Waktu SD, kita selalu diajarkan bapak dan ibu guru untuk
memiliki cita-cita yang tinggi. Ini mirip seperti slogan Bung Karno, “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit!”
Dan tidak sedikit di antara kita yang masih lugu dan polos itu berkata ingin
menjadi presiden. Tentulah keinginan menjadi presiden itu merupakan cita-cita
luhur: ingin mengabdi pada bangsa dan negeri ini.
Apakah sekarang ini keinginan menjadi presiden masih
merupakan cita-ita luhur?
Sepertinya diragukan. Banyak orang berambisi menjadi presiden
bukan semata-mata untuk mengabdi pada bangsa dan negeri, melainkan untuk
kepentingan diri sendiri. Hal ini karena fasilitas dan jaminan hidup. Dengan
menjadi presiden, kita bisa menikmati fasilitas untuk kesenangan dan kenikmatan
pribadi dan keluarga. Kita juga dapat jaminan hidup, bahkan setelah tidak lagi
menjadi presiden. Kita dapat keamanan dan perlindungan. Sekalipun semasa jadi
presiden kita melakukan kejahatan korupsi (untuk bekal setelah pensiun) kita
bakalan tidak akan diadili.
Maklum, di Indonesia ini rasa hormat kepada pemimpin dan juga
mantan pemimpin negeri sangatlah tinggi. Tidaklah pantas mengadili mantan orang
nomor satu di negeri ini, sekalipun ada
peraturan bahwa semua warga negara memiliki status yang sama di hadapan
hukum. Meskipun bakal diadili, tetap tidak akan sampai tuntas; putus di tengah
jalan dan kemudian lenyap.
Apakah tugas presiden itu susah dan berat? Kalau dulu, iya.
Tapi sekarang, sama sekali enak. Apalagi bila mengikuti gaya Presiden SBY.
Sudah pasti sangat ringan, enak dan santai. Kenapa? Bagaimana gaya manajemen
Presiden SBY?
Semua urusan ada yang urus. Presiden diam dan santai saja. Misalnya,
untuk urus masalah TKI di Arab Saudi Presiden SBY tak perlu tahu, karena sudah
ada Menteri Tenaga Kerja, Menteri Luar Negeri dan Duta Besar. Bagi yang pengen
tahu masalah itu, tinggal tanya ketiga instansi tersebut. Presiden tidak perlu
tahu atau mencari tahu, karena nanti dinilai intervensi. Atau masalah bencana
Gunung berapi Sinabung, Presiden SBY juga tidak perlu tahu, karena sudah ada
Menteri yang membawahi masalah tersebut dan juga ada Gubernur Sumatera Utara.
Bagi yang mau tahu masalah itu, tinggal tanya instansi terkait. Presiden tidak
perlu tahu atau mencari tahu, karena nanti dinilai intervensi.
Bagaimana dengan masalah banjir di Jakarta? Kerusuhan di
Luwu, Sulawesi Selatan? Sama saja, Presiden tidak akan mau cari tahu, karena
nanti orang menilai dia intervensi. Presiden SBY paling tidak suka melakukan intervensi.
Untuk banjir di Jakarta, Presiden SBY hanya tinggal menjawab, “Silahkan kalian tanya pada Pak Jokowi!”
Atau untuk kerusuhan di Luwu, Presiden SBY akan menjawab, “Silahkan kalian tanya pada Gubernur, Polda dan Polri.”
Jika ditanya soal korupsi di Partai Demokrat atau Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Presiden tinggal menjawab, “Silahkan
Anda tanyakan ke KPK. Saya tidak mau intervensi.” Atau soal pengungsi Syah
atau masalah umat kristen yang selalu mendapat kesulitan dalam membangun rumah
ibadah, Presiden tinggal menyuruh orang untuk bertanya kepada Menteri Agama,
Menkopolkam, Menteri Sosial, Komnasham.
Selesai! Enak bukan? Pastilah dengan gaya seperti ini,
menjadi presiden negeri ini akan menjadi terasa ringan, enak dan santai. Sudah
mendapat fasilitas enak dan jaminan hidup (malah setelah pensiun), kerjanya
juga santai. Karena semua urusan ada yang mengurus.
Kalau begitu, apa kerja Presiden SBY dengan manajemen seperti
itu?
Tentulah sebagian besar rakyat Indonesia tahu apa kerja
Presiden SBY. Pertama-tama ia akan menciptakan lagu. Mumpung dengan statusnya
sebagai presiden, lagunya pasti memiliki nilai jual. Setelah menciptakan lagu,
ya tentu sibuk dengan rekaman. Selain urusan lagu, kerja Presiden SBY lainnya
adalah mengeluh dan curhat. Ada tiga media curhatan SBY. Pertama, media massa. Sering kali kita dengar/baca SBY lagi curhat
dan mengadu. Media kedua adalah media
sosial (dunia maya), seperti tweeter. Kan
ada banyak pengikut SBY di dunia tweeter. Mereka-mereka itu akan setia
mendengarkan keluhan dan curhatan SBY. Ketiga,
dan ini yang akan muncul, yaitu buku.
Kerjaan Presiden SBY lainnya, selain dua hal di atas, adalah
pencitraan diri. SBY akan selalu disibukkan untuk selalu tampil baik,
berwibawa, kelihatan disiplin, tegas, cinta damai, cinta dan menghargai
pluralitas. Dengan pencitraan inilah SBY mendapat penghargaan dan penghormatan,
bukan saja dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri.
Kerjaan Presiden SBY yang mungkin agak berat adalah soal
urusan Partai Demokrat yang terlilit masalah korupsi. Di sini Presiden SBY
terlihat bekerja demi penyelamatan partai: menutupi (kemungkinan) keterlibatan
partai dan menaikkan elektabilitas partai. Apalagi semua kader dan pengurus
partai sangat tergantung pada dirinya. Jadi, di sini SBY tidak bisa tinggal
diam dan membiarkan orang lain yang mengurusnya.
Jakarta, 14 Nov 2013
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar