Santo petrus kanisius, pengaku iman &
pujangga gereja
Tidak banyak orang
dianugerahi karisma yang begitu besar seperti Petrus Kanisius. Karismanya terletak
pada pandangannya yang meluncur jauh ke depan, menguak dan menyingkap kebutuhan
zaman dan Gereja sepanjang masa... terutama di bidang pendidikan dan
penerbitan. Ia lahir di Nijmegen, negeri Belanda, pada 8 Mei 1521. Pada waktu
itu Nijmegen merupakan bagian dari keuskupan Agung Koln yang masih di bawah
pengawasan Jerman. Petrus Kanisius adalah putera sulung bapak Yakob Kanis,
pengasuh putera-puteri bangsawan Lorranine dan Walikota Nijmegen. Karena kecerdasan
otaknya maka sudah sejak umur 15 tahun ia belajar di Universitas Koln. Pada umur
19 tahun ia masuk Serikat Yesus. Semasa hidupnya ia menyaksikan pergolakan
hebat di dalam Gereja, yaitu perpecahan di antara umat kristen yang disebabkan
protestanisme.
Kesucian dan kariernya
sangat kuat dipengaruhi oleh Petrus Faber dan Ignatius Loyola. Ia bertemu
dengan Petrus Faber dalam sebuah retret. Sedangkan pengaruh dari Ignatius
Loyola didapatnya karena selama 6 bulan di Roma dia tinggal bersama Ignatius. Ia
ikut sambil bagian dalam mendirikan rumah biara Yesuit di Koln, tempat ia
menjalani masa novisiatnya. Pada tahun 1546 ia ditahbiskan imam. Dalam waktu
singkat ia segera terkenal sebagai seorang pengkotbah ulung. Pada Konsili
Trente ia terpilih sebagai peserta dari kalangan ahli teologi.
Pada tahun 1548 ia
mengajar retorika di sebuah kolese Yesuit di Messina; dari Messina ia pindah ke
Winna untuk tugas yang sama. Lewat kotbah dan pengajaran agamanya yang mengagumkan
ia menanamkan pengaruhnya yang sangat besar di semua kalangan sehingga membuat
iri pihak protestan. Ia mengatakan bahwa cara terbaik untuk menyebarkan iman
ialah dengan doa dan kerja keras, bukan dengan mencemoohi agama lain. Tiga kali
ia ditawari jabatan uskup oleh raja, tetapi ia menolaknya. Baru pada tahun 1557
ia ditunjuk oleh Ignatius menjadi administrator pada taktah keuskupan yang
sedang kosong. Di masa itu ia banyak menulis buku-buku pelajaran agama
(katekismus), mendirikan sekolah dasar, kolese dan seminari. Dengan tekun dan
rajin ia mengajar, berkotbah dan menguatkan iman para rohaniwan yang mengalami
krisis dalam menghayati panggilannya. Ia mempunyai keyakinan bahwa berkarya di
tanah airnya sendiri tidak kalah dengan bertugas sebagai misionaris di tanah
asing. Pandangannya jauh ke depan; maka di samping pendidikan, ia juga
memelopori karya penerbitan buku-buku. Ia meninggal dunia pada 21 Desember 1597
dalam usia 78 tahun ketika sedang bertugas di Fribourg, Switzerland. Oleh Paus
Pius XI (1922 – 1939) ia digelari ‘santo’ dan pujangga Gereja dan dianggap
sebagai Rasul Jerman Kedua
Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar