DEMO PENYADAPAN: NASIONALISME ATAUKAH INI IRRASIONALISME KITA?
Hot news sepuluh hari terakhir ini di
sejumlah media di Indonesia adalah tentang penyadapan yang dilakukan oleh
intelijen elektronik Australia. Sebenarnya aksi penyadapan itu terjadi pada
bulan Agustus 2009, namun baru terkuak ke permukaan saat ini. Adalah Edward
Snowden, kontraktor dinas rahasia Amerika, yang membocorkan rahasia itu. Dan sekarang
Snowden masuk dalam daftar orang yang paling dicari oleh Pemerintah Amerika.
Ada beberapa tokoh pemerintahan yang disadap oleh pihak
Australia ini. Di antaranya adalah Presiden SBY. Sontak peristiwa ini
menimbulkan kemarahan pada publik Indonesia. Sekelompok organisasi massa
menggelar aksi demo mengutuk tindakan Australia.
Tercatat, pada 21 Nov. ada demo yang dilakukan oleh Koalisi
Organisasi Masyarakat Sipil Peduli Hankam. Hari berikutnya ada tiga elemen yang
melakukan unjuk rasa. Ada Markas Besar Komando Pejuang Barisan Merah Putih; ada
juga Front Pembela Islam (cocoknya diganti Indonesia) dan yang terakhir Hizbut
Tahir Indonesia (HTI). Tak kalah menarik juga adalah Ruhut Sitompul, anggota
DPR dari Partai Demokrat, turut hadir di tengah-tengah demonstran.
Para pendemo ini melakukan aneka aksi. Bahkan ada demo yang
nyaris rusuh (lih. http://www.youtube.com/watch?v=3EQyo6aE2PY).
Intinya mereka mengecam tindakan penyadapan itu. Kecaman itu terlihat dari
tulisan di poster, misalnya, ada tulisan “Usir Diplomat Australia”, “Australia
Penjarah Informasi”, “Tanpa Australia Indonesia Tetap Bisa”, “Mr. Abbot is
Stupid”, dan “Go to Hell is Abbot”. Malah ada yang membawa-bawa nama agama. Kecaman juga terlihat dari kata-kata yang
terucapkan, seperti “Ganyang Australia, bakar-bakar Australia sekarang juga”
atau tuntutan agar diplomat Australia segera angkat kaki dan meminta pemerintah
Indonesia untuk memboikot produk-produk Australia. Selain dua aksi itu, kecaman
juga dapat dilihat dari tindakan membakar bendera Australia dan Amerika atau melemparkan
telur-telur busuk ke dalam gedung kedutaan besar Australia seperti yang dilakukan
oleh FPI.
Sekedar diketahui, kasus penyadapan oleh intelijen ini bukan
hanya dialami oleh Indonesia. Ada banyak negara lain juga yang disadap oleh,
khususnya, Amerika. Akan tetapi tidak ada aksi demo yang seheboh di Indonesia. Kalau
di negara-negara lain tenang-tenang saja, di Indonesia begitu “ganas”.
Pertanyaan kita adalah: apakah aksi ini sebagai wujud
nasionalisme atau sebuah irrasionalisme
warga bangsa?
Terus terang, saya meragukan kalau aksi mereka dikatakan
sebagai bentuk nasionalisme. Bukan lantaran saya tidak cinta negeri ini atau
mendukung Australia. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa ini merupakan irrasionalisme warga bangsa Indonesia. Dan
memang terkadang kita suka menunjukkan irrasionalisme. Wujud dari
irrasionalisme itu adalah tindakan-tindakan anarkis yang sulit dimengerti akal
sehat manusia. Amuk massa adalah bentuk konkretnya.
Dan perlu diketahui bahwa Indonesia menyumbang satu
perbendaharaan kata untuk dunia, yaitu amuk. Ini karena orang Indonesia
tidak bisa lepas dari amuk. Sedikit-sedikit amuk. Masalah sepele saja
diselesaikan dengan amuk. Kebiasaan amuk sudah menjadi ciri khas bangsa kita. Kita
tidak bisa menyelesaikan masalah dengan akal sehat nan jernih, selalu dengan
amuk massa.
Karakter ini benar-benar dipahami oleh orang luar. Karena itulah,
beberapa hari yang lalu Pemerintah Australia mengeluarkan peringatan bagi
warganya yang hendak bepergian ke Indonesia. Mereka tidak mau warganya menjadi
korban amuk warga Indonesia.
Ketidak-rasionalan aksi para pendemo ini semakin diperjelas
lagi dengan pernyataan Hedropriyono, mantan orang besar Badan Intelijen Negara.
Hedropriyono mengatakan bahwa soal sadap menyadap itu adalah soal biasa dalam
dunia intelijen. Hampir setiap negara melakukannya. Bahkan Indonesia pun pernah
menyadap pejabat Australia.
Seharusnya kita bisa melihat masalah penyadapan ini dengan
bijak. Kita jangan seperti “satu jari menunjuk orang lain, sementara ada banyak
jari lain yang terarah ke diri kita.” Seharusnya kita juga malu dengan aksi
kita terhadap Australia dan Amerika. Harap diingat: intelijen Indonesia juga pernah menyadap pejabat Australia. Tapi,
pernahkah kita mendengar rakyat Australia demo membakar bendera Merah Putih,
melempar telur busuk dan lain sebagainya?
Pernyataan Hedropriyono, bahwa soal sadap menyadap itu
merupakan hal biasa di dunia intelijen, seakan terbukti. Baru-baru ini Snowden
kembali membuka dokumen rahasianya. Ternyata ada beberapa negara lain juga
menyadap pejabat Indonesia. Akankah muncul kembali aksi demo ke kedubes-kedubes
lainnya itu? Bagaimana jika ternyata semua kedubes yang ada di Indonesia ini
melakukan penyadapan?
Harap kita sadari bahwa masih ada banyak masalah di negeri
ini yang membutuhkan semangat nasionalisme, ketimbang urusan penyadapan.
Jakarta, 26 November 2013
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar