Rabu, 27 November 2013

Antara Nasionalisme dan Irrasionalisme

DEMO PENYADAPAN: NASIONALISME ATAUKAH INI IRRASIONALISME KITA?
Hot news sepuluh hari terakhir ini di sejumlah media di Indonesia adalah tentang penyadapan yang dilakukan oleh intelijen elektronik Australia. Sebenarnya aksi penyadapan itu terjadi pada bulan Agustus 2009, namun baru terkuak ke permukaan saat ini. Adalah Edward Snowden, kontraktor dinas rahasia Amerika, yang membocorkan rahasia itu. Dan sekarang Snowden masuk dalam daftar orang yang paling dicari oleh Pemerintah Amerika.

Ada beberapa tokoh pemerintahan yang disadap oleh pihak Australia ini. Di antaranya adalah Presiden SBY. Sontak peristiwa ini menimbulkan kemarahan pada publik Indonesia. Sekelompok organisasi massa menggelar aksi demo mengutuk tindakan Australia.

Tercatat, pada 21 Nov. ada demo yang dilakukan oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Peduli Hankam. Hari berikutnya ada tiga elemen yang melakukan unjuk rasa. Ada Markas Besar Komando Pejuang Barisan Merah Putih; ada juga Front Pembela Islam (cocoknya diganti Indonesia) dan yang terakhir Hizbut Tahir Indonesia (HTI). Tak kalah menarik juga adalah Ruhut Sitompul, anggota DPR dari Partai Demokrat, turut hadir di tengah-tengah demonstran.

Para pendemo ini melakukan aneka aksi. Bahkan ada demo yang nyaris rusuh (lih. http://www.youtube.com/watch?v=3EQyo6aE2PY). Intinya mereka mengecam tindakan penyadapan itu. Kecaman itu terlihat dari tulisan di poster, misalnya, ada tulisan “Usir Diplomat Australia”, “Australia Penjarah Informasi”, “Tanpa Australia Indonesia Tetap Bisa”, “Mr. Abbot is Stupid”, dan “Go to Hell is Abbot”. Malah ada yang membawa-bawa nama agama. Kecaman juga terlihat dari kata-kata yang terucapkan, seperti “Ganyang Australia, bakar-bakar Australia sekarang juga” atau tuntutan agar diplomat Australia segera angkat kaki dan meminta pemerintah Indonesia untuk memboikot produk-produk Australia. Selain dua aksi itu, kecaman juga dapat dilihat dari tindakan membakar bendera Australia dan Amerika atau melemparkan telur-telur busuk ke dalam gedung kedutaan besar Australia seperti yang dilakukan oleh FPI.

Sekedar diketahui, kasus penyadapan oleh intelijen ini bukan hanya dialami oleh Indonesia. Ada banyak negara lain juga yang disadap oleh, khususnya, Amerika. Akan tetapi tidak ada aksi demo yang seheboh di Indonesia. Kalau di negara-negara lain tenang-tenang saja, di Indonesia begitu “ganas”.

Pertanyaan kita adalah: apakah aksi ini sebagai wujud nasionalisme atau sebuah irrasionalisme warga bangsa?

Terus terang, saya meragukan kalau aksi mereka dikatakan sebagai bentuk nasionalisme. Bukan lantaran saya tidak cinta negeri ini atau mendukung Australia. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa ini merupakan irrasionalisme warga bangsa Indonesia. Dan memang terkadang kita suka menunjukkan irrasionalisme. Wujud dari irrasionalisme itu adalah tindakan-tindakan anarkis yang sulit dimengerti akal sehat manusia. Amuk massa adalah bentuk konkretnya.

Dan perlu diketahui bahwa Indonesia menyumbang satu perbendaharaan kata untuk dunia, yaitu amuk. Ini karena orang Indonesia tidak bisa lepas dari amuk. Sedikit-sedikit amuk. Masalah sepele saja diselesaikan dengan amuk. Kebiasaan amuk sudah menjadi ciri khas bangsa kita. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan akal sehat nan jernih, selalu dengan amuk massa.

Karakter ini benar-benar dipahami oleh orang luar. Karena itulah, beberapa hari yang lalu Pemerintah Australia mengeluarkan peringatan bagi warganya yang hendak bepergian ke Indonesia. Mereka tidak mau warganya menjadi korban amuk warga Indonesia.

Ketidak-rasionalan aksi para pendemo ini semakin diperjelas lagi dengan pernyataan Hedropriyono, mantan orang besar Badan Intelijen Negara. Hedropriyono mengatakan bahwa soal sadap menyadap itu adalah soal biasa dalam dunia intelijen. Hampir setiap negara melakukannya. Bahkan Indonesia pun pernah menyadap pejabat Australia.

Seharusnya kita bisa melihat masalah penyadapan ini dengan bijak. Kita jangan seperti “satu jari menunjuk orang lain, sementara ada banyak jari lain yang terarah ke diri kita.” Seharusnya kita juga malu dengan aksi kita terhadap Australia dan Amerika. Harap diingat: intelijen Indonesia juga pernah menyadap pejabat Australia. Tapi, pernahkah kita mendengar rakyat Australia demo membakar bendera Merah Putih, melempar telur busuk dan lain sebagainya?

Pernyataan Hedropriyono, bahwa soal sadap menyadap itu merupakan hal biasa di dunia intelijen, seakan terbukti. Baru-baru ini Snowden kembali membuka dokumen rahasianya. Ternyata ada beberapa negara lain juga menyadap pejabat Indonesia. Akankah muncul kembali aksi demo ke kedubes-kedubes lainnya itu? Bagaimana jika ternyata semua kedubes yang ada di Indonesia ini melakukan penyadapan?

Harap kita sadari bahwa masih ada banyak masalah di negeri ini yang membutuhkan semangat nasionalisme, ketimbang urusan penyadapan.
Jakarta, 26 November 2013
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar