roh Kudus, kitab suci umat islam, yakni Al-Quran, langsung diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad. Surah As-Sajdah ayat 2 dan surah Az-Zumar ayat 1 – 2, 41 menegaskan akan hal tersebut. Al-Quran yang sekarang ini merupakan bentuk asli (tulisannya) sejak diwahyukan Allah kepada Muhammad.
Karena itu, bagi umat islam Al-Quran adalah kitab yang paling suci di antara yang tersuci, sehingga kitab ini tidak boleh diletakkan di bawah buku lain, dilarang merokok atau melakukan aktivitas lain saat membacanya. Singkat kata, orang harus menaruh hormat kepadanya, karena Al-Quran adalah benar-banar suci.
Umat islam dilarang mengkritisi Al-Quran. Mempertanyakan atau mengkritisi Al-Quran merupakan bentuk pelecehan terhadap Al-Quran itu sendiri. Isi Al-Quran hanya bisa didengar dan diterima. Hal ini disebabkan karena ia sudah suci dan sempurna. Kesucian dan kesempurnaan itu bersumber dari Allah; karena Allah itu suci dan sempurna, maka kitab yang berasal dari-Nya juga suci dan sempurna.
Namun bagi orang yang mempunyai akal budi, argumen di atas tentu tidak akan diterima begitu saja. Mereka akan bertanya, benarkah Al-Quran sekarang ini langsung dari sorga? Dimana letak kesempurnaan Al-Quran? Orang yang punya nalar tidak akan menerima Al-Quran begitu saja; ia akan berusaha menerima Al-Quran dengan sikap kritis. Kekritisan akan membawa orang untuk menggali dan terus menggali kebenaran. Batu pijak pengkritisan itu adalah ilmu sejarah.
Dari catatan sejarah diketahui bahwa Nabi Muhammad menerima wahyu Allah secara bertahap sampai pada kematiannya (632 M). Konon Nabi Muhammad adalah seorang yang buta huruf, meski ada beberapa hadis mengatakan bahwa dia pernah meminta alat tulis karena mau menulis sesuatu, sebuah bukti yang meragukan klaim Muhammad buta huruf. Semua wahyu yang diterima segera disampaikan kepada umat. Sudah umum diketahui bahwa masyarakat Arab waktu itu umumnya tidak berpendidikan. Rata-rata mereka adalah buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis.
Ketika Abu Bakar terpilih sebagai kalifah pertama (632 – 634) dimulailah proyek penyusunan Al-Quran sebagai sebuah kitab. Selama ini wahyu Allah itu tersebar di seluruh pengikut Muhammad. Tugas penyusunan itu dipercayakan kepada Zayed Ibn Thabit. Satu kendala yang dihadapi adalah pada perang Yamamah hampir semua pengikut nabi tewas. Kematian mereka membawa juga firman Allah yang pernah mereka dengar dari mulut Muhammad. Karena itu Zayed menyusun Al-Quran dari ingatan para istri, gundik, budak (yang notabene adalah buta huruf) serta beberapa sahabat nabi yang mengaku mendengar beberapa ayat langsung dari Muhammad dan para pengikutnya. Zayed berhasil mengumpulkan kurang lebih 7900 ayat.
Ketika Abu Bakar meninggal, Al-Quran yang sudah disusun itu diserahkan kepada penerus kekalifahan, yaitu Kalifah Umar. Dan ketika Umar meninggal, Al-Quran ini tidak diserahkan kepada kekalifahan berikutnya atau kepada otoritas islam, melainkan kepada putri Umar yang bernama Hafsa. Satu pertanyaan kecil, kenapa benda suci tersebut diserahkan kepada Hafsa, yang adalah seorang perempuan, dimana Al-Quran sendiri mempunyai pandangan rendah terhadap kaum Hawa. Atau, kenapa tidak diserahkan kepada orang yang benar-benar berkompeten, misalnya kekalifahan berikutnya, yang termasuk sahabat nabi.
Salah satu alasan kenapa Kalifah Usman, kalifah ketiga, tidak diserahi Al-Quran adalah adanya kemungkinan persaingan internal atau ketidak-percayaan terhadap Usman. Hal ini membuat Kalifah Usman (644 – 656 M) membuat keputusan untuk menarik semua salinan Al-Quran dari peredaran dan membakarnya (apakah sungguh semua salinan tersebut dimusnahkan atau masih ada yang menyimpannya secara sembunyi-sembunyi). Kemudian Usman kembali meminta Zayed untuk menyusun dan menulis ulang Al-Quran. Sumbernya tetap sama, yaitu para isteri, gundik, budak serta para sahabat nabi. Dalam proses ini, sama seperti proses terdahulu, ada banyak ayat dibatalkan atau dibuang dan diganti atau ditambahkan. Hasil kerja Zayed adalah Al-Quran yang memiliki 6241 ayat, berbeda dengan edisi awal yang terdiri 7000 ayat.
Salah satu ayat yang dibatalkan adalah ayat menyusui pria dewasa. Adanya ayat ini didasarkan pada kisah yang disampaikan dalam sebuah hadis oleh Aisyah. Dikisahkan pada suatu hari Sahla binti Suhail datang menemui Nabi dan mengatakan bahwa suaminya, Abi Huzifa, selalu marah setiap kali Salim datang ke rumah mereka. Muhammad meminta dia untuk menyusui suaminya. Di lain waktu Sahla datang kepada nabi dan mengungkapkan kemanjuran nasehat sang nabi.
Al-Quran edisi Usman inilah yang berlaku sekarang ini. Akan tetapi, edisi ini pun masih menerima beberapa perbaikan. Abu Al-Aswad Al-Dwali, seorang ahli islam, menambahkan tanda titik dan koma pada huruf-huruf Al-Quran; Sabawai menambahkan tanda tanya/seru, sedangkan Al-Nabiqa Al-Zibiani menerapkan aturan tatabahasa Arab ke dalam Al-Quran. Inilah Al-Quran yang diyakini sebagai wahyu yang langsung diturunkan dari sorga. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah
1.    Sumber dari ayat-ayat firman Allah adalah para isteri, gundik, budak dan sahabat nabi, yang mayoritasnya adalah buta huruf. Penulisan ayat firman Allah ini hanya mengandalkan kemampuan daya ingat mereka yang menerimanya dari Muhammad. Pertanyaannya, sungguhkah ingatan mereka yang bertahun-tahun sama persis ketika mereka menerimanya langsung dari Muhammad.
2.    Ada perubahan dalam penyusunan Al-Quran; ada yang dihilangkan dan ada pula yang ditambahkan. Satu contoh konkret terlihat dari perbedaan jumlah ayat Al-Quran edisi Abu Bakar dengan edisi Usman. Pertanyaannya, dikaitkan dengan perbedaan jumlah ayat edisi Abu Bakar dan Usman, kenapa banyak ayat dibuang, padahal sebelumnya diakui sebagai firman Allah.
3.    Penyusunan Al-Quran tak lepas dari unsur subyektif dan kepentingan. Hal ini terlihat dari peralihan dari Kalifah Umar ke Kalifah Usman. Ketika tidak suka, maka dihilangkan; namun saat senang maka dimunculkan. Jadi, penyusunan Al-Quran ini terkait dengan selera seseorang, suka dan tidak suka, yang kemudian dipaksakan kepada semua umat islam. Dengan kata lain, keotentikan atau keaslian Al-Quran tak lepas dari selera penguasa. Pertanyaannya, sejauh mana otentisitas ayat Al-Quran terjamin dari Allah.
Demikianlah kesimpulan yang dapat ditarik dari sejarah penyusunan Al-Quran. Sejarah ini dipakai sebagai batu pijakan untuk mengkritisi Al-Quran. Dari sini kita bisa bertanya, BENARKAH AL-QURAN LANGSUNG TURUN DARI SORGA? Silahkan jawab sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar