PERNIKAHAN DINI PICU
KEMATIAN IBU
Hal itu mengemuka dalam seminar ”Mengakhiri Pernikahan
Dini dan Mengurangi Angka Kematian Ibu”, Rabu (12/12), di Jakarta. Acara itu
dihadiri Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi; Direktur Eksekutif Women Research
Institute, lembaga penelitian yang mengembangkan konsep tata pemerintahan adil
jender, Sita Aripurnami; Wakil Bupati Gunung Kidul Imawan Wahyudi; dan Asisten
Deputi Gender dalam Kesehatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Dewi Yuniati.
Sita memaparkan, angka pernikahan dini di Gunung
Kidul, DI Yogyakarta, melonjak dari 80 pernikahan pada 2010 menjadi 145
pernikahan tahun 2011. Usia pasangan yang mengajukan dispensasi menikah di
Pengadilan Agama Kabupaten Gunung Kidul berusia 16-19 tahun.
”Dari penelitian kami, banyak remaja belum mengerti
benar kesehatan reproduksi. Menikah di bawah umur dari segi kematangan organ
tubuh, terutama bagi perempuan, sangat berbahaya ketika melahirkan. Hal itu
menaikkan angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan,” ujarnya.
Di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, AKI
mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup pada 2007. Sekitar 10 persen dari AKI
adalah perempuan berusia 14-19 tahun. Faktor infrastruktur penunjang kelahiran
yang minim di pedesaan turut memengaruhi angka kematian ibu saat melahirkan.
Menurut Nafsiah, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu
disosialisasikan kepada remaja dan orangtua serta hakim di Pengadilan Agama.
Imawan dan Dewi sepakat, faktor kemiskinan turut
mendorong tingginya angka pernikahan dini. Sebagian orangtua segera menikahkan
anak perempuannya untuk meringankan beban ekonomi. (APO)
sumber: KOMPAS, Kamis, 13 Desember 2012, hlm. 13
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar