Santo gregorius barbarigo, uskup & pengaku iman
Gregorius Barbarigo lahir pada tahun 1625 dari sebuah keluarga
bangsawan di Venesia, Italia. Banyak kaum kerabatnya berjasa bagi gereja dan
tanah airnya. Semasa kecilnya, keluarganya mengungsi ke tempat lain untuk
menghindari bahaya wabah pes yang berkecamuk pada waktu itu. Ibunya meninggal
dunia ketika ia berusia tujuh tahun. Sepeninggal ibunya di pengungsian itu, Gregorius
bersama ayah dan saudara-saudaranya kembali lagi ke Venesia. Di Venesia ia
memulai pendidikan dasarnya.
Tatkala berusia 18 tahun (1648), Gregorius melanjutkan
studinya ke Jerman atas biaya pemerintah Venesia. Ia berada di sana selama 5
tahun. Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Venesia dan mulai meniti
karirnya. Selama berada di Jerman, Gregorius bertemu dan berkenalan dengan
Kardinal Fabius Chigius, yang kemudian menjadi Paus Aleksander VII (1655 – 1667).
Cardinal ini mengenal baik Gregorius sebagai anak asuhannya. Atas pengaruh cardinal,
Gregorius kemudian melanjutkan studinya lagi hingga ditahbiskan menjadi imam
pada umur 30 tahun.
Sebagai imam baru, ia ditempatkan di Roma. Ia melayani
sakramen-sakramen, mengajak agama untuk anak-anak, mengunjungi orang-orang
sakit serta menolong dan menghibur orang-orang yang berkesusahan. Kecintaannya kepada
umatnya sungguh luar biasa. Hal ini nyata-nyata ditunjukkan tatkala penyakit
sampar menimpa banyak orang. Ia menolong dan merawat orang-orang sakit itu
tanpa mempedulikan kesehatan dan hidupnya sendiri.
Pada tahun 1657, dalam usia 32 tahun, ia diangkat menjadi
uskup di Bergamo. Mulanya ia segan menerima jabatan mulia ini, sehingga dengan
rendah hati meminta paus untuk membatalkan kembali penunjukkan itu. Tetapi atas
peneguhan paus, Gregorius menerima juga jabatan uskup itu. Tak lama kemudian,
pada tahun 1660, ia diangkat menjadi kardinal. Empat tahun kemudian ia diangkat
sebagai uskup di Padua hingga ia meninggal dunia.
Sebagai uskup, ia memilih Santo Calorus Boromeus sebagai
tokoh pujaannya. Ia mengunjungi semua paroki untuk meneguhkan umat dan
imam-imamnya. Untuk meningkatkan semangat iman dan mutu hidup iman umatnya,
terlebih dahulu ia membina imam-imamnya. Ia selalu menegaskan pentingnya
menghayati imamat sebaik-baiknya. Katanya, “Untuk memperoleh umat yang saleh
dan dewasa imannya, perlulah pertama-tama membina imam-imam yang saleh dan
suci.” Untuk itu, ia menaruh perhatian istimewa pada pendidikan di
seminari-seminari sebagai taman pendidikan imam.
Karena tenaga rohaniwan sangat kurang, maka ia melibatkan
juga kaum awam dan guru-guru katolik untuk mengajar agama, baik di
sekolah-sekolah maunpun di antara umat. Di seminari ia mewajibkan pelajaran
bahasa-bahasa Timur, supaya kelak dapat memperoleh imam-imam yang cakap untuk
berkarya di Konstantinopel (Istambul).
Sebagai cardinal, beliau biasanya mengikuti konklaf. Dua kali
ia menolak menjadi paus, meskipun rekan-rekannya mendesaknya untuk menduduki
Tahkta Santo Petrus. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Juni. Pada tanggal 26
Mei 1960 ia digelari ‘santo’ (kudus) oleh Paus Yohanes XXIII (1958 – 1963).
sumber: Orang Kudus
Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar