Jumat, 20 Oktober 2017

AGAMA ATAU ORANGTUA YANG BERPERAN DALAM DIRI ANAK

John Locke, filsuf berkebangsaan Inggris, yang hidup pada abad XVII, pernah mengembangkan pemikiran bahwa manusia terlahir seperti kertas putih polos. Ini dikenal dengan istilah tabula rasa. Dalam perjalanan waktu kemudian muncullah tulisan atau coretan-coretan pada kertas tersebut. Dan yang paling berperan dalam coretan tersebut adalah orangtua.
Kertas putih polos itu, yang akhirnya berisi coretan-coretan, mau menggambarkan siapa manusia itu di kemudian hari. Artinya, kertas putih polos itu bisa berisi tulisan indah nan rapi, bisa juga berisi tulisan kacau balau tak beraturan. Dengan kata lain, dalam perkembangan hidup, seorang anak bisa tumbuh menjadi “domba atau serigala”, menjadi anak yang lemah lembut atau teroris. Semua itu ada di tangan orangtua, karena orangtualah yang pertama mengguratkan tulisan dalam kertas putih polos tersebut. Dan di atas semua itu, ajaran agama punya andil.
Coba perhatikan gambar berikut ini.
Gambar di atas hanyalah contoh kecil. Masih ada begitu banyak contoh keterlibatan anak kecil dalam dunia intoleransi. Ibarat fenomena gunung es: yang terlihat hanya puncak kecil, sedangkan yang tak terlihat jauh lebih besar. Harus disadari bahwa mereka semua, sama seperti anak-anak lainnya, terlahir sebagai kertas putih polos.
Bisa dikatakan bahwa anak-anak ini sudah diguratkan untuk menjadi teroris. Pada mereka sudah tumbuh benih kebencian, permusuhan dan intoleransi. Bisa dipastikan, pada awalnya mereka tidaklah seperti ini. Mereka itu kertas putih nan polos. Mereka bersih. Namun kini mereka siap menjelma menjadi teroris yang mengancam kerukunan dan kedamaian.
Namun menjadi pertanyaan: apakah semua ini murni karena guratan tangan orangtua atau ada campur tangan agama? Tentulah Anda sudah tahu jawabannya. Pertanyaan lain yang muncul adalah, jika kecilnya saja sudah begini, bagaimana nanti negara bisa hidup damai.
Koba, 30 Juni 2017
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar