Sabtu, 16 November 2013

Manajemen SBY

Waktu SD, kita selalu diajarkan bapak dan ibu guru untuk memiliki cita-cita yang tinggi. Ini mirip seperti slogan Bung Karno, “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit!” Dan tidak sedikit di antara kita yang masih lugu dan polos itu berkata ingin menjadi presiden. Tentulah keinginan menjadi presiden itu merupakan cita-cita luhur: ingin mengabdi pada bangsa dan negeri ini.

Apakah sekarang ini keinginan menjadi presiden masih merupakan cita-ita luhur?

Sepertinya diragukan. Banyak orang berambisi menjadi presiden bukan semata-mata untuk mengabdi pada bangsa dan negeri, melainkan untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini karena fasilitas dan jaminan hidup. Dengan menjadi presiden, kita bisa menikmati fasilitas untuk kesenangan dan kenikmatan pribadi dan keluarga. Kita juga dapat jaminan hidup, bahkan setelah tidak lagi menjadi presiden. Kita dapat keamanan dan perlindungan. Sekalipun semasa jadi presiden kita melakukan kejahatan korupsi (untuk bekal setelah pensiun) kita bakalan tidak akan diadili.

Maklum, di Indonesia ini rasa hormat kepada pemimpin dan juga mantan pemimpin negeri sangatlah tinggi. Tidaklah pantas mengadili mantan orang nomor satu di negeri ini, sekalipun ada  peraturan bahwa semua warga negara memiliki status yang sama di hadapan hukum. Meskipun bakal diadili, tetap tidak akan sampai tuntas; putus di tengah jalan dan kemudian lenyap.

Apakah tugas presiden itu susah dan berat? Kalau dulu, iya. Tapi sekarang, sama sekali enak. Apalagi bila mengikuti gaya Presiden SBY. Sudah pasti sangat ringan, enak dan santai. Kenapa? Bagaimana gaya manajemen Presiden SBY?

Semua urusan ada yang urus. Presiden diam dan santai saja. Misalnya, untuk urus masalah TKI di Arab Saudi Presiden SBY tak perlu tahu, karena sudah ada Menteri Tenaga Kerja, Menteri Luar Negeri dan Duta Besar. Bagi yang pengen tahu masalah itu, tinggal tanya ketiga instansi tersebut. Presiden tidak perlu tahu atau mencari tahu, karena nanti dinilai intervensi. Atau masalah bencana Gunung berapi Sinabung, Presiden SBY juga tidak perlu tahu, karena sudah ada Menteri yang membawahi masalah tersebut dan juga ada Gubernur Sumatera Utara. Bagi yang mau tahu masalah itu, tinggal tanya instansi terkait. Presiden tidak perlu tahu atau mencari tahu, karena nanti dinilai intervensi.

Bagaimana dengan masalah banjir di Jakarta? Kerusuhan di Luwu, Sulawesi Selatan? Sama saja, Presiden tidak akan mau cari tahu, karena nanti orang menilai dia intervensi. Presiden SBY paling tidak suka melakukan intervensi. Untuk banjir di Jakarta, Presiden SBY hanya tinggal menjawab, “Silahkan kalian tanya pada Pak Jokowi!” Atau untuk kerusuhan di Luwu, Presiden SBY akan menjawab, “Silahkan kalian tanya pada Gubernur, Polda dan Polri.”

Jika ditanya soal korupsi di Partai Demokrat atau Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Presiden tinggal menjawab, “Silahkan Anda tanyakan ke KPK. Saya tidak mau intervensi.” Atau soal pengungsi Syah atau masalah umat kristen yang selalu mendapat kesulitan dalam membangun rumah ibadah, Presiden tinggal menyuruh orang untuk bertanya kepada Menteri Agama, Menkopolkam, Menteri Sosial, Komnasham.

Selesai! Enak bukan? Pastilah dengan gaya seperti ini, menjadi presiden negeri ini akan menjadi terasa ringan, enak dan santai. Sudah mendapat fasilitas enak dan jaminan hidup (malah setelah pensiun), kerjanya juga santai. Karena semua urusan ada yang mengurus.

Kalau begitu, apa kerja Presiden SBY dengan manajemen seperti itu?

Tentulah sebagian besar rakyat Indonesia tahu apa kerja Presiden SBY. Pertama-tama ia akan menciptakan lagu. Mumpung dengan statusnya sebagai presiden, lagunya pasti memiliki nilai jual. Setelah menciptakan lagu, ya tentu sibuk dengan rekaman. Selain urusan lagu, kerja Presiden SBY lainnya adalah mengeluh dan curhat. Ada tiga media curhatan SBY. Pertama, media massa. Sering kali kita dengar/baca SBY lagi curhat dan mengadu. Media kedua adalah media sosial (dunia maya), seperti tweeter. Kan ada banyak pengikut SBY di dunia tweeter. Mereka-mereka itu akan setia mendengarkan keluhan dan curhatan SBY. Ketiga, dan ini yang akan muncul, yaitu buku.

Kerjaan Presiden SBY lainnya, selain dua hal di atas, adalah pencitraan diri. SBY akan selalu disibukkan untuk selalu tampil baik, berwibawa, kelihatan disiplin, tegas, cinta damai, cinta dan menghargai pluralitas. Dengan pencitraan inilah SBY mendapat penghargaan dan penghormatan, bukan saja dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri.

Kerjaan Presiden SBY yang mungkin agak berat adalah soal urusan Partai Demokrat yang terlilit masalah korupsi. Di sini Presiden SBY terlihat bekerja demi penyelamatan partai: menutupi (kemungkinan) keterlibatan partai dan menaikkan elektabilitas partai. Apalagi semua kader dan pengurus partai sangat tergantung pada dirinya. Jadi, di sini SBY tidak bisa tinggal diam dan membiarkan orang lain yang mengurusnya.
Jakarta, 14 Nov 2013
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar