DUNS SCOTUS, BIARAWAN
&
PUJANGGA MARIA
Duns
Scotus lahir di Maxton, Skotlandia pada tahun 1266 dan meninggal dunia di rumah
biara Fransiskan di Koln, Jerman pada 8 Nopember 1308. Imam Fransiskan ini
dikenal sebagai filsuf dan teolog kenamaan pada Abad Pertengahan. Sumbangannya
di bidang filsafat dan teologi sangat besar pengaruhnya hingga kini. Setelah
ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1291, ia belajar lagi di Universitas Paris
dan Oxford hingga meraih gelar doktor di bidang teologi pada tahun 1305. Setelah
itu ia kembali menjadi mahaguru teologi di Universitas Cambridge, Oxford dan
Paris.
Ia
disebut ‘doktor yang tajam dan halus’ dalam pemikirannya dan dalam gaya bahasa
Latin yang digunakannya. Banyak sekali karya filosofis dan teologisnya. Salah
satu yang terkenal ialah 'Opus Oxoniense', sebuah komentar tentang hukuman mati
atas diri Petrus Lombardia (1100-1160). Ia juga menulis sebuah karangan tentang
'Adanya Allah' dengan judul "De primo principio".
Tokoh-tokoh
besar yang mempengaruhi Duns Scotus adalah Aristoteles (384-322 Seb. Mas.),
Santo Agustinus (354-430), Avicenna (980-1037), dan Santo Bonaventura
(1221-1274). Sebagaimana filsuf-filsuf besar lainnya di Abad Pertengahan, Duns
Scotus pun mengajarkan bahwa manusia mempunyai dua kemampuan utama: 'intelek
dan kehendak'. Tetapi ia lebih mengunggulkan 'kehendak' di atas 'intelek'.
Dalam masalah inilah ia berbeda dari Santo Thomas Aquinas (1225-1274) yang
lebih mengunggulkan 'intelek' di atas 'kehendak'. Keduanya memang tidak
sependapat di dalam hal ini, namun sama-sama mengakui kemerdekaan kehendak dan
intelek.
Bagi
Scotus, kegiatan utama dari kehendak ialah cinta. Terpengaruh oleh pandangannya
itu, maka salah satu tema teologinya didasarkan pada pandangan Santo Yohanes
Penginjil tentang Allah, bahwa 'Allah itu Kasih'. Bagi dia, cinta merupakan
aktifitas Allah yang paling luhur. Oleh dan di dalam cinta, Allah dengan
tindakan kehendakNya yang bebas menciptakan dan memelihara semua ciptaanNya,
teristimewa manusia. Karena Scotus menilai teologi sebagai suatu pengetahuan
praktis, maka ia mengajarkan bahwa manusia harus menjawabi dan menghayati cinta
Allah yang dilimpahkan kepadanya. Dalam rangka itu, Wahyu Allah merupakan norma
bagi tindakan manusia. Dengan mengikuti norma-norma yang diwahyukan, manusia
akan mencapai kebahagiaan abadi. Namun menurut pandangannya, kendatipun manusia
akan menikmati cinta illahi dan memandang Allah, kebahagiaan abadi itu tercapai
lebih karena cinta akan Allah daripada tahu tentang Allah.
Penyataan
cinta Allah yang paling mulia terhadap semua makhluk ciptaan terutama manusia
ialah "peristiwa inkarnasi, penjelmaan Allah menjadi manusia dalam diri
Yesus Kristus." Yesus Kristus adalah pusat dan tujuan penciptaan, pusat
sejarah manusia, dan alam semesta. Di sinilah terletak titik sentral teologi
Scotus. Kecuali itu Duns Scotus dikenal luas sebagai seorang pengajar dan
pembela ulung ajaran tentang Maria 'yang dikandung tanpa noda dosa' (Maria
Immaculata). Oleh karena itu ia dijuluki 'Doctor Marianus'. Bagi Scotus, Maria
disebut Bunda Allah karena ia mengandung dan melahirkan-dengan demikian turut
serta secara aktif dalam karya penebusan umat manusia-Pribadi Kedua dari
Trinitas yaitu Yesus Kristus, Tuhan kita. Oleh karena itu sudah seharusnya ia
diperkandungkan tanpa noda dosa, baik dosa asal maupun dosa-dosa pribadi. Bagi
Scotus, masalah keperawanan Maria-yang oleh teolog-teolog sebelum Scotus
dianggap tak jelas dasarnya-tidak bertentangan dengan dogma tentang dosa asal
atau dengan kebenaran bahwa Kristus menebus semua umat manusia. "Bunda
Maria yang terberkati", katanya, "dibebaskan dari dosa asal dalam
kaitan erat dengan pandangan kita tentang kemuliaan Puteranya". Untuk itu
Scotus menegaskan bahwa Allah mempunyai kuasa untuk melakukan perkandungan
tanpa noda dosa itu atas Maria yang dianggapNya layak mengandung dan melahirkan
PuteraNya yang tunggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar