PROSEDUR PEMILIHAN PAUS BARU
Kamis 28 Februari, tepat pukul 17.07 helikopter
yang membawa Paus Benediktus XVI meninggalkan Vatikan dan
mendarat di Castel Gandolfo pukul 17.23. Sejak itu terjadi “sede vacante” atau
kekosongan jabatan. Selama masa kekosongan jabatan, semua jabatan di
berbagai Departemen/Lembaga Kepausan di dalam pemerintahan
juga berakhir. Kekuasaan berada di bawah kendali seorang Kardinal yang disebut Camerlengo. Camerlengo kini dijabat
Kardinal Tarcisio Bertone. Dia dibantu tiga Kardinal yang dipilih dari antara
Kardinal untuk tugas selama tiga hari. Setelah tiga hari dipilih tiga Kardinal lain.
Sejak Senin, 4 Maret telah dimulai Sidang Umum
para Kardinal untuk mempersiapkan Konklaf (sidang para Kardinal untuk memilih
Paus). Sidang melibatkan semua Kardinal (142 Kardinal). Kendati Kardinal yang
menghadiri Konklaf terbatas pada yang berusia di bawah 80 tahun, tahap
persiapan melibatkan semua Kardinal.
Dalam dokumen De
Aliquibus Mutationibus (2007), Paus Benediktus XVI tidak mengubah aturan
pemilihan yang dibuat Yohanes Paulus II, tetapi menyempurnakannya. Ia
menegaskan perlunya jumlah suara dua pertiga suara untuk terpilihnya Paus yang
baru, bukan hanya mayoritas mutlak. Perubahan dilakukan pula Paus Benediktus
tanggal 22 Februari 2013 dalam motu proprio Normas nonnullas, menyangkut
penentuan tanggal dimulainya Konklaf.
Siapa yang berhak memilih? Hukum Gereja memberi
hak hanya kepada para Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun untuk
mengikuti sidang Konklaf. Saat ini seharusnya ada 117 Kardinal yang akan hadir,
namun ada tiga Kardinal yang berhalangan hadir, termasuk Kardinal Julius
Darmaatmadja dari Indonesia, yang kesehatannya menurun. Para Kardinal akan
ditempatkan di rumah Santa Marta di dalam lingkungan Vatikan dan tidak
diizinkan mengadakan kontak dalam bentuk apapun dengan dunia luar. Sidang
Konklaf diawali dengan ritus penutupan pintu Kapela Sistina dengan seruan “extra
omnes”. Artinya, semua yang bukan Kardinal pemilih harus berada di luar
Konklaf.
Pemilihan diadakan dalam suasana rohani. Setelah
perayaan misa yang disebut Missa pro eligendo Romano Pontifice, setiap
Kardinal bersumpah di hadapan Tuhan untuk memilih secara
bertanggung jawab.
Metode Pemilihan
Dalam sejarah, Paus dapat dipilih dengan tiga
metode, melalui aklamasi, melalui sebuah Komisi Kardinal dan melalui pemilihan
secara tertulis. Aturan yang kini berlaku tidak mengizinkan lagi pemilihan
dengan cara aklamasi dan Komisi Kardinal karena rawan menghasilkan keributan
dan ketidakpuasan. Cara aklamasi digunakan terakhir kali pada tahun 1621,
dengan terpilihnya Paus Gregorius XV.
Kini Paus hanya terpilih jika mendapat suara dua
pertiga dari seluruh jumlah Kardinal pemilih. Setiap hari diadakan empat kali
pemilihan. Dua kali di pagi hari dan dua di sore hari. Jika pemilihan
berlangsung lama maka hari keempat diselingi sebagai hari doa dan refleksi.
Jika dalam pemilihan yang ke 34 atau ke-35 tetap belum diperoleh suara dua
pertiga maka dalam pemilihan selanjutnya hanya dipilih dua nama yang mendapat
suara terbanyak agar salah satunya nanti mendapat suara dua pertiga. Kedua
Kardinal yang mendapat suara terbanyak tidak mempunyai hak memilih.
Pada sore hari jika belum ada Paus yang terpilih
maka semua surat suara dan kertas-kertas catatan para Kardinal akan dibakar
dengan campuran zat kimia untuk menghasilkan asap hitam sebagai tanda bahwa
Paus belum terpilih. Sedangkan jika Paus telah terpilih maka kertas-kertas itu
langsung dibakar bersama campuran zat kimia untuk menghasilkan warna putih.
Pada saat itu semua warga Roma akan berlari ke lapangan Santo Petrus karena
Paus yang baru akan segera ditampilkan di hadapan massa dari balkon Basilika.
Siapa yang dapat dipilih sebagai Paus? Secara
teoritis setiap pria Katolik yang telah dibaptis dapat dipilih. Paus yang
terpilih dan belum Kardinal adalah Urbanus VI, 1378. Adapun umat awam biasa
yang terpilih sebagai Paus terjadi terakhir kali tahun 1294, dengan terpilihnya
Celestine V. Dalam sejarah Gereja, sejak abad ke-15 semua Paus dipilih dari
antara para Kardinal.
Tata cara suksesi melarang kampanye, bersifat
rahasia dan tertutup. Ungkapan Italia “Chi entra Papa nel conclave, ne esce
cardinale” (Siapa yang masuk dalam sidang Konklaf sebagai unggulan menjadi
Paus, akan keluar sebagai Kardinal), mengungkapkan sulitnya pihak luar
meramalkan siapa yang bakal terpilih. Di Roma pada hari-hari terakhir muncul
para pendukung calon Paus dari Afrika. Namun dalam sejarah figur Paus yang baru
sangat ditentukan oleh tugas-tugas penting dan mendesak yang harus dihadapi
Gereja masa kini. Aturan pemilihan Paus menutup celah bahwa seorang Paus
terpilih karena kampanye pers, dukungan massa atau karena berasal dari suku dan
nasionalitas tertentu. Selamat datang Paus yang baru!
by:
Paulinus Yan Ola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar