ZIARAH KE GOA MARIA SENDANGSONO
Tanggal 6 Januari, sesuai rencana, saya akan berangkat menuju
Goa Maria Sendangsono. Karena saya tidak tahu lokasinya, saya minta Yovan untuk
menemani. Kami meninggalkan rumah kontrakan sekitar jam 11.00 dengan menggunakan
motor Yovan. Dari informasi yang saya dengar, katanya lokasi Goa Maria
Sendangsono tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 30 menit.
Kami jalan melalui jalur Ring Road. Menurut Yovan, lewat
jalur ini sedikit memudahkan perjalanan. Jalur umum akan menyebabkan kemacetan.
Bagi saya, jalan mana saja tak masalah, karena saya fokus menikmati perjalanan.
Ternyata jarak menuju lokasi ziarah lumayan jauh. Sekitar satu
jam perjalanan kami. Cukup melelahkan. Kami memarkir motor di tempat yang telah
disediakan. Dengan berjalan kaki, saya menapaki jalan salib menuju lokasi
ziarah. Mulai dari tempat parkir hingga “pintu Gerbang” Goa Maria Sendangsono,
banyak kios menjajaki benda-benda rohani. Ada juga yang menawarkan lilin. Yovan
membeli sebungkus lilin.
Ketika sampai di “pintu Gerbang” Goa Maria Sendangsono, saya
dibuat kagum dengan situasi dan keadaan tempat ziarah ini: sungguh alami dan
sejuk. Banyak pohon memberi keteduhan. Rasa lelah dari perjalanan segera sirna
saat menyaksikan keindahan panorama ziarah.
Kami masih berdiri di seberang lokasi ziarah. Yovan memberi
sedikit penjelasan tentang lokasi tersebut. Di antaranya soal air (sendang) dan
soal gazebo yang biasa digunakan para peziarah yang hendak bermalam di sekitar
lokasi ziarah.
Tak lama kemudian kami turun menuju goa. Di sana sudah ada
beberapa orang yang sedang berdoa. Kulihat Yovan segera menuju ke salah satu tempat
duduk. Ia berdoa. Sementara saya masih asyik menikmati dan mengabadikan
keindahan panorama lokasi Goa Maria ini. Setelah berfoto-foto sebentar, giliran
saya akhirnya berdoa.
Setelah berdoa, saya mencoba mencari orang yang bekerja di
tempat ziarah itu. Saya mau mencari informasi tentang rumah Rm. Budi, MSF,
pastor pembantu paroki Sungailiat. Saya berjalan menuju “rumah” informasi. Kebetulan
ada seorang cewek yang sedang bertugas. Kepadanya saya bertanya dimana rumah
orang tua Rm. Budi. Awalnya dia menjelaskan lokasinya. Namun karena melihat
wajah saya yang menggambarkan kebingungan, dia akhirnya menawarkan diri untuk
mengantar.
Dari penjelasan cewek itu, saya mendapatkan gambaran lokasi
rumah Rm Budi itu sedikit agak menanjak. Mengingat kondisi Yovan, maka saya
memutuskan untuk tidak mengajaknya. Ketika kami berangkat, kulihat Yovan masih
di lokasi sendang.
Dugaan saya benar. Jalan menuju rumah Rm. Budi memang
menanjak. Terasa sesak nafas. Dalam pikiran saya, untung Yovan tidak diajak. Setelah
cukup melelahkan, kami tiba di rumah. Ayah Rm. Budi menyambut kami. Kemudian menyusul
ibunya. Mereka mempersilahkan kai masuk ke dalam. Tak lama kemudian, keluarlah “sisa-sisa”
kue natal. Kami ngobrol sambil menikmati hidangan.
Setelah cukup lama kami berbicara, saya akhirnya memohon
diri. Yovan sudah menanti. Sudah dua kali dia sms. Maklum, hal ini dikaitkan dengan
urusan perut. Kami belum makan
siang, sementara waktu sudah menunjukkan jam
13.45. Setibanya saya di bawah, saya menemui Yovan sedang berbaring di salah
satu gazebo. Mungkin rasa lapar membuatnya sedikit mengantuk.
Kami segera menuju tempat parkir. Awalnya saya menyarankan
Yovan untuk makan di salah satu warung makan yang ada di dekat situ, namun dia
menolak. Dia ingin menu spesial, mengingat ini merupakan hari terakhir saya di
Yogya. Dari tempat parkiran, kami meluncur kembali. Di tengah jalan kami mampir
untuk membeli rambutan. Akhirnya kami makan siang sekitar jam 15.00. dalam
perjalanan itu, kami diterjang hujan. Kami tiba di rumah sekitar jam 17.00.
Jakarta, 23 Januari 2014
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar