Rabu, 16 Januari 2013

Sindrom Peter Pan

SINDROM PETER PAN
Peter Pan adalah nama tokoh pada sebuah dongeng anak-anak. Tokoh ini digambarkan tidak pernah mau menjadi dewasa. Dia selalu ingin berpetualang dalam dunia kekanak-kanakannya yang tidak menuntut pertanggungjawaban. Dari dongeng ini, seorang doktor psikologi, Dan Kiley, mempelajari bahwa ternyata ada banyak pria yang tidak berhasil atau tidak mau menjadi dewasa karena takut dituntut tanggung jawab. Gejala ini  dikenal dengan istilah sindrom Peter Pan.

Dan Kiley menyatakan, orang-orang yang terkena sindrom ini memiliki enam ciri khas yaitu: selalu cemas, mengalami kebingungan peran, merasa kesepian, hanya menyayangi diri sendiri, tidak bisa memahami orang lain dan tidak bertanggung jawab. Akibatnya, orang-orang ini tidak sanggup bersosialisasi dengan baik.

Kecemasan orang-orang yang mengalami sindrom Peter Pan berasal dari ketidakjelasan perlakukan orang tua saat mendidik mereka. Sering orang tua memberi peraturan dan ancaman-ancaman kepada anak-anak, tetapi saat anak-anak melanggar, mereka tidak dilarang tetapi justru dibanggakan atau juga dibiarkan.

Di satu sisi, saat anak melakukan hal-hal yang baik justru tidak mendapat penghargaan dari orang tua. Contohnya, saat mandi anak dilarang keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang. Saat anak melakukan itu, orang tua tidak menegur tetapi malah tertawa terbahak-bahak karena menganggap lucu kejadian tersebut.

Di sisi lain, orang tua menganjurkan anak untuk rajin ikut misa di gereja, minimal pada hari Minggu. Pada saat anak mengajak orang tua untuk ke gereja, orang tua justru marah-marah karena merasa sibuk dengan pekerjaan mereka.

Dengan ketidakjelasan perlakukan orang tua, anak menjadi bingung dan cemas. Sebenarnya anak-anak sensitif dengan aturan-aturan orang tua, dan mereka akan mudah memahami perilaku mana yang boleh dan tidak boleh bila orang tua konsisten.

Dengan kebingungan aturan tersebut, anak akan mengalami kebingungan dalam peran sosial. Anak tidak percaya diri untuk menjadi pemimpin dalam kelompoknya. Tetapi, dia juga merasa tidak nyaman saat menjadi anggota yang harus mengikuti aturan-aturan yang dibuat pemimpinnya. Saat anak tersebut bertambah tua, kondisi psikologinya tidak berkembang, dia menjadi bingung peran apa yang harus dijalani, termasuk peran sebagai suami atau bapak keluarga.

Orang yang mengalami sindrom Peter Pan sebenarnya mengalami kesepian karena mereka merasa orang lain tidak bisa memahami dirinya. Sementara orang-orang di sekitarnya memang tidak bisa memahami orang-orang yang mengalami sindrom Peter Pan. Orang-orang menganggap mereka aneh.

Mereka juga tidak memahami peran sosialnya dan tidak mampu memahami orang lain, dan akan sangat mencintai dirinya sendiri. Mereka merasa orang lain harus memenuhi keinginan-keinginannya karena mereka tidak mampu memenuhi keinginan-keinginannya sendiri. Mereka sangat mudah menyakiti hati orang lain karena mereka tidak mampu untuk memahami perasaan yang dialami orang lain dan tidak peduli dengan perasaan-perasaan orang lain. Standar kebahagiaan mereka adalah mereka merasa senang atau tidak. Dengan kondisi tersebut, mereka sulit bersosialisasi.

Bagaimana mengatasinya? Menurut Dan Kiley, orang tua memiliki peran yang sangat besar untuk mencegah terjadinya sindrom Peter Pan. Pencegahan ini bisa dilakukan dengan cara selalu konsisten dalam membuat peraturan-peraturan dan memberikan contoh nyata. Peraturan-peraturan dalam keluarga harus berlaku untuk seluruh anggota keluarga, bila ada pengecualian harus ada penjelasan yang benar dan jelas. Mengapa sindrom Peter Pan terjadi pada anak-anak pria, karena banyak orang tua memberi perlakukan istimewa kepada putranya. Contohnya, ada aturan jam pulang dalam keluarga. Saat anak perempuan pulang ke rumah terlambat, dimarahi. Tetapi, saat anak prianya pulang sampai larut malam, orang tua membiarkan karena menganggap hal itu “normal”. Seharusnya bila ada kebijakan dalam jam pulang, bukan didasarkan pada jenis kelamin tetapi lebih didasarkan pada tingkat kepentingan kegiatan yang dilakukan di luar rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar