Minggu, 02 Februari 2014

(Sharing Hidup) Goa Maria Sendangsono


ZIARAH KE GOA MARIA SENDANGSONO
Tanggal 6 Januari, sesuai rencana, saya akan berangkat menuju Goa Maria Sendangsono. Karena saya tidak tahu lokasinya, saya minta Yovan untuk menemani. Kami meninggalkan rumah kontrakan sekitar jam 11.00 dengan menggunakan motor Yovan. Dari informasi yang saya dengar, katanya lokasi Goa Maria Sendangsono tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 30 menit.

Kami jalan melalui jalur Ring Road. Menurut Yovan, lewat jalur ini sedikit memudahkan perjalanan. Jalur umum akan menyebabkan kemacetan. Bagi saya, jalan mana saja tak masalah, karena saya fokus menikmati perjalanan.

Ternyata jarak menuju lokasi ziarah lumayan jauh. Sekitar satu jam perjalanan kami. Cukup melelahkan. Kami memarkir motor di tempat yang telah disediakan. Dengan berjalan kaki, saya menapaki jalan salib menuju lokasi ziarah. Mulai dari tempat parkir hingga “pintu Gerbang” Goa Maria Sendangsono, banyak kios menjajaki benda-benda rohani. Ada juga yang menawarkan lilin. Yovan membeli sebungkus lilin. 

Ketika sampai di “pintu Gerbang” Goa Maria Sendangsono, saya dibuat kagum dengan situasi dan keadaan tempat ziarah ini: sungguh alami dan sejuk. Banyak pohon memberi keteduhan. Rasa lelah dari perjalanan segera sirna saat menyaksikan keindahan panorama ziarah.

Kami masih berdiri di seberang lokasi ziarah. Yovan memberi sedikit penjelasan tentang lokasi tersebut. Di antaranya soal air (sendang) dan soal gazebo yang biasa digunakan para peziarah yang hendak bermalam di sekitar lokasi ziarah. 


Tak lama kemudian kami turun menuju goa. Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang berdoa. Kulihat Yovan segera menuju ke salah satu tempat duduk. Ia berdoa. Sementara saya masih asyik menikmati dan mengabadikan keindahan panorama lokasi Goa Maria ini. Setelah berfoto-foto sebentar, giliran saya akhirnya berdoa. 

Setelah berdoa, saya mencoba mencari orang yang bekerja di tempat ziarah itu. Saya mau mencari informasi tentang rumah Rm. Budi, MSF, pastor pembantu paroki Sungailiat. Saya berjalan menuju “rumah” informasi. Kebetulan ada seorang cewek yang sedang bertugas. Kepadanya saya bertanya dimana rumah orang tua Rm. Budi. Awalnya dia menjelaskan lokasinya. Namun karena melihat wajah saya yang menggambarkan kebingungan, dia akhirnya menawarkan diri untuk mengantar.


Dari penjelasan cewek itu, saya mendapatkan gambaran lokasi rumah Rm Budi itu sedikit agak menanjak. Mengingat kondisi Yovan, maka saya memutuskan untuk tidak mengajaknya. Ketika kami berangkat, kulihat Yovan masih di lokasi sendang.

Dugaan saya benar. Jalan menuju rumah Rm. Budi memang menanjak. Terasa sesak nafas. Dalam pikiran saya, untung Yovan tidak diajak. Setelah cukup melelahkan, kami tiba di rumah. Ayah Rm. Budi menyambut kami. Kemudian menyusul ibunya. Mereka mempersilahkan kai masuk ke dalam. Tak lama kemudian, keluarlah “sisa-sisa” kue natal. Kami ngobrol sambil menikmati hidangan.

Setelah cukup lama kami berbicara, saya akhirnya memohon diri. Yovan sudah menanti. Sudah dua kali dia sms. Maklum, hal ini dikaitkan dengan urusan perut. Kami belum makan
siang, sementara waktu sudah menunjukkan jam 13.45. Setibanya saya di bawah, saya menemui Yovan sedang berbaring di salah satu gazebo. Mungkin rasa lapar membuatnya sedikit mengantuk.

Kami segera menuju tempat parkir. Awalnya saya menyarankan Yovan untuk makan di salah satu warung makan yang ada di dekat situ, namun dia menolak. Dia ingin menu spesial, mengingat ini merupakan hari terakhir saya di Yogya. Dari tempat parkiran, kami meluncur kembali. Di tengah jalan kami mampir untuk membeli rambutan. Akhirnya kami makan siang sekitar jam 15.00. dalam perjalanan itu, kami diterjang hujan. Kami tiba di rumah sekitar jam 17.00.
Jakarta, 23 Januari 2014
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar