MENGENAL SAKRAMEN TOBAT
Salah
satu poin penting pada masa Tahun Suci Kerahiman adalah pertobatan. Umat diajak
untuk bertobat, karena pertobatan merupakan sarana, yang darinya umat
mendapatkan kerahiman Allah berupa pengampunan dosa. Dengan pengampunan dosa, kita
memperoleh belas kasih Allah, sehingga kita berdamai kembali dengan Allah. Paus
Benediktus XVI pernah berkata, “Tidak benar jika kita berpikir harus hidup
sedemikian rupa sehingga kita tidak pernah membutuhkan pengampunan. Kita harus
menerima kelemahan kita, tetapi terus berjalan, tidak menyerah tetapi bergerak
maju dan bertobat menjadi baru kembali melalui Sakramen Pengampunan Dosa
sebagai langkah awal, tumbuh dan menjadi dewasa dalam Tuhan oleh persekutuan
kita dengan Dia.”
Hendaklah
di tahun penuh rahmat ini umat benar-benar memanfaatkan pertobatan. Tobat ada
karena ada dosa. Setiap manusia pastilah berdosa. Yohanes dalam suratnya yang
pertama menulis, “Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri
kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” (1Yoh 1: 8). Karena itu,
St. Yohanes Maria Vianney berkata, “Setelah jatuh, segeralah bangkit kembali!
Jangan biarkan dosa di dalam hatimu bahkan untuk sejenak!” Pastor dari Ars ini
mengajak kita untuk menggunakan sarana yang ada, yaitu Sakramen Tobat. “Allah
sangat menghargai pertobatan sehingga sekecil apa pun pertobatan di dunia,
asalkan itu murni, menyebabkan Dia melupakan segala jenis dosa, bahkan setan
pun akan diampuni semua dosanya, jika saja mereka memiliki penyesalan,” demikian
kata St. Fransiskus de Sales.
“Pertobatan
yang tulus adalah menghindari kesempatan untuk berbuat dosa,” ujar St.
Bernardus Clairvaux. Dengan bertobat, kita diminta untuk tidak mengulangi
dosa-dosa yang telah diakukan. Yang penting kita mau datang ke ruang pengakuan
dengan rasa sesal dan niat untuk bertobat. Jangan suka menunda. Yohanes Maria
Vianney menasehati, “Kita selalu menunda pertobatan kita lagi dan lagi sampai
ajal tiba. Tapi siapa bilang bahwa kita masih akan memiliki waktu dan kekuatan
untuk itu?” Karena itu, bertobatlah sekarang!
Mgr
Ignatius Suharyo, dalam bukunya The
Catholic Way (2009: 25), mengatakan ada tiga proses pertobatan. ketiga proses
itu adalah [1] Pengakuan Pujian. Proses
tobat diawali dengan menyadari dan mengalami kebaikan/anugerah Allah dalam
hidup. Namun anugerah ini tidak ditanggapi dengan baik. Kita sering gagal dan
jatuh. Pengakuan inilah yang diungkapkan dalam [2] Pengakuan Mengenai Hidup. Kita sadari dan akui kegagalan dan
kejatuhan kita. Namun, sekalipun sering jatuh, kita tetap percaya bahwa kasih
setia dan kerahiman Allah tanpa batas. Inilah yang dinyatakan dalam [3] Pengakuan Iman. Dengan demikian
Sakramen Tobat pertama-tama membantu kita untuk mengalami kasih setia dan
kerahiman Allah, bukan untuk menuduh diri kita.
Apa
saja yang harus dipersiapkan untuk pertobatan/pengakuan? Pertama-tama kita
harus mengadakan pemeriksaan batin. Dari sini muncullah perasaan bersalah dalam
hati. Banyak orang berpikir bahwa perasaan bersalah dapat diatasi secara
psikologis. Tetapi, pentinglah mengamati rasa bersalah yang asli. Perasaan
bersalah menghasilkan kerinduan untuk menjadi lebih baik; inilah yang disebut
penyesalan. Dari penyesalan ini muncul niat untuk mengubah hidup menjadi lebih
baik dan menaruh semua harapan pada pertolongan Allah. Kemudian kita datang ke
bapa pengakuan, menyatakan dosa dan mengakui telah melakukannya. Terakhir imam
akan memberikan penitensi.
Penitensi
adalah tindakan membuat pemulihan atau silih untuk kesalahan yang telah
dilakukan. Penitensi tidak boleh diangan-angan saja, tetapi harus dilakukan
secara nyata dalam tindakan amal kasih dan solidaritas pada sesama. Dapat juga
dilakukan dengan berdoa, berpuasa dan membantu orang miskin, baik secara
spiritual maupun material.
Penitensi
sering disalahpahami. Hal itu tidak ada hubungannya dengan suatu yang
merendahkan harga diri atau rasa bersalah terus menerus. Penitensi bukanlah
permenungan atas betapa buruknya saja. Atau juga bukan merupakan hukuman atas
dosa dan pelanggaran kita. Sebaliknya, penitensi membebaskan dan mendorong kita
untuk membuat awal yang baru.
Kewenangan
mengampuni dosa ada pada diri imam. Akan tetapi, umat tidak perlu melihat siapa
imamnya, karena yang sebenarnya mengampuni itu adalah Kristus. Boleh saja kita
melihat dan mengenal pribadi imam, dengan segala kelemahan dan kekurangannya,
namun kuasa pengampunan yang dia berikan langsung berasal dari Yesus Kristus.
Umat
perlu menyingkirkan kecemasan bahwa imam akan membocorkan sesuatu yang
didengarnya dalam pengakuan. Dalam keadaan apa pun, kerahasiaan pengakuan
adalah mutlak. Bahkan kepada polisi, imam tidak dapat mengatakan atau
menyarankan apa pun yang ia dengar dari pengakuan. Beberapa imam harus
mengalami penganiayaan untuk menjaga rahasia pengakuan, bahkan sampai mati.
Jika ada imam membuka rahasia pengakuan, ia akan terkena hukuman ekskomunikasi.
Perlu
diketahui bahwa Sakramen Rekonsiliasi membawa dampak positif, yaitu mendamaikan
kita dengan Allah. Suasana sedetik setelah absolusi adalah suasana bagai mandi
setelah berolahraga, bagai hembusan udara sejuk di musim kemarau. Kita menjadi
manusia yang dilahirkan baru. Hal ini seperti yang pernah dikatakan Bruder
Roger Schutz, “Betapapun pengakuan mungkin terasa canggung, ini adalah tempat
yang menentukan dimana seseorang mengalami lagi kesegaran Injil, saat seseorang
terlahir kembali. Kita juga belajar untuk meniup kepedihan hati nurani kita,
sama seperti seorang anak meniup daun yang jatuh pada musim gugur. Di sana kita
menemukan kebahagiaan Allah, fajar sukacita yang sempurna.”
Natal,
15 Oktober 2015
by:
adrian, dari sumber: Youcat Indonesia:
Katekismus Populer, hlm 138 – 145
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar