KENAPA PASCA TRAGEDI TOLIKARA,
GEREJA-GEREJA DIAMANKAN?
Hari raya Idul Fitri tahun
ini adalah hari raya yang sangat memalukan bagi Bangsa Indonesia, khususnya
umat Kristen. Di saat umat islam sedang menjalankan shalat Id, untuk menyambut
hari raya Idul Fitri, terjadilah penyerangan. Salah satu korbannya adalah
mushala, tempat umat islam biasa bersembahyang. Mushala itu dibakar (atau
terbakar?).
Saya pribadi, ketika
mendengar berita itu, amat sangat terkejut. Sejauh yang saya ketahui Tanah
Papua sangat toleran. Sekalipun mayoritas beragama kristen, penduduknya sangat
menghormati penganut agama lain. Kenapa muncul peristiwa ini? Saya tidak mau
larut dalam eforia kecaman di dunia maya terhadap aksi penyerangan itu. Saya
mengajak orang untuk melihat juga latar belakang penyerangan itu. Bagi saya,
pasti ada alasan mendasar sehingga pecahlah tragedi itu.
Akan tetapi, saya tidak
tertarik dengan masalah penyerangan itu. Saya justru tertarik melihat peristiwa
pasca penyerangan itu, yaitu pengamanan gereja-gereja di seluruh wilayah
Indonesia. Ada informasi bahwa POLRI menerapkan siaga 1 untuk menyikapi
peristiwa Tolikara ini. Kenapa harus ada pengamanan gereja-gereja Kristen pasca
penyerangan itu?
Peristiwa umat beragama
menyerang umat agama lain yang sedang beribadah bukan baru pertama kali terjadi
di Indonesia. Beberapa tahun lalu, umat katolik yang sedang beribadat di rumah
salah satu umatnya, diserang dan dihentikan kegiatannya. Beberapa minggu lalu
juga, sekelompok umat islam menghentikan kegiatan ibadah umat Kristen. Masih ada
peristiwa lainnya. Akan tetapi, setelah peristiwa itu tidak ada perintah dari
POLRI untuk mengamankan mesjid-mesjid di seluruh Indonesia.
Terlihat jelas bahwa ketika
sekelompok umat islam menyerang orang Kristen yang sedang beribadah, tidak ada
tindakan pengamanan mesjid oleh pihak polisi. Berbeda jika yang diserang itu
adalah umat islam. Akan ada pengamanan umat Kristen yang sedang menjalankan
ibadah. Seperti contoh hari Minggu (19/07). Karena itu, pertanyaannya
adalah kenapa.
Terlalu mudah untuk dijawab.
Umat Kristen tidak punya tradisi balas dendam. Tuhan Yesus sendiri sudah
mengajarkan hal itu. Tuhan Yesus mengajarkan supaya pengikutnya mendoakan dan
memberkati orang yang menghina dan menganiaya mereka (Mat 5: 39 – 48). Umat
Kristen diajak untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi membalas
kejahatan dengan kebaikan (Rom 12: 17; Mat 5: 39). Karena tahu tidak ada
tradisi balas dendam dalam agama Kristen, maka tidak ada pengamanan mesjid
pasca peristiwa penyerangan sekelompok umat islam terhadap umat Kristen yang
sedang beribadah. Polisi tahu umat Kristen tidak akan menyerang balik mesjid
sebagai aksi balasan.
Berbeda dengan umat islam.
Sekalipun akan ada penyangkalan, tak bisa dipungkiri ada semangat balas dendam
jika ada umat islam dizolimi. Ketika ada penyerangan terhadap umat islam di
belahan dunia lain, pasti umat islam yang lain akan bangkit. Pernah terjadi
seorang biksu di Yogyakarta diserang oleh sekelompok orang islam. Setelah
diusut, ternyata aksi tersebut sebagai balasan atas perilaku umat Buddha di
Vietnam terhadap muslim Rohingya. Pernah juga terjadi aksi sweeping terhadap turis-turis berkebangsaan tertentu ketika terjadi
penghinaan atas umat islam di negara tersebut. Karena itu, ketika ada umat
islam diserang di Tolikara, polisi langsung memprediksikan akan ada aksi
balasan. Kebetulan, masih ada banyak umat islam yang tidak dapat membedakan
gereja-gereja Kristen, maka tindakan pengamanan dilakukan terhadap semua gereja.
Hal ini menunjukkan bahwa ada
potensi ancaman aksi balasan dari umat islam lainnya. Memang tidak semua, namun
ada. Tak bisa disangkal bahwa di antara mayoritas umat islam Indonesia, ada
segelintir umat islam yang masuk kategori islam fundamental atau islam radikal.
Mereka-mereka inilah yang ditakuti akan tersulut amarahnya atas peristiwa
penyerangan umat islam yang sedang beribadah oleh sekelompok orang Kristen. Apalagi
penyerangan itu seakan mendapat legitimasi dari ajaran agama. Dan yang menjadi
persoalan, kelompok islam fundamental dan radikal ini sulit dideteksi
keberadaannya. Maka, adalah bijak jika dilakukan pengamanan secara menyeluruh.
Memang aksi pengamanan ini
merupakan wujud antisipasi polisi mencegah kerusuhan. Polisi mempunyai asas “sedia
payung sebelum hujan”. Akan tetapi, tetap saja menyisahkan suatu keprihatinan
dalam diri saya. Aksi pengamanan ini seakan membenarkan bahwa islam bukanlah
agama damai. Islam diidentikkan dengan kekerasan dan balas dendam. Karena, jika
memang islam agama damai, pastilah tidak akan ada tindakan pengamanan. Lihat saja
dengan agama Kristen. Sekalipun sering dianiaya, tak tidak ada aksi pengamanan
dari polisi.
Batam,
19 Juli 2015
by:
adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
sebenarnya sy malu melihat perbedaan perlakuan dr polisi
BalasHapusserahkan aja ke pihak berwajib menyelesaikannya
BalasHapusBetul sekali. Adalah lebih baik kita diam, tidak saling tuding dan menyalahkan. Biarkan pihak-pihak yang berkompeten menyelesaikannya. Tentulah kita berharap agar keadilan ditegakkan.
HapusSgt mnark kt kaitkn dg Catatan Lpas Bk Sjrh Teror
BalasHapussy sk bc cerpennya. Aktual bgt
BalasHapusSaya menilai, reaksi terhadap peristiwa Tolikara berlebihan. Hanya pembakaran mushala aja, sudah heboh luar biasa. Puluhan gereja di bakar di rusak, tenang2 aja tuh.
BalasHapus