BUNDA MARIA, AKU MENGASIHIMU…
Saya menjadi Katolik karena menikah dengan suami saya.
Jadi sangat susah untuk saya kalau
disuruh berdoa Rosario atau pun Salam Maria. Karena saya tidak mengimaninya. Buat saya Maria
adalah ibu Tuhan Yesus. Dia bukan apa-apa, tak ada artinya dalam kehidupan
saya.
Saya menikah di usia yang sangat muda, jadi sering terjadi konflik dengan suami. Tapi puji Tuhan saya punya anak pertama, wanita, yang sangat lembut hatinya. Dia bagaikan malaikat pelindung saya. Dia selalu menjadi penengah di antara kami. Saya dan anak saya sangat erat hubungannya, bahkan kami bersahabat. Dia adalah anak saya dan sahabat saya. Di buku hariannya dia menulis bahwa ibuku adalah idolaku. Saya memberikan perhatian dan kasih sayang kepada dia secara istimewa tapi dia tak manja.
Karena saya seorang wanita karir maka pada waktu masuk SMA saya masukkan dia ke Asrama Putri Gembala Baik di Bogor. Maksud saya supaya dia aman dari pergaulan yang jahat di Jakarta.
Pada 12 Januari 1995 siang, saya ditelepon anak saya dari Asrama bahwa dia sakit. Lalu segera saya jemput dan saya masukkan ke RS. Karena tidak ada kamar VIP saya masukkan di kamar bangsal. Saya berjanji besok pagi akan saya pindahkan ke kamar VIP, jadi saya bisa menunggu. Dia tersenyum dan berkata: "Nggak apa-apa, mama pulang aja, kan mama capek kerja, nggak usah ditunggu". Dan keadaannya bagus, dokter juga berkata tidak ada yang dikuatirkan. Tapi ternyata, jam 22:00 saya dapat telepon dari RS anak saya koma, dan ANAK SAYA MENINGGAL DUNIA subuh jam 4, di usianya yang ke-16 tahun 5 bulan. HATI SAYA HANCUR!! SAYA KEHILANGAN KEHIDUPAN SAYA!!!
Saya membenci semua orang, termasuk Tuhan! Saya tidak terima keadaan ini. DAN SAYA MENJADI GILA. Secara fisik saya tidak terlihat gila, tapi kalau lagi kumat, saya mengamuk, mencoba bunuh diri, memaki-maki dan menangis. Keadaan itu saya alami selama 2 tahun. Saya kehilangan pekerjaan saya, anak saya nomor 2 tidak mau tinggal dengan saya karena malu. Untung, suami saya tabah.
Mula-mula dengan sabar dia mengajak saya ke gereja. Kalau mendengar lagu-lagu gereja saya ingat anak saya. Maka saya mengamuk dan menangis dengan teriak-teriak. Akhirnya suami malu juga. Dia menjual rumah dan mobil kemudian mengajak pindah rumah. Setelah pindah rumah keadaan tidak membaik, saya tetap GILA!
Suatu ketika, Paskah 1997, suami saya tergerak untuk mengajak saya ke gereja mengikuti ibadat Jumat Agung. Suami sudah pasrah dan siap menerima keadaan jika saya kumat. Tapi tiba-tiba pada waktu jalan salib berlangsung dan Yesus jatuh ketiga kalinya, badan saya terasa hangat dan saya merasa Tuhan Yesus berkata: "Inilah ibumu." Dan waktu itu, seolah secara rohani, saya disadarkan bahwa ibu Maria pun sudah terlebih dahulu mengalami hal yang sama dengan saya, yaitu kehilangan Anak yang dikasihinya. Tapi ibu Maria menerimanya dengan tabah karena kehendak Bapa.
Saya jatuh terduduk dan menangis. Suami sudah siap-siap mengangkat saya keluar gereja, takut saya mengamuk. Akan tetapi saya berkata, "Tidak usah. Biarkan saya sendiri." Saya menangis sampai selesai jalan salib bahkan sampai pulang ke rumah dan tidak mengamuk.
Pada saat itu juga, depresi saya hilang dan saya sadar dari gila saya. Saya memperoleh kehidupan saya kembali, saya kuat menerima kenyataan. Saya mau berkata seperti Bunda Maria: "Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu". Sejak saat itu devosi saya kepada Bunda Maria sangat kuat. Saya berdoa Rosario setiap pagi. Saya mengasihi dia. Bunda Maria adalah figur yang bisa mengembalikan kehidupan saya. Kini saya adalah seorang ibu yang berbahagia, karena Tuhan mengaruniai saya 2 anak. Puji Tuhan! Dan saya berbahagia karena saya memiliki seorang ibu yang selalu mendoakan saya agar saya selalu dekat dengan Sang Terang Yesus Kristus, putranya. Sungguh saya mau berkata: "Bunda Maria, aku mengasihimu."
Sumber:
ekaristi.org
Dikirim Tgl 10May2004 oleh - O -
Baca juga sharing
lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar